Jumat, 18 Oktober 2019

Amalan penghapus dosa

Tentunya kita menginginkan agar dosa-dosa kita bisa dihapus oleh Allah agar kelak di hari Kiamat, amal kebaikan kita lebih berat timbangannya.
Berikut adalah dzikir-dzikir penghapus dosa:
1. Istighfar
Istighfar artinya ucapan

أَسْتَغْفِرُ اللهَ
“Aku memohon ampun kepada Allah.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ، ثُمَّ اسْتَغفَرْتَنِيْ ، غَفَرْتُ لَكَ

“Wahai anak adam seandainya dosamu menjulang tinggi ke langit, lalu engkau banyak istighfar dan banyak memohon ampun kepadaku maka aku ampuni dosa-dosamu. (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 127)

2. Tahlil
Tahlil artinya ucapan:

لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ لا إلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريكَ لَهُ ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ ؛ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، في يَوْمٍ مِئَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وكُتِبَتْ لَهُ مِئَةُ حَسَنَةٍ ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِئَةُ سَيِّئَةٍ ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزاً مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِي ، وَلَمْ يَأتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ رَجُلٌ عَمِلَ أكْثَرَ مِنْهُ

“Barangsiapa mengucapkan ‘La ilaha illallahu wahdahu la syarikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir‘ seratus kali akan memperoleh ganjaran sebagaimana membebaskan sepuluh budak, dan seratus kebaikan akan dicatatkan atasnya, dan seratus dosa akan dihapuskan dari catatan amalnya, dan ucapan tadi akan menjadi perisai baginya dari Syaithan pada hari itu hingga malam hari, dan tak ada seorangpun yang bisa mengalahkan amal kebaikannya kecuali orang yang melakukan amal yang lebih baik darinya.” (HR. Bukhari)

3. Tasbih
Tasbih artinya ucapan:

سُبْحَانَ الله

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَكْسِبَ، كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ جُلَسَائِهِ: كَيْفَ يَكْسِبُ أَحَدُنَا أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ قَالَ: يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيْحَةٍ، فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ، أَوْ يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ خَطِيْئَةٍ

“Apakah salah seorang di antara kalian tidak mampu mengusahakan seribu kebajikan setiap hari? Ada di antara sahabat yang hadir bertanya kepada beliau: ‘Bagaimana mungkin ada di antara kita yang mampu mengusahakan seribu kebajikan?’ Beliau bersabda: “Ia bertasbih seratus kali, akan dituliskan baginya pahala seribu kebajikan atau dihapuskan darinya seribu keburukan.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

“Barang siapa membaca ‘subhanallahi wabihamdihi’ (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.” (HR. Muslim).

4. Dzikir setelah shalat
Ada dzikir setelah shalat yang juga menghapus dosa sebanyak buih di lautan, yang dibaca setelah selesai shalat fardhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَبَّحَ اللهَ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ ، وحَمِدَ اللهَ ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وَ
كَبَّرَ الله ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وقال تَمَامَ المِئَةِ : لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْر

“Barangsiapa mengucapkan tasbih (mengucapkan ‘subhanallah’) di setiap akhir shalat sebanyak 33 kali, mengucapkan hamdalah (mengucapan ‘alhamdulillah’) sebanyak 33 kali, bertakbir (mengucapkan ‘Allahu Akbar’) sebanyak 33 kali lalu sebagai penyempurna (bilangan) seratus ia mengucapkan ‘la ilaha illallahu wahdahu la syarikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir (tiada Tuhan yang berhak disembah dengan haq selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu)’, maka Aku akan mengampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim)

5. Dzikir ketika akan tidur
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَأْوِيْ إِلىَ فِرَاشِهِ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَه ُلَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، سُبْحَانَ اللهِ، وَالحَمْدُ للهِ ، وَلَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوْبُهُ – أَوْ قَالَ: خَطَايَاه، شكَّ مِسْعَرٌ – وَإِن ْكَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْر)

“Apabila seorang dari kalian menuju kasurnya, dan mengucapkan ‘la ilaha illallah wahdahu la syarikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodir’, subhanallah, walhamdulillah, wa la ilaha illallah wallahu akbar’, maka Allah ampuni dosa-dosanya meski sebanyak buih lautan di dunia ini.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, dishahihkan al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 3414)

Namun sebagai catatan, yang dihapus oleh amalan-amalan di atas adalah dosa-dosa kecil. Adapun jika seseorang melakukan dosa besar terus menerus, wajib baginya bertaubat nasuha dengan memenuhi syarat-syaratnya.
Wallahu a’lam.

Dikutip dari https://muslimah.or.id/10982-dzikir-dzikir-penghapus-dosa.html

Mandi besar

Perkara Perkara yang Mewajibkan Mandi
Perkara yang mewajibkan mandi ada enam, yang tiga diperuntukkan baik laki - laki maupun perempuan sedangkan yang tiga dikhususkan untuk perempuan.
A. Yang diperuntukkan baik laki - laki maupun perempuan:
1. Senggama
2. Keluar sperma
3. Mati
B. Yang Khusus diperuntukkan bagi perempuan
1. Setelah berhentinya darah haid, Darah haid atau darah menstruasi ini merupakan mekanisme terkait kerja hormonal dalam tubuh, dan muncul dalam siklus rutin. Berdasarkan keterangan fikih, masa haid ini umumnya terjadi enam sampai tujuh hari. Lalu sedikitnya masa menstruasi ini adalah sehari semalam, dan paling lama lima belas hari. Keluarnya darah ini dikarenakan meluruhnya dinding rahim yang dipicu oleh kerja hormon dalam tubuh, terutama hormon estrogen dan progesteron, berkaitan dengan produksi sel telur.

Masa haid ini akan berakhir, sebagaimana dalam keterangan medis, ketika seorang perempuan telah mencapai masa menopause yang mana fase produksi sel telur (ovum) oleh organ ovarium telah berhenti.
2. Setelah berhentinya darah nifas, Darah nifas ini adalah darah yang keluar setelah proses melahirkan. Dalam keterangan medis, masa nifas ini disebut dengan masa puerpurium, dan darah yang dikeluarkan disebut lokia. Umumnya, sebagaimana disebut dalam Safinatun Najah maupun Fathul Qaribil Mujib, umumnya darah nifas keluar selama 40 hari. Paling sedikitnya adalah sekejap saja, dan paling banyak selama enam puluh hari. Dalam berbagai literatur medis, umumnya masa nifas terjadi selama empat sampai enam atau tujuh pekan.
3. Setelah melahirkan
Rukun / Fardhu Mandi Ada 3 Yakni:
1. Niat
Adapun niat mandi wajib atau hadats besar sebagai berikut :

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi Ta’aala
Artinya : “Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah ta’aala”

1. Hadats besar karena keluar sperma

Bagi laki-laki yang mengeluarkan sperma baik karena bersetubuh atau berhubungan suami istri dan sebagainya maka setelah itu harus mandi wajib atau mandi junub. Adapun niat doa mandi wajib setelah berhubungan suami istri sebagai berikut.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْجِنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minal Jinabati Fardhan Lillahi Ta’aala
Artinya : Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar junub karena Allah.

2. Niat mandi wajib haid

Bagi wanita mengalami haid tiap bulan merupakan sesuatu yang wajar. Namun setelah itu maka tentunya harus mandi wajib atau hadats besar dengan doa mandi setelah haid.
Niat mandi wajib setelah haid sebagai berikut.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minal Haidi Fardhan Lillahi Ta’aala
Artinya : Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar haid karena Allah Ta’ala.

3. Niat doa mandi wajib nifas

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النِّفَاسِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minannifasi Fardhan Lillahi Ta’aala
Artinya: Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar nifas karena Allah Ta’ala.

4. Niat mandi wajib setelah melahirkan (wiladah)

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْوِلَادَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minal Wiladahti Fardhan Lillahi Ta’aala
Artinya: Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar melahirkan karena Allah Ta’ala.
2. Menghilangkan najis pada badan
3. Mengalirkan air ke seluruh rambut dan kulit badan
Sunnah Sunnah Mandi Ada 5 yakni:
1. Membaca Basmallah
2. Wudhu sebelum mandi besar
3. Mengusap / menggosok gosok pada anggota badan.
4. Bersegera
5. Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri
Keadaan yang disunnahkan mandi besar yakni:
1. Mandi untuk sholat Jum'at
2. Mandi untuk sholat dua hari raya
3. Mandi untuk sholat istisqo' (sholat memohon hujan)
4. Mandi untuk sholat gerhana bulan
5. Mandi untuk sholat gerhana matahari
6. Mandi setelah memandikan mayit
7. Mandinya orang kafir apabila masuk islam
8. Mandinya orang gila dan ayan (epilepsi) apabila sembuh dari sakitnya
9. Mandi saat akan ihram
10. Mandi akan masuk kota Makkah
11. Mandi untuk Wukuf di padang Arafah
12. Mabit (menginap) di Muzdalifah
13. Melempar Jumroh yang tiga
14. Sa'i
15. dan untuk thowaf

Kamis, 17 Oktober 2019

Adab istinja'

A Pengertian
Istinja' adalah membersihkan diri dari segala kotoran yang keluar dari qubul dan dubur manusia yaitu air kecil dan air besar dengan menggunakan air atau batu .
- Di utamakan ketika beristinjak yaitu dengan menggunakan batu dan kemudian menggunakan air sebanyak tiga kali siraman.
- Dan diperbolehkan orang yang beristinja' meringkas denagn menggunakan air atau beberapa batu atau disunahkan menigakalikan ketika beristinja'.
- Orang yang beristinjak itu lebih utama menggunakan air dari pada menggunakan batu karena air bisa menghilangkan keadaan najis (warna, bau dan rasa) sehingga menjadi suci.
* Syarat beristinjak menggunakan batu
1. Barang atau najis yang keluar belum kering
2. Belum pindah dari tempatnya
3. Tidak bersifat baru

B. Adab Dalam Membuang Hajat
1. Tidak boleh menghadap kiblat dan membelakang kiblat ketika buang hajad di tanah lapang
2. Dan di perbolehkan ketika buang hajat di tempat yang sudah di sediakan (wc)
3. Hukumnya sunah ketika menjauhkan diri dari buang hajat di air yang diam atau tenang
4. Dan dimakruhkan buang hajat di tempat atau air yang sedikit
5. Di larang duang hajat di bawah pohon yang berbuah
6. Di larang buang hajat di jalan yang sering di lewati manusia
7. Di larang buang hajat di tempat istirahat manusia
8. Di larang buang hajat menghadap matahari dan di lubang dalam bumi (leng)
9. Tidak boleh berbicara ketika buang hajat kecuali dzorurot seperti melihat ular dan ular tersebut mendekati .
Imam nawawi (kitab roudzoh)
- Dimakruhkan ketika buang hajat menghadap matahari dan rembulan
- Dalam kitab washit tidak di makruhkan
- Di kitab tahqiq dimakruhkan
Rujukan Kitab Fathul Qorib

(فَصْلٌ)

فِي الْاِسْتِنْجَاءِ وِآدَابِ قَاضِي الْحَاجَةِ
(وَالْاِسْتِنْجَاءُ) وَهُوَ مِنْ نَجَوْتُ الشَّيِئَ أَيْ قَطَعْتُهُ فَكَأَنَّ الْمُسْتَنْجِيَ يَقْطَعُ بِهِ الْآذَى عَنْ نَفْسِهِ (وَاجِبٌ مِنْ) خُرُوْجِ (الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ) بِالْمَاءِ أَوِ الْحَجَرِ وَمَا فِيْ مَعْنَاهُ مِنْ كُلِّ جَامِدٍ طَاهِرٍ قَالِعٍ غَيْرِ مُحْتَرَمٍ
(وَ) لَكِنِ (الْأَفْضَلُ أَنْ يَسْتَنْجِيَ) أَوَّلًا (بِالْأَحْجَارِ ثُمَّ يُتْبِعُهَا) ثَانِيًا (بِالْمَاءِ)
وَالْوَاجِبُ ثَلَاثُ مَسَحَاتٍ وَلَوْ بِثَلَاثَةِ أَطْرَافِ حَجَرٍ وَاحِدٍ
(وَيَجُوْزُ أَنْ يَقْتَصِرَ) الْمُسْتَنْجِي (عَلَى الْمَاءِ أَوْ عَلَى ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ يُنْقَى بِهِنَّ الْمَحَلُّ) إِنْ حَصَلَ الْإِنْقَاءُ بِهَا
وَإِلَّا زَادَ عَلَيْهَا حَتَّى يُنْقَى
وَيُسَنُّ بَعْدَ ذَلِكَ التَّثْلِيْثُ
(فَإِذَا أَرَادَ الْاِقْتِصَارَ عَلَى أَحَدِهِمَا فَالْمَاءُ أَفْضَلُ) لِأَنَّهُ يُزِيْلُ عَيْنَ النَّجَاسَةِ وَأَثَرَهَا
وَشَرْطُ إِجْزَاءِ الْاِسْتِنْجَاءِ بِالْحَجَرِ أَنْ لَايَجِفَّ الْخَارِجُ النَّجَسُ وَلَا يَنْتَقِلَ عَنْ مَحَلِّ خُرُوْجِهِ وَلَايَطْرَأَ عَلَيْهِ نَجَسٌ آخَرُ أَجْنَبِىيٌّ عَنْهُ
فَإِنِ انْتَفَى شَرْطٌ مِنْ ذَلِكَ تَعَيَّنَ الْمَاءُ
(وَيَجْتَنِبُ) وُجُوْبًا قَاضِي الْحَاجَةِ (اسْتِقْبِالَ الْقِبْلَةِ) الْآنَ وَهِيَ الْكَعْبَةُ (وَاسْتِدْبَارَهَا فِي الصَّحْرَاءِ)
إِنْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ سَاتِرٌ أَوْ كَانَ وَلَمْ يَبْلُغْ ثُلُثَيْ ذِرَاعٍ أَوْ بَلَغَهُمَا وَبَعُدَ عَنْهُ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَةِ أَذْرُعٍ بِذِرِاعِ الْآدَمِيِّ كَمَا قَالَهُ بَعْضُهُمْ
وَالْبُنْيَانُ فِيْ هَذَا كَالصَّحْرَاءِ بِالشَّرْطِ الْمَذْكُوْرِ إِلَّا الْبِنَاءَ الْمُعَدَّ لِقَضَاءِ الْحَاجَةِ فَلَا حُرْمَةَ فِيْهِ مُطْلَقًا
وَخَرَجَ بِقَوْلِنَا الْآنَ مَا كَانَ قِبْلَةً أَوْلًّا كَبَيْتِ الْمَقْدِسِ فَاسْتِقْبَالُهُ وَاسْتِدْبَارُهُ مَكْرُوْهٌ
(وَيَجْتَنِبُ) نَدْبًا قَاضِي الْحَاجَةِ (الْبَوْلَ) وَالْغَائِطَ (فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ)
أَمَّا الْجَارِيْ فَيُكْرَهُ فِي الْقَلِيْلِ مِنْهُ دُوْنَ الْكَثِيْرِ لَكِنِ الْأَوْلَى اجْتِنَابُهُ
وَبَحَثَ النَّوَوِيُّ تَحْرِيْمَهُ فِي الْقَلِيْلِ جَارِيًا أَوْ رَاكِدًا
(وَ) يَجْتَنِبُ أَيْضًا الْبَوْلَ وَالْغَائِطَ (تَحْتَ الشَّجَرَةِ الْمُثْمِرَةِ) وَقْتَ الثَّمْرَةِ وَغَيْرِهِ
(وَ) يَجْتَنِبُ مَا ذُكِرَ (فِي الطَّرِيْقِ) الْمَسْلُوْكِ لِلنَّاسِ
(وَ) فِيْ مَوْضِعِ (الظِّلِّ) صَيْفًا وَفِيْ مَوْضِعِ الشَّمْسِ شِتَاءً
(وَ) فِي (الثَّقْبِ) فِي الْأَرْضِ وَهُوَ النَّازِلُ الْمُسْتَدِيْرُ وَلَفْظُ الثَّقْبِ سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ
(وَلَايَتَكَلَّمُ) أَدَبًا لِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ قَاضِي الْحَاجَةِ (عَلَى الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ)
فَإِنْ دَعَتْ ضَرُوْرَةٌ إِلَى الْكَلَامِ كَمَنْ رَأَى حَيَةً تَقْصِدُ إِنْسَانًا لَمْ يُكْرَهِ الْكَلَامُ حِيْنَئِذٍ
(وَلَا يَسْتَقْبِلُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَلَا يَسْتَدْبِرُهُمَا) أَيْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ حَالَ قَضَاءِ حَاجَتِهِ
لَكِنِ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ قَالَ أَنَّ اسْتِدْبَارَهُمَا لَيْسَ بِمَكْرُوْهٍ
وَقَالَ فِيْ شَرْحِ الْوَسِيْطِ أَنَّ تَرْكَ اسْتِقَبَالِهِمَا وَاسْتِدْبَارِهِمَا سَوَاءٌ أَيْ فَيَكُوْنُ مُبَاحًا
وَقَالَ فِي التَّحْقِيْقِ أَنَّ كَرَاهَةَ اسْتِقْبَالِهِمَا لَا أَصْلَ لَهَا
وَقَوْلُهُ وَلَا يَسْتَقْبِلُ إِلَخْ سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ


Makna Gerakan Sholat



1. Takbiratul ikhram
Makna :
Pengawalan segala sesuatu, sebagaimana hidup dimulai kelahiran, sesuatu yg ada pasti ada awalnya. Dengan keimanan kita yakin bahwa semuanya berawal dari Allah. Maka dengan takbir kita mengembalikan kepada segala aktivitas kita adalah karena Allah. Takbiratul Ihram sebagai starting point sholat, simbol starting perjalan hidup. Bermakna penyerahan totalitas pada yang Maha Awal bahwa karenaNya kita ada dan karenaNYa kita melakukan perjalanan hidup.

Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah.
Manfaat:
Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.

2. Berdiri 
Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan, karena jika duduk dan berdiam kita tidak mungkin bisa berjalan. Tegak artinya kehidupan harus ditegakkan (ditumbuhkan) pada ruang waktu, iman harus ditegakkan, akhlak harus ditegakkan, amalan pribadi dan amalan sosial juga harus ditegakkan. Sebagai mana sabda rosulullah : “Sholat adalah tiang agama (agama didirikan/ ditegakkan oleh sholat)”. Dalam tegak berdiri, posisi kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan patuh pada segala hukum dan kehendak Allah. Kedua tangan mendekap ulu hati, simbol bahwa hati harus selalu dijaga kebersihannya dalam perjalanan hidup

3. Ruku'

Makna :
Mengenal Allah melalui hasil ciptaanNya . Dalam perjalanan hidup, pada ruang ciptaan Allah kita menemukan, menyaksikan dan merasakan bermacam- macam hal : tanah, air,gunung, laut, hewan, sistem kehidupan, rantai makanan, rasa senang, rasa sedih, rasa marah, kelahiran, kematian, pertengkaran, percintaan, ilmu alam, pikiran, manusia sekitar kita, Nabi, Rosul, dll. Ini merupakan bukti bahwa Allah itu Ada sebagai Pencipta dari semua itu. Dan kita tahu apabila tanpa petunjuk para utusan Allah (Nabi dan Rosul) kita tidak akan tahu jika itu semua ciptaan Allah dan dengan para UtusanNya, kita tahu tujuan hidup serta cara mengisi kehidupan ini agar selamat. Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.

Manfaat:
Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat

4. I'tidal

Makna :
Kemudian kita berdiri lagi untuk mengisi perjalanan hidup dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur setiap saat sehingga tercipta kepatuhan dan ketaatan. Dengan mengetahui hasil ciptaan Allah, maka akan tumbuh kekaguman dan kecintaan pada Allah sehingga tumbuh rasa cinta dan iklas atau dengan senang hati akan menjalani menjalani hidup ini sesuai Kehendak Allah.

Manfaat :Postur:
Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.

Manfaat:
I'tidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.

5. Sujud
Makna :
Jika berdiri di analogikan dengan perjalan jasadi, maka Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol dari perjalanan hati (rohani). Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda ketundukan total pada atas segala kuasa dan kehendak Allah. Menyatu kan kehendak Allah dengan Kehendak kita.Sujud pertama merupakan penyatuan Kehendak Allah dengan Kehendak ruhani/ hati/ jiwa kita. Diselangi permohonan pada duduk antara 2 sujud dengan doa : “Rabbighfirli (ampuni aku), warhamni (sayangi aku), Wajburni (cukupkanlah kekuranganku), warfa’ni (tinggikanlah derajadku), warzuqni (berilah akurezeki), wahdini (tunjukilah aku), wa’fani (sehatkan aku), wa’fu’anni (maafkan aku). Sujud kedua merupakan pernyataan pengagungan Allah secara lebih personal antara makhluk dengan Sang Pencipta, pernyataan ingin kembali pada Sang Pencipta akhir dari perjalanan. Dan pada waktu itu juga, kita dianjurkan untuk memanjatkan doa dalam sujud kita yang panjang.

Manfaat :
Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai. Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.
6. Duduk diantara dua sujud
Makna :
Pengungkapan berbagai permohonan pada Allah untuk memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal perjalanan menuju pertemuan denganNya, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani, serta pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan Allah.

Manfaat:
Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iffirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

 7. Tahiyat

Tahap pemantapan, karena perjalanan hidup itu naik turun dan fitrah manusia tidak lepas dari sifat lupa, maka perlu pemantapan yang di refresh dan diulang untuk semakin kokoh, yaitu dengan Ikrar Syahadat, dengan simbol pengokohan ikrar melalui telunjuk kanan. Sebelum Ikrar, memberikan penghormatan untuk para Utusan Allah dan ruh hamba- hamba sholeh (Auliya) yang melalui merekalah kita mengenal Allah dan melalui ajaranya kita dibimbing ke jalanNya, serta menjadikan mereka menjadi saksi atas Ikrar kita. Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang diajarkan Rosululloh Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam perjalanan kita. Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi (Ibrohim) yang menjadi bapak induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan permohonan perlindungan dari kejahatan tipuan Setan dan Jin agar kita dapat tetap istiqomah dan berhasil mencapai Allah.

8. Salam
Salam adalah ucapan yang mengakui adanya manusia lain yang sama- sama melakukan perjalanan dalam hidup ini (aspek kemasyarakatan). Menunjukkan bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah kepada sesama untuk saling bahu membahu menegakkan kehidupan yang harmonis (selaras) dan tegaknya kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan di bumi. Salam adalah penutup sekaligus awal dari mulainya praktek aplikasi sholat dalam bentuk aktivitas kehidupan di lapangan hingga ke sholat berikutnya. Nah salam itu simbol dari putaran yang dimulai dari kanan ke kiri dengan poros badan. Jika dihubungkan dengan Hukum Kaidah Tangan Kanan berarti arah energi ke atas, simbolisasi bahwa perjalanan digantungkan pada Allah SWT (di atas) sebagai penjamin keselamatan dalam perjalanan.

Manfaat :
Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal. Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah. BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar-dalam.


Rabu, 16 Oktober 2019

Pengertian Najis



1. Pengertian Najis
Di dalam kitab Fathul Qorib ada dijelaskan:
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani. Bangkai dan semua bagian dari bangkai itu seperti kulit, rambut, serta tulang kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang. Termasuk najis juga bagian dari hewan yang hidup yang terpisah atau terpotong kecuali yang asal dari manusia, ikan dan belalang.
Jadi dapat disimpulkan yang termasuk najis yaitu:
1.Bangkai, kecualimanusia,ikan dan belalang.
2.Darah.
3.Nanah.
4.Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur.
5.Anjing dan babi.
6.Minuman keras seperti arak dan sebagainya.
7.Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.
2. Macam-macam Najis
Najis dibedakan menjadi tiga menurut tingkatannya yaitu: najis mugolazoh, najis mutawasitah, dan najis mukhafafah. Kemudian ketiga macam najis ini pun di bagi-bagi lagi. Untuk lebih jelasnya lihat rinciannya berikut ini.
1. Najis Mugollazoh
Najis mugolazoh (najis berat), yaitu najis anjing, babi dan keturunannya.
Cara menyucikan najis ini harus diulang tujuh kali dengan air dan salah satunya harus dicampur dengan debu atau tanah. Tidak penting apakah air campuran tanah itu dibasuhan pertama atau terakhir sama saja.
7 x basuh = 6 x digosok dengan air + 1 x digosok dengan air yang dicampur debu atau tanah.
Kalau cara itu tidak dilakukan maka belum dianggap suci dari najis mugolazoh walaupun kelihatan sudah bersih/hilang kotornya.
Lagi pula najis dan kotor itu beda. Sesuatu yang najis pasti kotor adanya, tetapi sesuatu yang kotor belum tentu najis.
Contoh najis mugolazoh adalah jilatan anjing baik yang mengenai tempat, pakaian, badan atau benda-benda lain.
Sabda Rasulullah saw,
“Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kamu bila dijilat anjing, yaitu membasuhnya (dengan air) sebanyak tujuh kali, yang salah satu basuhannya dicampur dengan debu”. Hadis riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi.
Seandainya air yang digunakan membasuh itu air mengalir dan keruh, maka itu sudah mencukupi dan tidak perlu menggunakan debu lagi.
2. Najis Mutawassitah
Najis Mutawasitah yaitu najis yang kadar najisnya sedang, artinya tidak berat dan tidak ringan. Seperti air kencing, tinja, kotoran binatang, bangkai (selain bangkai anjing dan babi), darah, muntah, khamer (semua minuman yang memabukkan), wadi, dan mazi.
Najis Mutawassitah dibedakan menjadi 2, yakni:
a. Najis Ainiyah
Artinya najis yang zat, warna, bau, dan rasanya, atau salah satu dari keempat sifat tersebut terlihat nyata, maka cara menyucikannya dengan menghilangkan najisnya lebih dahulu, baru setelah itu disiram dengan air.
Dalil sabda Rasulullah waktu menjawab pertanyaan seorang wanita yang kainnya kena darah,
“Apabila kena darah haid pada kain seseorang kamu, maka hendaklah dikikisnya dengan kuku, kemudian dipercikkan dengan air, kemudian ia mengerjakan shalat dengan kain itu!” (Hadis terdapat dalam Al Umm Imam Syafi’i ra)
Tetapi seandainya warna atau baunya sulit dihilangkan, maka kesulitan tersebut termasuk perkara yang ma’fu (yang dimaafkan).
b. Najis Hukmiah
Artinya najis yang zat, warna, bau, dan rasanya tidak dapat dilihat, seperti air kencing yang sudah mengering, cara menyucikannya cukup mengalirkan air di atas benda yang terkena najis tersebut.
3. Najis Mukhaffafah
Najis mukhaffafah yaitu najis yang tingkat kenajisannya tergolong ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang belum makan kecuali air susu ibunya (ASI).
Cara menyucikan najis ini cukup dengan memercikkan atau mengusapnya dengan air pada tempat atau benda yang terkena air kencing.
Sedangkan untuk air kencing bayi perempuan tingkatan najisnya setingkat najis air kencing seorang dewasa, termasuk cara menyucikannya juga seperti air kencing orang dewasa.
Artinya mencucinya (kencing anak-anak perempuan) hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.
Sabda Rasulullah saw.:
“Kencing anak-anak perempuan dibasuh, dan kencing anak-anak laki-laki diperciki.” (Riwayat Tirmizi)
Tambahan:
Semua macam darah adalah najis kecuali darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan.
Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan.
Kulit bangkai binatang menjadi suci dengan disamak, kecuali kulit anjing dan kulit babi tetap najisnya walaupun disamak.
Arak akan menjadi suci jika arak itu berubah menjadi cuka dengan syarat perubahan itu terjadi dengan sendirinya tanpa diberi sesuatu dalam arak itu. Otomatis wadah dari arak itu ikut suci pula.
Hewan yang tidak mempunyai darah yang menalir di dalam tubuhnya seperti lalat yag mati tercebur ke dalam air maka air tersebut tidak najis ,akan tetapi apabila bangkai lalat itu banyak dan hingga dapat merubah warna air maka air tersebut akan menjadi najis,dan apabila air muncul hewan seperti uget-uget maka air tersebut tidak najis
Semua hewan itu pada dasarnya itu suci kecuali anjing dan babi dan segala sesuatu yang di keluarkan dari anjing dan babi itu hukumnya najis mughaladhah
Semua mayat itu najis kecuali mayat manusia, ikan, dan belalang, ketiga mayat itu suci .

Perkara yang najis bisa menjadi suci yaitu dengan cara mendiamkan sesuatu hingga berubah wujud nya (membusuk)seperti arak ketika menjadi cukak dengan sendirinya tanpa diberi sesuatu di dalam arak tersebut ,dan ketika arak tersebut sudah menjadi suci maka wadah arak tersebut ikut menjadi suci.
Sumber Rujukan Kitab Fathul Qorib

(فَصْلٌ)

فِيْ بَيَانِ النَّجَاسَاتِ وَإِزَالَتِهَا وَهَذَا الْفَصْلُ مَذْكُوْرٌ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ قُبَيْلَ كِتَابِ الصَّلَاةِ
وَالنَّجَاسَةُ لُغَةً الشَّيْئُ الْمُسْتَقْذَرُ وَشَرْعًا كُلُّ عَيْنٍ حَرُمَ تَنَاوُلُهَا عَلَى الْإِطْلَاقِ حَالَةَ الْإِخْتِيَارٍ مَعَ سُهُوْلَةِ التَّمْيِيِزِ لَا لِحُرْمَتِهَا وَلَا لِإسْتِقْذَارِهَا وَلَا لِضَرَرِهَا فِيْ بَدَنٍ أَوْ عَقْلٍ
وَدَخَلَ فِي الْإِطْلَاقِ قَلِيْلُ النَّجَاسَةِ وَكَثِيْرُهَا
وَخَرَجَ بِالْاِخْتِيَارِ الضَّرُوْرَةُ فَإِنَّهَا تُبِيْحُ تَنَاوُلَ النَّجَاسَةِ
وَبِسُهُوْلَةِ التَّمْيِيْزِ أَكْلُ الدُّوْدِ الْمَيِّتِ فِيْ جُبْنٍ وَ فَاكِهَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ لَا لِحُرْمَتِهَا مَيْتَةُ الْآدَمِيِّ
وَبِعَدَمِ الْإِسْتِقْذَارِ الْمَنِيُّ وَنَحْوُهُ
وَبِنَفْيِ الضَّرَرِ الْحَجَرُ وَالنَّبَاتُ الْمُضِرُّ بِبِدَنٍ أَوْ عَقْلٍ
ثُمَّ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطًا لِلنَّجَسِ الْخَارِجِ مِنَ الْقُبُلِ وَالدُّبُرِ بِقَوْلِهِ
(وَكُلُّ مَائِعٍ خَرَجَ مِنَ السَّبِيْلَيْنِ نَجَسٌ) هُوَ صَادِقٌ بِالْخَارِجِ الْمُعْتَادِ كَالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَبِالنَّادِرِ كَالدَّمِّ وَالْقَيْحِ
(إَلَّا الْمَنِيَّ) مِنْ آدَمِيٍّ أَوْ حَيَوَانٍ غَيْرِ كَلْبٍ وَخِنْزِيْرٍ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا مَعَ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ
وَخَرَجَ بِمَائِعٍ الدُّوْدُ وَكُلُّ مُتَصَلِّبٍ لَا تُحِيْلُهُ الْمَعِدَّةُ فَلَيْسَ بِنَجَسٍ بَلْ هُوَ مُتَنَجِسٌ يَطْهُرُ بِالْغَسْلِ
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَكُلُّ مَا يَخْرُجُ بِلَفْظِ الْمُضَارِعِ وَإِسْقَاطُ مَائِعٍ.
(وَغَسْلُ جَمِيْعِ الْأَبْوَالِ وَالْأَرْوَاثِ) وَلَوْ كَانَا مِنْ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ (وَاجِبٌ)
وَكَيْفِيَّةُ غَسْلِ النَّجَاسَةِ إِنْ كَانَتْ مُشَاهَدَةً بِالْعَيْنِ وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْعَيْنِيَّةِ تَكُوْنُ بِزَوَالِ عَيْنِهَا وَمُحَاوَلَةِ زَوَالِ أَوْصَافِهَا مِنْ طُعْمٍ أَوْ لَوْنٍ أَوْ رِيْحٍ
فَإِنْ بَقِيَ طُعْمُ النَّجَاسَةِ ضَرَّ أَوْ لَوْنٌ أَوْ رِيْحٌ عَسُرَ زَوَالُهُ لَمْ يَضُرَّ
وَإِنْ كَانَتِ النَّجَاسَةُ غَيْرَ مُشَاهَدَةٍ وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْحُكْمِيَّةِ فَيَكْفِيْ جَرْيُ الْمَاءِ عَلَى الْمُتَنَجِّسِ بِهَا وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً
ثُمَّ اسْتَثْنَى الْمُصَنِّفُ مِنَ الْأَبْوَالِ قَوْلَهُ (إِلَّا بَوْلَ الصَّبِيِّ الَّذِيْ لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ) أَيْ لَمْ يَتَنَاوَلْ مَأْكُوْلًا وَلَا مَشْرُوْبًا عَلَى جِهَّةِ التَّغَذِّيِ (فَإِنَّهُ) أَيْ بَوْلَ الصَّبِيِّ (يَطْهُرُ بِرَشِّ الْمَاءِ عَلَيْهِ)
وَلَا يُشْتَرَطُ فِي الرَّشِّ سَيَلَانُ الْمَاءِ
فَإِنْ أَكَلَ الصَّبِيُّ الطَّعَامَ عَلَى جِهَّةِ التَّغَذِّيِ غُسِلَ بَوْلُهُ قَطْعًا
وَخَرَجَ بِالْصَبِيِّ الصَّبِيَّةُ وَالْخُنْثَى فَتُغْسَلُ مِنْ بَوْلِهِمَا.
وَيُشْتَرَطُ فِيْ غَسْلِ الْمُتَنَجِّسِ وُرُوْدُ الْمَاءِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ قَلِيْلًا فَإِنْ عَكَسَ لَمْ يَطْهُرْ
أَمَّا الْمَاءُ الْكَثِيْرُ فَلَا فَرْقَ بَيْنَ كَوْنِ الْمُتَنَجِّسِ وَارِدًا أَوْ مَوْرُوْدًا
(وَلَا يُعْفَى عَنْ شَيْئٍ مِنَ النَّجَاسَاتِ إِلَّا الْيَسِيْرُ مِنَ الدَّمِّ وَالْقَيْحِ) فَيُعْفَى عَنْهُمَا فِيْ ثَوْبٍ أَوْ بَدَنٍ وَتَصِحُّ الصَّلَاةُ مَعَهُمَا
(وَ) إِلَّا (مَا) أَيْ شَيْئٌ (لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ) كَذُبَابٍ وَنَمْلٍ (إِذَا وَقَعَ فِيْ الْإِنَاءِ وَمَاتَ فِيْهِ فَإِنَّهُ لَا يُنَجِّسُهُ)
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ إِذَا مَاتَ فِي الْإِنَاءِ
وَأَفْهَمَ قَوْلُهُ وَقَعَ أَيْ بِنَفْسِهِ أَنَّهُ لَوْ طُرِحَ مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ فِيْ الْمَائِعِ ضَرَّ وَهُوَ مَاجَزَمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ وَلَمْ يَتَعَرَّضْ لِهَذِهِ الْمَسْأَلَةِ فِي الْكَبِيْرِ
وَإِذَا كَثُرَتْ مَيْتَةُ مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ وَغَيَّرَتْ مَا وَقَعَتْ فِيْهِ نَجَّسَتْهُ
وَإِذَا نَشَأَتْ هَذِهُ الْمَيْتَةُ مِنَ الْمَائِعِ كَدُوْدِ خَلٍّ وَفَاكِهَةٍ لَمْ تُنَجِّسْهُ قَطْعًا
وَيُسْتَثْنَى مَعَ مَا ذَكَرَهَا مَسَائِلُ مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمَبْسُوْطَاتِ سَبَقَ بَعْضُهَا فِيْ كِتَابِ الطَّهَارَةِ
(وَالْحَيَّوَانُ كُلُّهُ طَاهِرٌ إِلَّا الْكَلْبَ وَالْخِنْزِيْرَ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا) مَعَ حَيَّوَانٍ طَاهِرٍ
وَعِبَارَتُهُ تَصْدُقُ بِطَهَارَةِ الدُّوْدِ الْمُتَوَلِّدِ مِنَ النَّجَاسَةِ وَهُوَ كَذَلِكَ
(وَالْمَيْتَةُ كُلُّهَا نَجَسَةٌ إِلَّا السَّمَكَ وَالْجَرَادَ وَالْآدَمِيَّ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ ابْنُ آدَمَ أَيْ مَيْتَةَ كُلٍّ مِنْهَا فَإِنَّهَا طَاهِرَةٌ
(وَيَغْسِلُ الْإِنَاءَ مِنْ وُلُوْغِ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيْرِ سَبْعَ مَرَّاتٍ) بِمَاءٍ طَهُوْرٍ (إِحَدَاهُنَّ) مَصْحُوْبَةٌ (بِالتُّرَابِ) الطَّهُوْرِ يَعُمُّ الْمَحَلَّ الْمُتَنَجِّسَ
فَإِنْ كَانَ الْمُتَنَجِّسُ بِمَا ذُكِرَ فِيْ مَاءٍ جَارٍ كَدَرٍ كَفَى مُرُوْرُ سَبْعِ جَرَيَاتٍ عَلَيْهِ بِلَا تَعْفِيْرٍ
وَإِذَا لَمْ تَزُلْ عَيْنُ النَّجَاسَةِ الْكَلْبِيَّةِ إِلَّا بِسِتِّ غَسَلَاتٍ مَثَلًا حُسِبَتْ كُلُّهَا غَسْلَةً وَاحِدَةً
وَالْأَرْضُ التُّرَابِيَّةُ لَا يَجِبُ التُّرَابُ فِيْهَا عَلَى الْأَصَحِّ.
(وِيُغْسَلُ مِنْ سَائِرِ) أَيْ بَاقِي (النَّجَاسَاتِ مَرَّةً وَاحِدَةً) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ مَرَّةً (تَأْتِيْ عَلَيْهِ وَالثَّلَاثُ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالثَّلَاثَةُ بِالتَّاءِ (أَفْضَلُ)
وَاعْلَمْ أَنَّ غَسَالَةَ النَّجَاسَةِ بَعْدَ طَهَارَةِ الْمَحَلِّ الْمَغْسُوْلِ طَاهِرَةٌ إِنِ انْفَصَلَتْ غَيْرَ مُتَغَيِّرَةٍ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهَا بَعْدَ انْفِصَالِهَا عَمَّا كَانَ بَعْدَ اعْتِبَارِ مِقْدَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ الْمَغْسُوْلُ مِنَ الْمَاءِ
هَذَا إِنْ لَمْ تَبْلُغْ قُلَّتَيْنِ فَإِنَّ بَلَغَتْهُمَا فَالشَّرْطُ عَدَمُ التَّغَيُّرِ
وَلَمَّا فَرَغَ الْمُصَنِّفُ مِمَّا يَطْهُرُ بِالْغَسْلِ شَرَعَ فِيْمَا يَطْهُرُ بِالْاِسْتِحَالَةِ وَهِىَ انْقِلَابُ الشَّيْئِ مِنْ صِفَةٍ إِلَى صِفَةٍ أُخْرَى فَقَالَ.
(إِذَا تَخَلَّلَتِ الْخَمْرَةُ) وَهِيَ الْمُتَّخَذَةُ مِنْ مَاءِ الْعِنَبِ مُحْتَرَمَةً كَانَتِ الْخَمْرَةُ أَمْ لَا وَمَعْنَى تَخَلَّلَتْ صَارَتْ خَلًّا وَكَانَتْ صَيْرُوْرَتُهَا خَلًّا (بِنَفْسِهَا طَهُرَتْ)
وَكَذَا لَوْ تَخَلَّلَتْ بِنَقْلِهَا مِنْ شَمْسٍ إِلَى ظِلٍّ وَ عَكْسِهِ
(وَإِنْ) لَمْ تَتَخَلَّلِ الْخَمْرَةُ بِنَفْسِهَا بَلْ (تَخَلَّلَتْ بِطَرْحِ شَيْئٍ فِيْهَا لَمْ تَطْهُرْ)
وَإِذَا طَهُرَتِ الْخَمْرَةُ طَهُرَ دُنُّهَا تَبْعًا لَهَا.