Sabtu, 09 Maret 2019

Ciri ciri sholatnya orang munafik

kaum munafik diancam oleh Allah dengan mendapat siksa di dalam Neraka Jahannam!

{وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ} [التوبة: 68]

Artinya: “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” QS. At Taubah: 68.
Salah satu penyebabnya adalah sikap mereka yang sangat buruk di dalam perihal shalat.

Saudaraku seiman…Di bawah ini sifat buruk kaum munafik terhadap shalatnya:
1.    Kaum munafik merasa berat dalam mengerjakan shalat.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ » .

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada shalat yang paling berat atas kaum munafik dari shalat Shubuh dan Isya’.” HR. Bukhari dan Muslim.
2.    Kaum munafik tidak menghadiri shalat berjamaah

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ.

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sungguh aku telah melihat kami (yaitu para shahabat radhiyallahu ‘anhum), tidak ada yang absen darinya (shalat berjamaah), kecuali seorang munafik yang dikenal kemunafikannya.” HR. Muslim.

عَنْ أَبِى عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمَومَةٍ لَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « لاَ يَشْهَدُهُمَا مُنَافِقٌ ». يَعْنِى صَلاَةَ الصُّبْحِ وَالْعِشَاءِ. قَالَ أَبُو بِشْرٍ يَعْنِى لاَ يُوَاظِبُ عَلَيْهِمَا.

Artinya: “Abu Umair bin Anas meriwayatkan dari pamannya yang mempunyaipershahabatan dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, ia meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak menghadiri kedua (shalat shubuh dan isya secara berjamaah)nya seoranvg munafik.” Maksudnya adalah shalat shubuh dan shalay Isya’, berkata Abu Bisyr: maksudnya adalah tidak selalu menghadiri kedua shalat itu.
3.    Kaum munafik mengakhirkan shalat ashar sehingga matahari mau terbenam
4.    Kaum munfaik shalatnya terlalu cepat, tidak thuma’ninah seperti burung memakan makanannya
5.    Kaum munafik tidak mengingat Allah di dalam shalatnya kecuali sedikit

عَنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً ».

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah shalatnya seorang munafik, ia duduk menunggu matahari, sehingga jika matahari tersebut terletak antar dua tanduk setan (mau terbenam), maka ia bangun  (shalat) ia shalat dengan cepat sebanyak empat rakaat, tidak menyebut/mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit sekali.” HR. Muslim.
6.    Kaum munafik malas ketika mendirikan shalat
7.    Kaum munafik riya’ di dalam shalatnya

{ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء: 142]

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” QS. An NIsa’: 142

{وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ} [التوبة: 54]

Artinya: “Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”

Aqidah dalam islam

Akidah secara bahasa artinya ikatan. Sedangkan secara istilah akidah artinya keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Dalam pengertian agama maka pengertian akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:

Beriman dengan AllahBeriman dengan para malaikatBeriman dengan kitab-kitab-NyaBeriman dengan para Rasul-NyaBeriman dengan hari akhirBeriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk

Sehingga akidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai keraguan di dalam hati seseorang (lihat At Tauhid lis Shaffil Awwal Al ‘Aali hal. 9, Mujmal Ushul hal. 5)

Kedudukan Akidah yang Benar

Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)

Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya.

Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)'” (QS. An Nahl: 36)

Bahkan setiap Rasul mengajak kepada kaumnya dengan seruan yang serupa yaitu, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang benar) bagi kalian selain Dia.” (lihat QS. Al A’raaf: 59, 65, 73 dan 85). Inilah seruan yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh Nabi-Nabi kepada kaum mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mekkah sesudah beliau diutus sebagai Rasul selama 13 tahun mengajak orang-orang supaya mau bertauhid (mengesakan Allah dalam beribadah) dan demi memperbaiki akidah. Hal itu dikarenakan akidah adalah fondasi tegaknya bangunan agama. Para dai penyeru kebaikan telah menempuh jalan sebagaimana jalannya para nabi dan Rasul dari jaman ke jaman. Mereka selalu memulai dakwah dengan ajaran tauhid dan perbaikan akidah kemudian sesudah itu mereka menyampaikan berbagai permasalahan agama yang lainnya (lihat At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 9-10).

Sebab-Sebab Penyimpangan dari Akidah yang Benar

Penyimpangan dari akidah yang benar adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka pun mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh diri. Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri gara-gara diputus pacarnya.

Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi akidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur dengan materi), sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu berada bukan kampungnya umat Islam. Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan (disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12)

Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:

Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini bisa terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, tidak mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi yang tidak memahami akidah yang benar dan tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan dengannya, sehingga yang benar dianggap batil dan yang batil pun dianggap benar. Hal ini sebagaimana pernah disinggung oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jalinan agama Islam itu akan terurai satu persatu, apabila di kalangan umat Islam tumbuh sebuah generasi yang tidak mengerti hakikat jahiliyah.”Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan, dan meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran. Keadaan ini seperti keadaan orang-orang kafir yang dikisahkan Allah di dalam ayat-Nya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah wahyu yang diturunkan Tuhan kepada kalian!’ Mereka justru mengatakan, ‘Tidak, tetapi kami tetap akan mengikuti apa yang kami dapatkan dari nenek-nenek moyang kami’ (Allah katakan) Apakah mereka akan tetap mengikutinya meskipun nenek moyang mereka itu tidak memiliki pemahaman sedikit pun dan juga tidak mendapatkan hidayah?” (QS. Al Baqarah: 170)Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat-pendapat orang dalam permasalahan akidah tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Inilah kenyataan yang menimpa sekian banyak kelompok-kelompok sempalan seperti kaum Jahmiyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya. Mereka mengikuti saja perkataan tokoh-tokoh sebelum mereka padahal mereka itu sesat. Maka mereka juga ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh dari pemahaman akidah yang benar.Berlebih-lebihan dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh. Mereka mengangkatnya melebihi kedudukannya sebagai manusia. Hal ini benar-benar terjadi hingga ada di antara mereka yang meyakini bahwa tokoh yang dikaguminya bisa mengetahui perkara gaib, padahal ilmu gaib hanya Allah yang mengetahuinya. Ada juga di antara mereka yang berkeyakinan bahwa wali yang sudah mati bisa mendatangkan manfaat, melancarkan rezeki dan bisa juga menolak bala dan musibah. Jadilah kubur-kubur wali ramai dikunjungi orang untuk meminta-minta berbagai hajat mereka. Mereka beralasan hal itu mereka lakukan karena mereka merasa sebagai orang-orang yang banyak dosanya, sehingga tidak pantas menghadap Allah sendirian. Karena itulah mereka menjadikan wali-wali yang telah mati itu sebagai perantara. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari). Beliau memperingatkan umat agar tidak melakukan sebagaimana apa yang mereka lakukan Kalau kubur nabi-nabi saja tidak boleh lalu bagaimana lagi dengan kubur orang selain Nabi ?Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah. Ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistik yang digembar-gemborkan orang barat. Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur dengan sejauh mana kita bisa meniru gaya hidup mereka. Mereka menyangka kecanggihan dan kekayaan materi adalah ukuran kehebatan, sampai-sampai mereka terheran-heran atas kecerdasan mereka. Mereka lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah yang telah menciptakan mereka dan memudahkan berbagai perkara untuk mencapai kemajuan fisik semacam itu. Ini sebagaimana perkataan Qarun yang menyombongkan dirinya di hadapan manusia, “Sesungguhnya aku mendapatkan hartaku ini hanya karena pengetahuan yang kumiliki.” (QS. Al Qashash: 78). Padahal apa yang bisa dicapai oleh manusia itu tidaklah seberapa apabila dibandingkan kebesaran alam semesta yang diciptakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Allah lah yang menciptakan kamu dan perbuatanmu.” (QS. Ash Shaffaat: 96)Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Padahal peranan orang tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR. Bukhari). Kita dapatkan anak-anak telah besar di bawah asuhan sebuah mesin yang disebut televisi. Mereka tiru busana artis idola, padahal busana sebagian mereka itu ketat, tipis dan menonjolkan aurat yang harusnya ditutupi. Setelah itu mereka pun lalai dari membaca Al Qur’an, merenungkan makna-maknanya dan malas menuntut ilmu agama.Kebanyakan media informasi dan penyiaran melalaikan tugas penting yang mereka emban. Sebagian besar siaran dan acara yang mereka tampilkan tidak memperhatikan aturan agama. Ini menimbulkan fasilitas-fasilitas itu berubah menjadi sarana perusak dan penghancur generasi umat Islam. Acara dan rubrik yang mereka suguhkan sedikit sekali menyuguhkan bimbingan akhlak mulia dan ajaran untuk menanamkan akidah yang benar. Hal itu muncul dalam bentuk siaran, bacaan maupun tayangan yang merusak. Sehingga hal ini menghasilkan tumbuhnya generasi penerus yang sangat asing dari ajaran Islam dan justru menjadi antek kebudayaan musuh-musuh Islam. Mereka berpikir dengan cara pikir aneh, mereka agungkan akalnya yang cupet, dan mereka jadikan dalil-dalil Al Qur’an dan Hadits menuruti kemauan berpikir mereka. Mereka mengaku Islam akan tetapi menghancurkan Islam dari dalam. (disadur dengan penambahan dari At Tauhid li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12-13).

Dikutip dari https://muslim.or.id

Kamis, 07 Maret 2019

Mengenal imam bukhari

Orang pertama yang memiliki perhatian untuk mengumpulkan hadits-hadits shahih secara khusus adalah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari (Imam Al Bukhari) dan diikuti oleh sahabat sekaligus muridnya, Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi (Imam Muslim). Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah dua kitab hadits yang paling shahih, namun Shahih Bukhari lebih utama. Pasalnya, Imam Bukhari hanya memasukan hadits-hadits dalam kitab Shahih-nya yang memiliki syarat sebagai berikut:

Perawi hadits sezaman dengan guru yang menyampaikan hadits kepadanyaInformasi bahwa si perawi benar-benar mendengar hadits dari gurunya harus valid

Sedangkan Imam Muslim tidak mensyaratkan syarat yang kedua, yang penting perawi dan gurunya sezaman, itu sudah dianggap cukup.

Demikianlah perbedaan tentang penilaian keshahihan hadits antara Imam Bukhari dan Imam Muslim, sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Sebagaian ulama tidak berpendapat demikian, diantaranya Abu ‘Ali An Naisaburi, guru dari Al Hakim, dan beberapa ulama maghrib.

Namun demikian, bukan berarti Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengumpulkan semua hadits shahih yang ada pada kedua kitab tersebut. Buktinya, beliau berdua kadang meriwayatkan hadits shahih di kitab yang lain. Misalnya Imam At Tirmidzi dan sebagian yang lain, dalam kitab Sunan atau kitab lain, kadang meriwayatkan hadits dari shahih Al Bukhari yang tidak terdapat dalam kitab Shahih-nya.

Jumlah hadits shahih dalam Shahih Bukhari dan Muslim

Ibnu Shalah mengatakan bahwa hadits shahih dalam Shahih Al Bukhari berjumlah 7275 hadits dengan pengulangan. Jika tanpa pengulangan berjumlah 4000 hadits. Sedangkan dalam Shahih Muslim, tanpa pengulangan, berjumlah sekitar 4000 hadits.

Penambahan hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim

Al Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ya’qub bin Akhram berkata: “Al Bukhari dan Muslim tidak melewatkan hadits shahih lain (yang sesuai syarat mereka)”. Ibnu Shalah telah mengkritik pernyataan ini. Buktinya, Al Hakim telah memberi banyak tambahan hadits lain yang memenuhi syarat Bukhari-Muslim, walaupun sebagiannya diperselisihkan.

Menurut Ibnu Katsir, hal ini perlu dikritisi. Karena tambahan Al Hakim tersebut merupakan tambahan yang belum tentu disepakati syaratnya oleh Bukhari-Muslim, bisa jadi karena Bukhari-Muslim melihat kelemahan pada perawinya, atau melihat adanya kecacatan. Wallahu’alam.

Banyak kitab hadits yang telah men-takhrij Shahih Bukhari-Muslim dengan memberikan tambahan yang bagus dan sanad yang bagus, misalnya Shahih Abu ‘Awanah, Shahih Abu Bakar Al Isma’ili, Shahih Al Burqani, Shahih Abu Nu’aim Al Ash-habani dan yang lain. Terdapat kitab lain juga yang diklaim shahih oleh penulisnya, seperti Shahih Ibnu Khuzaimah dan Shahih Ibnu Hayyan Al Bustani. Kedua kitab ini lebih bagus dari kitab Al Mustadrak Al Hakim, serta lebih bersih sanad dan matannya.

Demikian pula, dalam Musnad Imam Ahmad terdapat hadits dengan sanad dan matan yang sama seperti yang terdapat di Shahih Muslim dan Shahih Bukhari. Terdapat juga hadits yang tidak terdapat dalam keduanya atau salah satunya, dan terdapat pula hadits yang tidak diriwayatkan oleh empat kitab hadits induk, yaitu Sunan Abi Daud, Sunan At Tirmidzi, Sunan An Nasa’i dan Sunan Ibnu Majah.

Demikian juga ditemukan banyak hadits shahih dalam Mu’jam Al Kabir danMu’jam Al Wasith Ath Thabrani, Musnad Abu Ya’la, Musnad Al Bazzar, dan kitab-kitab Musnad, Mu’jam, Fawaid dan Ajza yang lain. Adanya hadits-hadits shahih dalam kitab-kitab tersebut ditinjau dari para perawinya dan tidak terdapatnya kecacatan. Dibolehkan mendahulukan hadits-hadits tersebut walau tidak diriwayatkan oleh para huffadz sebelum mereka. Hal ini disetujui oleh Imam Abu Zakaria Yahya An Nawawi, namun Ibnu Shalah tidak sependapat dengan beliau. Syaikh Dhiyauddin Muhammad bin Abdul Wahid Al Maqdisi menulis sebuah kitab hadits yang berjudul ‘Al Mukhtarah‘, namun belum sempurna. Sebagian guru kami ada yang lebih mengutamakan hadits-hadits dalam kitab tersebut dibanding Al Mustadrak Al Hakim. Wallahu’alam

Ibnu Shalah sendiri berkomentar di kitab Mustadrak Al Hakim: “Kitab ini terlalu luas dalam memaknai keshahihan hadits. Penulis terlalu bermudah-mudah dalam menshahihkan hadits. Sebaiknya ia bersikap pertengahan dalam hal ini. Namun, hadits-hadits dalam kitab ini yang belum dishahihkan oleh para imam hadits, kadang ada yang memang shahih, yang lainnya minimal hasan, yang masih bisa dijadikan hujjah. Kecuali beberapa hadits yang jelas kecacatannya, maka dhaif”.

Menurut Ibnu Katsir, dalam kitab Al Mustadrak terdapat berbagai jenis hadits. Ada hadits yang memang shahih yang tidak ada di Shahih Bukhari-Muslim, namun sedikit. Ada pula hadits shahih yang diklaim oleh Al Hakim tidak terdapat dalam Shahih Bukhari-Muslim padahal sebenarnya diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, namun Al Hakim tidak tahu. Ada pula hadits hasan, dhaif, hadits palsu. Guru kami, Imam Adz Dzahabi, telah meringkas kitab ini dan memberi penjelasan pada setiap hadits, dan dijadikan satu jilid kitab yang tebal, beliau menemukan hampir seratus hadits palsu dari Al Mustadrak. Wallahu’alam.

Beberapa catatan tentang Shahih Bukhari-Muslim

Ibnu Shalah pernah menjelaskan tentang hadits-hadits yang mu’allaq dalam Shahih Bukhari-Muslim. Jumlahnya sedikit, beliau mengatakan ada sekitar 14 hadits. Secara ringkas beliau menjelaskan, hadits mu’allaq dengan shighah jazm dalam Shahih Bukhari adalah hadits shahih dari jalan perawi yang disebutkan, sedangkan jalan yang lain perlu diteliti. Lalu hadits mu’allaq dengan shighah tamridh, belum tentu shahih dan belum tentu tidak shahih. Karena terkadang ada hadits yang demikian dan ternyata memang hadits shahih, misalnya diketahui bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim juga. Kemudian hadits muallaq tersebut tidak dikelompok ke dalam hadits shahih musnad, walau beliau menamai kitabnya “Al Jami’ Al Musnad Ash Shahih Al Mukhtashar Fii Umuuri Rasululillah Shallallahu’alaihi Wasallam”Jika Imam Al Bukhari berkata “Qaala Lanaa” (Seseorang berkata kepada saya) atau berkata “Qaala Lii Fulaanun Kadzaa” (Fulan berkata kepada saya begini) atau “Zaadanii” (Seseorang memberikan tambahan kepada saya), atau perkataan semisal, dihukumi muttashil menurut pendapat mayoritas ulama hadits. Ibnu Shalah juga mengabarkan bahwa yang demikian juga merupakan bentuk hadits mu’allaq, Imam Bukhari menyebutkan hadits tersebut untuk memperkuat bukan sebagai pokok, dan kadang hadits tersebut di dengar oleh Imam Bukhari dalammudzakrah. Ibnu Shalah dalam hal ini telah membantah Al Hafidz Abu Ja’far bin Hamdan yang mengatakan bahwa jika Imam Al Bukhari berkata “Qaala Lii Fulaanun” (Fulan berkata kepada saya) adalah untuk munaawalah.Ibnu Shalah juga mengingkari Ibnu Hazm yang menolak hadits Bukhari tentang alat musik karena pada hadits tersebut Al Bukhari berkata: “Hisyam bin ‘Ammar berkata…”. Ibnu Shalah mengatakan bahwa Ibnu Hazm salah dalam beberapa hal, hadits ini shahih dari Hisyam bin ‘Ammar. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, Abu Daud dalam Sunan-nya, Al Burqani dalam Shahih-nya, dan yang lainnya. Semua riwayatnya musnad muttashil sampai kepada Hisyam bin ‘Ammar dan gurunya. Ibnu Katsir  telah menjelaskan hal ini dalam kitab Al Ahkam.Ibnu Shalah mengabarkan bahwa Shahih Bukhari-Muslim telah diterima oleh kaum muslimin dengan sepakat. Kecuali beberapa hadits saja yang dikritik setelah diteliti oleh sebagian Huffadz seperti Ad Daruquthni dan yang lainnya. Dari kesepakatan tersebut diputuskan bahwa hadits-hadits Bukhari-Muslim pasti shahih. Karena kaum muslimin ma’shum dari kesalahan jika telah bersepakat. Karena jika ummat menilainya shahih dan mewajibkan beramal dengannya, maka tentu hadits-hadits tersebut pada hakikatnya memang shahih. Inilah pendapat yang bagus. NamunMuhyiddin An Nawawi tidak sependapat dengan pendapat ini, ia berkata: “Kesepakatan kaum muslimin dalam hal ini tidak memastikan hadits-hadits Bukhari-Muslim pasti shahih”. Ibnu Katsir lebih cenderung sepakat dengan pendapat Ibnu Shalah. Wallahu’alam. Setelah menjelaskan demikian, Ibnu Shalah menyampaikan perkataan Ibnu Taimiyah yang intinya: “Telah dinukil pernyataan dari para ulama bahwa hadits-hadits yang sepakati diterima oleh ummat. Diantara para ulama tersebut:Al Qadhi Abdul Wahhab Al MalikiSyaikh Abdul Hamid Al Asfara-iniAl Qadhi Abu Thayyib Ath ThabariSyaikh Abu Ishaq Asy Syairaazi Asy Syafi’iIbnu HamidAbu Ya’a Ibnul Farra’Abul KhattabIbnu Az Zaghwani dan ulama Hanabilah semisal beliauSyamsul A-immah As Sarkhasi Al Hanafi, ia berkata: ‘Ini adalah pendapat para ahli kalam dari kalangan Asy’Ariyyah, seperti Ishaq Al Asfara-ini dan Ibnu Faurak, dan juga merupakan pendapat Ahlul Hadits secara khusus dan Mazhab Salaf secara umum” (sampai di sini perkataan Ibnu Taimiyyah)

Dikutip dari https://muslim.or.id

Rabu, 06 Maret 2019

Sejarah Islam



Setiap agama memiliki sejarahnya masing-masing. Di dunia pun seperti Yahudi, memiliki sejarah tersendiri. Sejarah Yahudi dalam islam adalah salah sejarah yang juga mempengaruhi perkembangan islam di dunia dari bangsa bani israil.

Islam maju dan berkembang dari mulai abad ke 6 hingga abad ke 21 ini bukan tanpa sejarah panjang dan perjalanan yang sangat berliku. Rasulullah SAW (Muhammad) yang merupakan bagian dari tokoh sejarah agama islam, diutus oleh Allah untuk menyampaikan ajaran islam di kota Mekkah lalu berkembang di Madinah hingga saat ini masuk ajarannya ke seluruh pelosok dunia.

Sejarah Islam

Tidak dapat dipungkiri bahwa penganut agama islam adalah yang juga terbesar di dunia. Islam menjadi agama yang besar secara penganut dan pengaruhnya baik dalam lingkup sosial, ekonomi, dan politik dunia. Hal ini yang juga tidak terlepas dari sejarah hidup dan kisah teladan Nabi Muhammad , Rasulullah SAW, yang memperjuangkan tegaknya islam di muka bumi.

Kisah sejarah islam juga mengangat kedudukan wanita dalam islam dan peran wanita dalam islam. Wanita dalam islam dihargai dan juga diberikan ruang untuk berkarya setelah sekian lama wanita hanya diberikan sedikit saja ruang untuk bekerja dan berpendidikan.

Untuk mengetahui bagaimana ajaran islam yang dibawa Rasulullah bermula, berkembang hingga saat ini maka tentunya sebagai umat islam harus mempelajari sejarahnya dan mengetahui seluk beluk perkembangan islam. Dalam sebuah pepatah mengatakan bahwa orang yang mengenal sejarah asal-usulnya akan mengenal dirinya. Islam adalah agama yang merupakan panduan dan dasar-dasar kehidupan. Darimana dia berasal, bagaimana dikembangkan sangat mempengaruhi cara pandang kita terhadap islam. Bagaimanapun islam tidak bisa dilepaskan dari konteks histrorisitas yang mengawalinya.

Hal-Hal Menarik Mengenai Sejarah Islam di Dunia

Sejarah islam di dunia bermula dan berawal di kota Mekkah. Ada berbagai macam sudut pandang atau hal-hal yang bisa dipelajari dari sejarah islam di dunia melalui berbagai ilmu pengetahuan. Berikut adalah hal-hal menarik mengenai sejarah islam dunia yang bisa dipelajari dan diketahui oleh umat islam atapun umat agama lain yang ingin mengenal lebih dekat dengan islam.

Mengenai Persebaran Islam di Dunia

Pada awalnya Nabi Muhammad SAW diperintahkan Allah untuk memperbaiki masyarakat jahiliah yang ada di Arab, khususnya di Mekkah. Setelah berjalan beberapa tahun lamanya kemudia Rasulullah SAW menyebarkan dan membangun islam di Kota Madinah. Bermula dari sanalah kemudian islam berkembang ke berbagai daerah.

Hal ini menunjukkan bahwa islam tidak hendak diturunkan hanya untuk masyarakat Arab saja melainkan disebarkan ke berbagai belahan dunia karen nilai islam adalah universal, tidak terikat waktu dan tempat. Untukitu Rasul dan para sahabat turut berdakwah dan menyebarkan islam di berbagai daerah lainnya walaupun Nabi Muhammad telah tiada.

Islam berkembang dan mulai muncul kerajaan berbasis islam. Wilayah jazirah arab, timur tengah sampai ke Eropa dan Asia mulai terjamah oleh ulama dan raja-raja islam. Kerajaan tersebut seperti khilafah Bani Ummayah, Mughal, Abbasiyah, Ottman, India, Malaka, Turki Seljuq, dan lainnya.

Hingga saat ini dapat kita ketahui bahwa hampir di seluruh pelosok dunia telah mengenal agama islam dan beredar pula sampai ke daerah-daerah Afrika, Amerika, Australia, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan bukti bahwa umat islam di zaman Rasulullah sangat gencar menyebarkan islam, menyiapkan para pemimpin dan ulama di tengah-tengah masyrakat sesuai dengan konteks dan masalahnya masing-masing.

Sejarah Perkembangan Kerajaan, Khilafah, dan Politik Islam

Berbagai cara pandang, kebijakan, dan tentunya hukum yang berlaku di suatu masyarakat tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor pemimimpin atau rajanya. Hal ini dalam islam permasalahan sosial dan politik sangat mempengaruhi.

Contohnya saja. Di masa kepemimpinna dinasti ummayah banyak beredar pemikiran konsep takdir jabariah yang dimana nasib manusia sudah ditentukan segala-galanya sedangkan hasilnya bergantung kepada Allah, tanpa memikirkan faktor usaha. Kepasrahan begitu tinggi hingga yang terjadi masyarakat cenderung menerima keadaan saja tanpa mengubahnya susah payah.

Di masa kekhalifahan abbasiyah misalnya, dengan fokus pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah-masalah politik internal bisa diatasi namun setelahnya kembali terpecah belah dan islam mulai kembali mundur ke belakang.

Mengenai Peradaban dan Hasil Karya Umat Islam Untuk Dunia

Sejarah islam di dunia juga dapat dipelajari tentang bagaimana peradaban dan hasil karya tiap-tiap ummat yang ada di berbagai wilayah. Ada banyak sekali hasil peradaban dan hasil karya umat islam di dunia yang bisa dipelajari dan juga masih terasa manfaatnya hingga kini.

Mengenal peradaban dan hasil karya umat islam di masa lampu lewat sejarah dapat membangun motivasi kita untuk meneruskan berbagai perkembangan yang pernah ada dengan mengikuti konteks yang berkembang hingga di zaman moderen ini. Selain itu, kita pun bisa mengetahui dan akhirnya termotivasi untuk mewariskan apa yang ada sebelumnya lebih baik lagi.Apalagi tujuan penciptaan manusia  dan hakikat manusia menurut islam di muka bumi ini hakikatnya adalah untuk membangun peradaban yang harus terus maju dan kuat.

Dari sejarah islam di dunia kita bisa mengenal Ilmuwan-Ilmuwan Islam seperti : Ibnu Sina sebagai ahli filsafat dan kedokteran, Al Jabbar, Al Kindi, dan lain sebagainya. Mengenal sejarah ilmuwan tersebut dapat kita pahami pula bahwa islam adalah agama yang sangat mendukung dan mewajibkan ilmu pengetahuan sebagai alat perkembangan zaman. Tentunya dengan dasar Al-Quran serta Sunnah Rasul.

Dengan adanya para ulama muslim, umat islam pun akhirnya banyak mengenal ilmu-ilmu sains yang sangat berkaitan erat dengan Al-Quran. Contohnya saja proses penciptaan manusia yang begitu detail Allah jelaskan dalam ayat-ayat-Nya.

Berbagai Aliran dan Pemikiran Islam di Dunia

Mempelajari sejarah islam di dunia bisa juga berkenaan dengan aliran pemikiran islam yang berkembang. Disadari bahwa Al-Quran adalah petunjuk hidup manusia. Ketika sudah sampai pada tangan manusia ada banyak hasil pemikiran dan tafsir mengenai ayat-ayat Al-Quran yang akhirnya sampai pada munculnya berbagai aliran islam dan golongan.

Dari hal ini bisa ketahui bahwa sejarah islam di dunia pun sangat dipengaruhi dari berbagai penafiran tentang ayat Allah dan usaha untuk menterjemahkannya dalam situasi dan konteks yang berbeda di masa kini. Namun, di sisi lain juga bisa mengenali dan mengetahui bahwa islam di masa lalu juga bisa bersatu padu dan kuat di segala aspek walaupun sudah muncul berbagai perbedaan pendapat dan pemikiran.

Manfaat Mempelajari Sejarah Islam Dunia

Ada banyak manfaat mempelajari islam di Dunia dan tentunya semuya muslim diharapakan bisa mempelajari agamanya dari aspel sejarah yang berkembangnya.

Salah satu manfaat yang paling besar adalah kita bisa mengambil pelajaran berharga dari perjalanan islam di masa lalu. Misalnya saja kita bisa mengetahui apa yang membuat ilmu pengetahuan dapat berkembang pesat dan bermunculan ilmuwan-ilmuwan islam yang mewariskan ilmu serta teknologi yang luar biasa di tengah masyarakat lain masih terbelakang. Begitupun kita akan mengetahui apa sebab-sebab dari umat islam mengalami kegagalan dan kehancuran di zaman tertentu.

Tujuan hidup menurut islam adalah untuk menegakkan islam dan kebenaran di bumi. Tanpa mengenal lewat sejarah dapat diketahui bahwa umat islam akan kalah, hancur, dan tidak belajar dari masa lalunya. Baik masa lalu yang dalam kejayaan atau masa lalu dalam kemunduran.

Cara Mempelajari Sejarah Islam Dunia

Untuk mempelajari sejarah islam di dunia, maka umat islam harus mempelajarinya lewat cara dan metode yang benar. Ada banyak sekali kajian ilmiah mengenai metode atau cara mempelajari sejarah, khususnya sejarah islam.

Mempelajari sejarah islam dunia juga meupakan bagian dari tujuan pendidikan islam yang berkaitan dengan konsep manusia islam. Berikut penulis sertakan beberapa hal dasar yang harus dilakukan dalam mempelajari sejarah islam.

Mencarinya dari Sumber yang Valid

Sumber yang valid disini artinya adalah orang yang menulis sejarah tersebut memiliki perangkat ilmu dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Kevalidan bukan hanya soal gelar, status, dan juga soal agamanya. Kevalidan dinilai dari apa metode dan cara dia mengambil data, mengolahnya dan menjadikannya suatu acuan yang benar.

Dalam titik tertentu ada banyak sejarah islam yang disebar dan dibuat oleh kaum orientalis yang sengaja ingin menghancurkan islam. Di sisi lain ada juga yang

Mengkroscheckan dengan Nilai Dasar Islam yang ada di Al-Quran dan Sunnah Rasul

Mempelajari sejarah islam di dunia juga bisa kita crosscheck kan dari prinsip dasar islam yang ada di Al-Quran dan Sunnah. Dengan cara tersebut, maka kita tidak akan mudah untuk mempercayai apa yang dikatakan oleh satu orang dan bisa menguji kevalidan data yang disampaikan.

Referensi Lebih dari Satu

Mempelajari sejarah islam di dunia bisa kita mempelajarinya dari lebih satu referensi. Hal ini untuk menambah khazanah intelektual kita dan tidak mudah mengambil kesimpulan hanya dari satu referensi. Setiap ilmuwan memiliki beragam sudut pandang. Dari keberagaman itulah kita bisa menilai dan melihat lebih banyak wawasan. Sehingga wawasan sejarah islam di dunia lebih luas kita dapatkan.

Mempelajari sejarah islam di dunia membuat kita semakin mengenal islam. Islam lahir dengan tujuan memberikan petunjuk dan keselamatan manusia walaupun itu pada pemeluk kepercayaan lainnya. Untuk itu islam sangat menghargai toleransinya, karena ada banyak manfaat toleransi antar umat beragama. Jika toleransi umat beragama dari sejarah islam dunia saja sangat banyak manfaatnya, maka begitupun manfaat dari pengertian ukhuwah islamiyah insaniah dan wathaniyah.

Ali bin Abi Thalib

Ali bernama lengkap ali bin Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Beliau dilahirkan di Makkah pada hari Jum'at 13 Rajab tahun 570 M atau 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad saw.

Beliau tinggal bersama Nabi Muhammad saw sejak kecil. Beliau diasuh sebagaimana anak sendiri karena kondisi ayahnya yang miskin. Beliau mendapat didikan langsung dari Nab Muhammad saw sehingga menjadi seorang yang berbudi tinggi dan berjiwa luhur.

Ali bin Abi Thalib masuk Islam saat berusia tujuh tahun. beliau adalah anak kecil yang pertama masuk Islam, sebagaimana Khadijah adalah wanita yang pertama masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah budak yang pertama masuk Islam, Abu Bakar ra adalah lelaki merdeka yang pertama masuk Islam.

Ali bin Abi Thalib mendapat nama panggilan  Abu Turab (Bapaknya tanah) dari Nabi saw. Abu Turab adalah panggilan yang paling disenangi oleh Ali karena nama itu adalah  kenang-kenangan berharga dari Nabi saw.



Ali adalah salah seorang dari sepuluh shahabat yang dijamin masuk surga. Ali adalah orang laki-laki pertama yang masuk Islam dan pertama dari golongan anak kecil. Beliau dinikahkan dengan putri Nabi saw, Fathimah Az Zahra. Lahir dari Fatimah dua anak yaitu Hasan dan Husein.



Peranan Ali bin Abi Thalib sangat besar. Beliau menggantikan Nabi Muhammad saw di tempat tidurnya ketika Nabi saw mau hijrah. Beliau mempertaruhkan nyawanya karena saat itu rumah Nabi Muhammad sudah dikepung oleh algojo kafir Quraisy. Setelah itu, dia mendapat siksaan dari Kafir Quraisy.



Selain itu, Ali bin Abi Thalib mendapat tugas untuk menyelesaikan urusan-urusan yang terkait dengan amanat Nabi Muhammad saw. Sehingga beliau sempat beberapa hari tinggal dulu di Makkah. Setelah urusan selesai, beliau menyusul nabi Muhammad saw ke Madinah. Beliau berjalan kaki menuju Madinah. Kemudia beliau ketemu dengan nabi saw di Quba.



Sikap pemberani dan petarung sejati dibuktikan di beberapa peperangan yang diikutinya. Pada perang Badar beliau melakukan duel satu lawan satu dengan kafir Quraisy. Beliau berhasil membunuh musuhnya kafir Quraisy. Begitu juga ketika perang Uhud, beliau merupakan salah satu petarung yang berduel dengan perwakilan kafir Quraisy.



Posisi Ali bin Abi Thalib seperti Harun dengan Nbi Musa. Dalam hadits


عن سعد بن أبي وقاص قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعلي : " أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي " . متفق عليه


Dari Saad bin Abi Waqqash berkata, Rosulullah saw bersabda kepada Ali:” posisi engkau di sisiku seperti posisi  Harun di posisi Musa. Kecuali tidak ada nabi setelahku” Muttafaqun ‘Alaih

perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ketika berusia 64 tahun. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.