Rabu, 27 Maret 2019

Hakikat Mentauhidkan Alloh

Setiap yang mengaku muslim pasti merasa bertauhid. Tapi coba tanya kepada mereka apa arti tauhid yang sesungguhnya? Pasti kita dapati jawaban yang berbeda-beda. Belum lagi kalau melihat kepada perbuatan mereka yang bertentangan dengan tauhid, baik ucapan atau perbuatan. Menandakan ternyata banyak dari orang yang mengaku muslim sebenarnya tidak memahami tauhid dengan benar!

Urgensi tauhid

Tauhid adalah tujuan diciptakannya manusia. Ia juga sebab diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab. Karena tauhid Allah perintahkan shalat, puasa zakat dan ibadah lainnya. Dan demi tauhid juga Allah syariatkan jihad, dan manusia pun dibagi menjadi dua golongan karena tauhid. Bahagia dan celaka. Golongan kanan dan golongan kiri. Penghuni surga dan penghuni neraka. Bahkan shalat ditegakkan untuk mengingat Allah, menyembelih diberikan hanya untuk Dia, hidup dan mati semata-mata dipersembahkan hanya kepada-Nya.

قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku (hanya) untuk Allah Rab semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan kepada hal inilah aku diperintahkan. Dan aku termasuk yang pertama berserah diri.” (Qs. Al An’am: 162)

Begitu pentingnya tauhid bagi seorang hamba sampai Allah siap mengampuni semua dosa bagi hamba pilihan-Nya apabila dia tidak pernah menyekutukan-Nya. Dan begitu bahayanya kesyirikan sampai Allah pun berikrar bahwa Dia tidak mengampuni siapa saja yang diwafatkan namun masih memikul dosa kesyirikan. Allah Ta’aala berfirman;

إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan dan mengampuni dosa selain kesyirikan bagi siapa yang Allah kehendaki.” (Qs. An-Nisaa; 48)

Dan begitu spesialnya tauhid, sampai-sampai pembahasan Al Qur’an seluruhnya tentang tauhid. Apakah menjelaskan akan kewajibannya (kewajiban tauhid) dan melarang dari lawannya (kesyirikan), atau tentang kisah para nabi dan kaumnya, apa nasib orang yang menerima tauhid sebagai agamanya dan apa nasib orang  yang menolaknya di dunia dan di akhirat. Atau tentang perintah-perintah dan larangan-larangan yang tidak lain adalah konsekwensi dari mentauhidkan-Nya. Sehingga Al Qur’an seluruhnya adalah tauhid!

Kenapa ayat kursi menjadi ayat yang paling agung di dalam Al Qur’an? Saat Nabi bertanya kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘Anhu: “Ayat apakah yang paling agung di dalam kitabullah? Maka Ubay menjawab; “Ayat kursi.” Nabi berkata: “Selamat kepadamu atas ilmu ini wahai Abul Mundzir.”

Jawabnya adalah karena isi dan kandungannya yang berbicara tentang perkara tauhid.

Karena itu Al Imam Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam Al Ushul Ats-Tsalatsah berkata:“Perintah Allah paling besar kepadamu adalah tauhid. Dan larangan Allah paling besar kepadamu adalah kesyirikan.”

Maka perkara yang seperti ini urgensinya masih pantaskah seorang muslim lalai darinya? Enggan mempelajarinya?! Tidak mau mencari tahu akan makna, kandungan dan konsekwensinya?! Semoga Allah jauhkan kita dari sifat yang demikian. Amin.

Arti tauhid

Banyak orang bilang tauhid artinya mengesakan Allah Ta’aala. Namun apa yang dimaksud mengesakan Allah? Apakah artinya Allah Dzatnya hanya satu, hanya dia yang menciptakan, memiliki mengatur semesta alam? Tauhid dengan pengertian ini tidak ditolak oleh kaum musyrikin sekali pun. Bahkan Allah telah mengabarkan bahwa musyrikin dahulu juga mengakui hanya Allah satu-satunya Yang menciptakan langit bumi dan segala isinya, memilikinya dan mengaturnya. Dalam Az-Zumar ayat 38 Allah berfirman yang artinya;“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab: “Allah”.”

Dalam Al Ankabut ayat 63 Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”.”

Dan dalam Al Mu’minun ayat 85-86 Allah juga berfirman yang artinya:“Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “kepunyaan Allah”.”

Tapi disamping keyakinan musyrikin dahulu bahwa hanya Allah satu-satunya yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya, dan bahwa Dia satu-satunya yang memiliki dan mengaturnya, mereka masih saja diminta mengikrarkan kalimat tauhid: “Laa ilaaha Illallah”. Pertanda bahwa kalimat ini bukan meminta mereka untuk mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta beserta segala isinya, karena jika tidak demikian berarti para utusan Allah mengajak kaumnya kepada apa yang sebenarnya sudah mereka sendiri yakini dan ini kesia-siaan.

Maka berarti ada hal lain yang diminta dari kalimat ini. Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengumpulkan kaumnya di awal dakwahnya kepada tauhid, beliau berseru: “Ucapkanlah oleh kalian: “Laa ilaaha Illallah” kalian akan beruntung!” Orang-orang musyrikin ini paham bahwa Nabi Muhammad tidak meminta mereka untuk mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta raya ini, karena itu mereka sambut ucapan Nabi Muhammad ini dengan perkataan:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Mengapa dia menjadikan ilah-ilah (sesembahan yang banyak) itu hanya satu saja, sungguh ini benar-benar perkara yang mengherankan.” (Qs. Shaad: 5)

Allah juga mengabarkan dalam kitab-Nya,

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Ilah/sesembahan yang berhak disembah/diibadahi melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena mengikuti seorang penyair gila?”(QS. Shaaffaat: 35-36)

Berarti tauhid yang semua kita diminta untuk mengesakan-Nya adalah beribadah hanya kepada Allah dan tidak beribadah kepada selain-Nya. Inilah konsekwensi logis dari pengakuan bahwa yang menciptakan hanya Allah, yang memiliki hanya Allah dan yang mengatur hanya Allah. Bahwa orang yang telah mengakui hal ini hendaknya tidak lagi memberikan ibadahnya kecuali kepada Allah Yang Maha Pencipta, Pemilik dan Pengatur alam semesta ini dan segala isinya. “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb-mu, Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. 2: 21-22)

Sabtu, 23 Maret 2019

Cara meningkatkan iman

Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang lainnya. Ada di antara mereka yang disebut assaabiq bil khairaat (terdepan dalam kebaikan), al-Muqtashid (pertengahan) dan zhalim linafsihi (menzhalimi diri sendiri). Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat. Ini menandakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.[2] Oleh karena itu, saat Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah menjelaskan tentang keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang iman, beliau mengatakan,

وَالْإِيمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ، وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ وَعَقْدٌ بِالْجَنَانِ, يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ, وَيَنْقُصُ بِالْعِصْيَانِ

“Iman adalah ucapan dengan lisan, amal dengan anggota badan, keyakinan (dan amal) hati. Ia dapat bertambah dengan sebab ketaatan, dan berkurang dengan sebab kemaksiatanز”[3]

Siapa sih yang Gak Pengen Bertambah Keimanannya?

Sobat, perlu difahami bahwa suka perkara yang baik, cinta ketaatan, pengen iman bertambah adalah dambaan setiap orang yang benar keimanannya.

Dan suka keimanan merupakan anugerah dari Allah Ta’ala untuk hamba yang disayangi-Nya. Oleh karena itu, perbanyaklah  memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia menghiasi keimanan dalam hati Anda, simaklah firman Allah Ta’ala berikut ini,

 وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (QS. Al-Hujurat: 7).

Suka Iman Bertambah Saja Tidaklah cukup

Sobat, cukupkah anda suka makanan saja, tapi setiap hari tidak mau makan? Apakah cukup anda suka uang saja, tapi tidak mau bekerja? Anda ingin sembuh, tapi gak mau berobat? Tentu tidak bukan? Dalam agama kita, orang  yang ingin berjumpa dengan Allah dan melihat wajah-Nya diperintahkan untuk beramal shaleh.

Coba deh, simak Kalam Ilahi berikut ini,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Dengan demikian, tidak cukup seseorang hanya suka imannya bertambah, namun tidak mau berusaha menambah keimanannya.

Kalo mau bertakwa, ya laksanakan perintah Allah.

Mau iman naik? Ya lakukan ketaatan kepada Rabb Anda.

Cara Dahsyat Meningkatkan Keimanan

Syaikh Prof. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah di dalam kitabnya Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi menyebutkan setidaknya terdapat tiga cara dahsyat dalam meningkatkan keimanan.

Mempelajari ilmu yang bermanfaat, di antaranya adalah membaca Al-Qur`an dan mentadaburinya, mempelajari nama dan sifat Allah Ta’ala, memperhatikan keindahan agama Islam, membaca sirah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membaca sirah Salafush Shaleh.Memperhatikan ayat-ayat Allah yang kauniyyah.Bersungguh-sungguh dalam beramal shaleh, baik dengan hati, lisan, maupun anggota tubuh lahiriyah, termasuk berdakwah di jalan Allah Ta’ala dan menjauhi sebab-sebab yang mengurangi keimanan.

Dikutip dari https://muslim.or.id

Selasa, 19 Maret 2019

PERISTIWA DI MASA KECIL NABI

Dalam bab ini, akan dibahas beberapa peristiwa:

⑴ Dibelahnya dada Nabi ﷺ.

⑵ Wafatnya ibu Nabi ﷺ.

⑶ Bagaimana Nabi ﷺ dirawat oleh kakeknya ‘Abdul Muththalib kemudian oleh pamannya Abū Thālib.

⑷ Bagaimana Nabi ﷺ menggembalakan kambing.


1. Dibelahnya dada Nabi Muhammad ﷺ

Diantara mu’jizat yang dialami Nabi ﷺ yaitu dibelahnya dada Nabi ﷺ. Para ulama menyebutkan bahwa proses pembelahan dada Nabi ﷺ terjadi 2 kali;

⑴ Tatkala beliau dirawat oleh Halīmah As-Sa’diyyah.

⑵ Tatkala beliau akan melakukan Isrā Mi’raj.

Kejadian pembelahan pertama , diceritakan dalam hadits shahīh yang terdapat dalam banyak riwayat, diantaranya adalah:

Dari shāhabat Anas bin Mālik radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, beliau berkata:

انَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ , فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ فَشَقَّ قَلْبَهُ فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً , قَالَ : هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ , ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ , ثُمَّ لأَمَهُ ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ , وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ ـ يَعْنِي ظِئْرَهُ ـ فَقَالُوا : إِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ قُتِلَ , فَاسْتَقْبَلَتْ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ , قَالَ أَنَسٌ : قَدْ كُنْتُ أَرَى أَثَرَ الْمَخِيطِ فِي صَدْرِهِ


" Bahwasanya Rasūlullāh ﷺ pernah didatangi Malaikat Jibrīl saat beliau sedang bermain dengan anak-anak lain.
Lalu Jibrīl menggenggam beliau dan menjatuhkannya lalu membelah dadanya kemudian mengambil jantung dan mengeluarkan segumpal darah darinya,

lantas Jibrīl berkata:

“Ini adalah bagian syaithan darimu.”

Kemudian jantung beliau dicuci oleh Jibrīl di sebuah tempayan yang terbuat dari emas dengan dibilas air zamzam, lalu dijahit kembali oleh Jibrīl setelah jantung itu dikembalikan ke tempatnya semula.

Teman-teman beliau (ketakutan dan) lari ke ibu persusuan beliau dan melaporkan:

“Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh.”

Kemudian ibu persusuan Nabi segera menuju ke Nabi dan Nabi saat itu dalam keadaan pucat.
Kata Anas:

“Saya melihat bekas jahitan di dada Rasūlullāh ﷺ.” (HR. Imam Muslim)

Dan juga dalam riwayat lain yang lebih terperinci.

Rasūlullāh ﷺ berkata:

“Saat itu yang mengasuhku adalah seorang wanita dari Bani Sa’ad bin Bakr. Kemudian aku bersama seorang anaknya pergi menuju tempat pengembalaan kambing kecil kami, namun kami tidak membawa bekal. Aku pun berkata,

‘Wahai saudaraku, pergi dan ambillah bekal (makanan) dari ibu kita’

Maka saudaraku itu pergi dan aku tetap berada di sisi domba gembalaan kami. Tiba-tiba datanglah dua ekor burung berwarna putih yang sepertinya kedua burung itu adalah burung nasar. Salah satu dari burung itu berkata kepada temannya,

‘Apakah dia, orang (yang kita cari)?’

temannya menjawab,

‘Ia.’

Lalu keduanya pun bergegas menujuku lalu memegangku dan menelungkupkanku di atas leherku. Kemudian keduanya pun membelah dadaku dan mengeluarkan hatiku. Mereka mengeluarkan dua gumpalan darah hitam darinya.
Setelah itu, salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya,

‘Ambilkan air salju.’

Lalu mereka mencuci isi perutku dengan air dan salju. Kemudian salah satu dari mereka berkata lagi,

‘Ambilkanlah air yang dingin.’

Dan mereka pun mencuci hatiku dengan air dingin itu. Salah satunya berkata lagi,

Ambilkanlah as-Sakinah (ketenangan dan kedamaian).

Keduanya pun menebarkannya di dalam jantungku. Setelah itu, salah satu dari keduanya berkata,

Jahitlah (tutuplah).

Ia pun menutupnya kembali dan memberikannya tanda kenabian.’ Maka ia pun menjahitnya kembali. Dan tandailah.

Maka ia pun memberinya tanda dengan tanda kenabian. Lalu salah satu dari keduanya berkata kepada temannya,

‘Letakkanlah ia pada satu timbangan, kemudian letakkanlah seribu dari umatnya pada timbangan yang lain.’

Maka aku pun melihat seribu dari ummatku itu berada di atasku, aku kawatir bila sebagian dari mereka terjatuh menimpaku. Salah satunya berkata lagi,

‘Sekiranya umatnya itu ditimbang dengannya niscaya ia akan lebih berat daripada mereka.’

Setelah itu, mereka berdua pergi meninggalkanku. Akupun merasa sangat ketakutan. Aku kembali pulang menemui ibuku dan mengabarkan kejadian itu padanya, hingga ia khawatir jika aku telah terganggu.

Kemudian ibuku berkata,

Aku meminta kepada Allah untuk melindungimu.

Kemudian ia meletakan pelana di atas unta miliknya, lalu ia meletakkanku di atas pelana unta tersebut, sementara ia duduk di belakangku, hingga kami sampai pada ibu kandungku.

Ibu asuhku lalu berkata (kepada ibu kandungku),

‘Aku telah menunaikan amanahku, dan tanggunganku.’

Kemudian ia menceritakan tentang kejadian yang menimpaku, namun kejadian itu tidaklah mengejutkan ibuku.

Ibuku berkata,

‘Sesungguhnya, aku telah melihat cahaya yang keluar dariku yang menerangi istana-istana di negeri Syam.’ (HR Al-Hakim no 4230 dan dishaihihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Diantara para ulama ada yang berpendapat bahwa inilah sebab mengapa Halīmah As-Sa’diyyah akhirnya mengembalikan Nabi ﷺ ke ibu kandungnya.

Awalnya ibu kandungnya beberapa kali meminta agar Nabi dikembalikan, tetapi karena Halīmah berat hati melepaskan Muhammad kecil, beliau senang jika ada Muhammad di kampungnya karena mendatangkan keberkahan.

Akan tetapi, setelah terjadi peristiwa yang menakutkan ini, membuat Halīmah khawatir sehingga dia terpaksa merelakan ibunya mengambil Muhammad saat berusia 4 tahun . Kemudian Muhammad ﷺ diasuh oleh ibunya sampai berusia 6 tahun.

Pembelahan dada Nabi Muhammad ﷺ adalah salah satu mu’jizat Nabi ﷺ. Para ulama menyebutkan banyak hikmah dari pembelahan dada ini, yaitu:

⑴ Nabi ﷺ sejak kecil sudah ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa). Oleh karena itu, beliau tumbuh tidak seperti anak-anak kecil yang lain.

Ibnu Hajar berkata :

وَكَانَ هَذَا فِي زَمَنِ الطُّفُولِيَّةِ فَنَشَأَ عَلَى أَكْمَلِ الْأَحْوَالِ مِنَ الْعِصْمَةِ مِنَ الشَّيْطَانِ


“Pembelahan dada ini terjadi tatkala Nabi masih kecil, sehingga beliau tumbuh dalam kondisi yang paling sempurna dengan terjaganya beliau dari syaitan” (Fathul Bari 7/205)

Saat beranjak dewasa (remaja), beliau tidak pernah melakukan kemaksiatan atau kelalaian, berhura-hura seperti yang dilakukan para pemuda lain di kota Mekkah. Hal ini karena hati beliau sudah disucikan oleh Allāh.

Bagian yang mungkin untuk diganggu oleh syaithan telah diambil oleh malaikat. Bahkan disebutkan dalam suatu hadits, Rasūlullāh ﷺ mengatakan:

“Tidak pernah terbetik dalam hatiku untuk mengikuti acara-acara kaum jahiliyah kecuali hanya dua kali, dan itupun Allah menjagaku pada dua kemungkinan tersebut. Suatu malam aku bersama seorang pemuda Quraisy yang berada di pinggiran kota Mekah sedang menggembalakan kambing keluarganya.

Aku berkata kepadanya, “Tolong jaga kambingku, aku ingin begadang malam ini di Mekah sebagaimana para pemuda lainnya begadang.” Ia berkata, “Baik”. Akupun pergi, dan tatkala aku tiba di rumah pertama dari rumah-rumah penduduk Mekah, aku mendengar nyanyian dan suara rebana serta seruling, aku berkata, “Acara apa ini?”.

Mereka berkata kepadaku, “Si fulan telah menikah dengan si fulanah putrinya si Fulan dari Quraisy”. Akupun terlena dengan nyanyian tersebut dan suara (alat musik) tersebut hingga akhirnya aku tertidur (dalam riwayat yang lain : Maka Allah pun menutup kedua telingaku). Dan tidak ada yang membangunkanku kecuali terik sinar matahari.

Lalu aku kembali (pada malam yang lain-pen) kemudian aku kembali mendengar seperti yang pernah aku dengar, dan dikatakan kepadaku seperti pada malam yang lalu, akupun terlena dengan apa yang aku dengar, hingga akhirnya aku tertidur. Dan tidak ada yang membangunkanku kecuali terik sinar matahari.

Lalu aku kembali kepada sahabatku (penggembala kambing). Sahabatku bertanya,“Apa yang telah kau lakukan?”. Aku berkata, “Aku tidak melakukan apapun”.

Maka demi Allah aku tidak pernah lagi berkeinginan untuk melakukan keburukan apapun yang dilakukan oleh kaum jahiliyah hingga Allah memberi kemuliaan kenabian kepadaku.” (HR Al-Baihaqi dalam Dalail An-Nubuwwah 1/413, Al-Hakim no 7619, dan Ibnu Ishaq dalam sirohnya. Hadits ini diperselisihkan akan keshahihannya, Al-Hakim menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Akan tetapi hadits ini dinyatakan lemah oleh Al-Albani)

Perhatikan bahwasanya beliau dibuat tertidur (tidak sadar) oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla sehingga tidak jadi mengikuti acara-acara kemaksiatan tersebut. Ini merupakan bentuk penjagaan Allah kepada beliau bahkan sebelum menjadi Nabi.

Karena itu, sebelum menjadi Nabi beliau dikenal oleh orang-orang Quraisy dengan “ Al-Amīn” (orang yang terpercaya) yang akhlaknya paling mulia.

Sejumlah orang Nasrani berusaha mengingkari kejadian pembelahan dada Nabi ﷺ. Mereka membawakan 2 hujjah:

⑴ Kejadian ini tidak sesuai dengan tabiat manusia.

⑵ Kejadian ini tidak masuk akal (di luar sunnatullāh, karena apabila jantung dikeluarkan seharusnya menyebabkan kematian).

Tetapi hujjah mereka ini rapuh dan bisa dijawab dengan perkataan bahwasanya justru inilah mu’jizat, yaitu kejadian-kejadian luar biasa yang dimiliki oleh para Nabi.
Arti mu’jizat adalah sesuatu yang keluar dari kebiasaan walaupun di luar nalar dan logika, karena Allāhlah yang mengatur sunnatullāh maka Allāh pula yang bisa merubah sunnah tersebut.

Contohnya, Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām memiliki mu’jizat, yaitu beliau dibakar namun malah merasa sejuk.
Padahal api secara sunnatullāh bersifat membakar, namun karena Allāh yang menciptakan api tersebut sehingga apabila Dia memerintahkan agar api dingin, maka apa tersebut akan dingin.

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ


_“Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api jadilah engkau dingin dan penyelamat bagi Nabi Ibrāhīm.”_ (QS Al-Anbiyā : 69)


Senin, 18 Maret 2019

Fiqih mendidik anak



Saat anak nakal dan sulit diatur, tidak sedikit orang tua yang berusaha mencari kambing hitam. Teman, lingkungan, sekolah dan lain sebagainya. Padahal yang paling bertanggungjawab atas segala perubahan anak adalah orang tua. Rasulullah _shallallahu ’alaihi wasallam_ mengingatkan,

"مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه"

_"Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi"._ HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah _radhiyallahu ‘anhu._

Banyak permasalahan anak justru penyebabnya adalah dari orang tua anak itu sendiri.

Ada orang tua yang terlalu keras pada anak. Sehingga anak menjadi keras dan memberontak. Menerapkan pendidikan disiplin pada anak, tidaklah sama dengan sikap otoriter pada anak.

Tapi ada juga yang terlalu memanjakan, sehingga anak menyepelekan orang tuanya. Lembut kepada anak itu wajib. Tapi lembek tidak boleh. Menuruti apapun yang diminta anak itu sikap lembek.

Sebagian orang tua juga kurang peduli, atau terlalu sibuk dengan urusannya. Sehingga anak merasa tidak diperhatikan. Pagi buta saat anaknya masih tertidur, mereka telah berangkat meninggalkan rumah. Setelah larut malam mereka baru tiba di rumah. Para orang tua ini jauh lebih sering bertemu dengan rekan kerjanya, ketimbang dengan anaknya sendiri.

Ada juga yang hubungan kedua orang tuanya kurang harmonis, bahkan hingga berpisah. Sehingga anak pun menjadi korban.

Dari sini kita bisa memahami betapa vitalnya peran orang tua dalam pendidikan anak. Mereka tidak boleh menumpukan semua beban pendidikan anak pada sekolah saja. Melainkan mereka juga harus terlibat aktif di dalamnya.

Tugas Orang Tua

Di dunia ini, satu-satunya pekerjaan paling menantang dan tidak dibayar, bahkan jarang mendapatkan penghargaan, adalah menjadi orang tua.

Tugas orang tua tidak berhenti setelah menyediakan sandang, pangan dan papan. Justru anak-anak membutuhkan kehadiran orang tua seutuhnya, lahir dan batin. Mereka dituntut 24 jam sehari dalam seminggu untuk menjadi pencari nafkah, guru, juru masak, _baby siter,_ juru damai, perawat, motivator, _bodyguard,_ dan profesi-profesi lainnya.

Kalaupun di dunia orang tua tidak menerima imbalan apa pun, di akhirat beda cerita. Anak salih akan menjadi sebuah investasi yang sangat berharga. Dengan doa-doa tulusnya, bisa mengangkat derajat orang tua di surga, _insyaAllah._

Sekolah Orang Tua

Menjadi orang tua memang tidak ada sekolah formalnya. Padahal, menjadi orang tua ibarat mengarungi samudra yang sangat luas. Betapa tidak, mulai dari proses kehamilan, melahirkan dan tumbuh kembang anak, orang tua terlibat langsung. Kompleksnya permasalahan menjadi orang tua, ternyata tidak diimbangi dengan banyaknya ilmu pengetahuan yang dimiliki orang tua.

Maka, para orang tua berkewajiban untuk terus belajar. Baik dengan menghadiri kajian atau pelatihan tentang pendidikan anak. Serta membaca buku-buku bermutu bertemakan hal tersebut.

Setelah itu, bertahaplah untuk menerapkan ilmu yang didapatkan secara konsisten.

Bila menghadapi kendala, jangan segan untuk berkonsultasi dengan para ahli di bidangnya.

Berbagai upaya pendidikan yang dilakukan adakalanya belum membuahkan hasil yang diharapkan. Karena itu jangan lelah menengadahkan tangan seraya memanjatkan doa ke hadirat Allah Yang membolak-balikkan hati anak-anak kita. Kepada-Nya lah kita menggantungkan segala harapan.

Kamis, 14 Maret 2019

Larangan meniup makanan



Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan larangan meniup makanan atau minuman. Diantaranya,

1. Hadis dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ، وَإِذَا أَتَى الخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ…

Apabila kalian minum, janganlah bernafas di dalam gelas, dan ketika buang hajat, janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan… (HR. Bukhari 153).

2. Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُتَنَفَّسَ فِي الإِنَاءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bernafas di dalam gelas atau meniup isi gelas. (HR. Ahmad 1907, Turmudzi 1888, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).

Mengapa dilarang ditiup?

An-Nawawi mengatakan,

والنهي عن التنفس في الإناء هو من طريق الأدب مخافة من تقذيره ونتنه وسقوط شئ من الفم والأنف فيه ونحو ذلك

Larangan bernafas di dalam gelas ketika minum termasuk adab. Karena dikhawatirkan akan mengotori air minum atau ada sesuatu yang jatuh dari mulut atau dari hidung atau semacamnya. (Syarh Shahih Muslim, 3/160)

Hal yang sama juga disampaikan Ibnul Qoyim,

وأما النفخ في الشراب فإنه يكسبه من فم النافخ رائحة كريهة يعاف لأجلها ولا سيما إن كان متغير الفم وبالجملة : فأنفاس النافخ تخالطه ولهذا جمع رسول الله صلى الله عليه و سلم بين النهي عن التنفس في الإناء والنفخ فيه

Meniup minuman bisa menyebabkan air itu terkena bau yang tidak sedap dari mulup orang yang meniup. Sehingga membuat air itu menjijikkan untuk diminum. Terutama ketika terjadi bau mulut. Kesimpulannya, nafas orang yang meniup akan bercampur dengan minuman itu. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan larangan bernafas di dalam gelas dengan meniup isi gelas. (Zadul Ma’ad, 4/215).

Bolehkah Menggunakan Kipas Angin?

Memperhatikan alasan yang disampaikan oleh An-Nawawi dan Ibnul Qoyim tentang mengapa kita dilarang meniup makanan, bisa kita simpulkan bahwa menggunakan kipas dalam hal ini dibolehkan. Dengan syarat, kipas yang digunakan bukan kipas yang berdebu, yang kotor, sehingga justru menyebarkan penyakit pada makanan atau minuman.

Allahu a’lam



Dikutip dari https://konsultasisyariah.com