Tampilkan postingan dengan label Adzab ziarah kubur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Adzab ziarah kubur. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Januari 2019

Adzab ziarah kubur

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menciptakan hidup dan mati untuk menguji manusia siapa yang terbaik amalannya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga kepada keluarganya, shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka denga baik.
Ketahuilah hamba-hamba Allah, sadar atau tidak sadar, kita semua saat ini sama-sama sedang menuju garis akhir kehidupan kita di dunia,  meskipun jaraknya berbeda-beda setiap orang. Ada yang cepat, ada yang lama. Tetapi, perlahan tapi pasti, setiap orang menuju garis akhir kehidupannya di dunia, itulah kematian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali ‘Imran : 185)
Setelah mati, seorang hamba hanya tinggal memetik apa yang selama ini ia tanam di dunia, tidak ada kesempatan kedua untuk menambah amal. jika kebaikan yang ia tanam, itulah yang akan ia panen. Jika keburukan yang ia tanam, maka dialah yang akan merasakannya sendiri. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk banyak-banyak mengingat kematian. Beliau bersabda,
“أكثروا ذكر هازم اللذات” يعني : الموت.
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian) ”[1]
Dan di antara cara untuk mengingat kematian adalah dengan berziarah kubur. Banyak sekali manfaat yang dapat dipetik dari amalan berziarah ke kubur. Inilah yang akan menjadi topik pembahasan kali ini[2] mengingat masih banyaknya kaum muslimin yang salah dalam menyikapi ziarah ini sehingga bukannya manfaat yang mereka raih, akan tetapi ziarah mereka justru mengundang murka Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga Allah Ta’ala  memberikan kita semua petunjuk.

Hukum ziarah kubur

Ziarah kubur adalah sebuah amalan yang disyari’atkan. Dari Buraidah Ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 كنت نهيتكم عن زيارة القبور، فزوروها
“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah” [3]

Bolehkah wanita berziarah kubur?

Para ulama berselisih dalam hal ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan ada 5 pendapat ulama dalam masalah ini :
  • Disunnahkan seperti laki-laki
  • Makruh
  • Mubah
  • Haram
  • Dosa besar[4]
Ringkasnya, pendapat yang paling kuat –wallahu a’lam– adalah wanita juga diperbolehkan untuk berziarah kubur asal tidak sering-sering. Hal ini berdasarkan beberapa alasan :
Pertama: Keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang sudah lewat :
كنت نهيتكم عن زيارة القبور، فزوروها
“Dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah”[5]
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan antara laki-laki dan wanita.
Kedua: Hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya wanita berziarah lebih shahih daripada hadits yang melarang wanita berziarah. Hadits yang melarang wanita berziarah tidak ada yang shahih kecuali hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
أن رسول الله لعن زوّارات القبور
“Rasulullah melaknat wanita yang sering berziarah kubur”[6]
Ketiga: Lafazh زوّارات dalam hadits di atas menunjukkan makna wanita yang sering berziarah. Al Hafizh Ibnu Hajar menukil perkataan Imam Al Qurthubi : “Laknat dalam hadits ini ditujukan untuk para wanita yang sering berziarah karena itulah sifat yang ditunjukkan lafazh hiperbolik tersebut (yakni زوّارات )”[7]. Oleh karena itu, wanita yang sesekali berziarah tidaklah masuk dalam ancaman hadits ini.
Keempat: Persetujuan (taqrir) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur kemudian beliau hanya memberikan peringatan kepada wanita tersebut seraya berkata,
اتقى الله و اصبرى
“Bertaqwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah!”[8]
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengingkari perbuatan wanita tersebut. Dan sudah diketahui bahwa taqrir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hujjah.
Kelima: Wanita dan laki-laki sama-sama perlu untuk mengingat kematian, mengingat akhirat, melembutkan hati, dan meneteskan air mata dimana hal-hal tersebut adalah alasan disyari’atkannya ziarah kubur. Kesimpulannya, wanita juga boleh berziarah kubur
Keenam: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada para wanita untuk berziarah kubur. Dalilnya adalah hadits dari shahabat Abdullah bin Abi Mulaikah :
أن عائشة أقبلت ذات يوم من المقابر، فقلت لها: يا أم المؤمنين من أين أقبلت؟ قالت: من قبر أخي عبد الرحمن بن أبي بكر، فقلت لها: أليس كان رسول الله نهى عن زيارة القبور؟ قالت: نعم: ثم أمر بزيارتها
“Aisyah suatu hari pulang dari pekuburan. Lalu aku bertanya padanya : “Wahai Ummul Mukminin, dari mana engkau?” Ia menjawab : “Dari kubur saudaraku Abdurrahman bin Abi Bakr”. Lalu aku berkata kepadanya : “Bukankah Rasulullah melarang ziarah kubur?” Ia berkata : “Ya, kemudian beliau memerintahkan untuk berziarah” “[9]
Ketujuh: Disebutkan dalam kisah ‘Aisyah yang membuntuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke pekuburan Baqi’ dalam sebuah hadits yang panjang, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah,
كيف أقول لهم يا رسول الله؟ قال: قولي: السلام على أهل الديار من المؤمنين والمسلمين، ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين، وإنا إن شاء الله بكم للاحقون
“Ya Rasulullah, apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kubur-ed)?” Rasulullah menjawab, “Katakanlah : Assalamu’alaykum wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang dating kemudian. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian”[10]
Syaikh Al Albani rahimahullah berkata setelah membawakan hadits ini : “Al Hafizh di dalam At Talkhis (5/248) berdalil dengan hadits ini akan bolehnya berziarah kubur bagi wanita”[11]
Dengan berbagai argumen di atas jelaslah bahwa wanita juga diperbolehkan berziarah kubur asalkan tidak sering-sering. Inilah pendapat sejumlah ulama semisal Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Al ‘Aini, Al Qurthubi, Asy Syaukani, Ash Shan’ani, dan lainnya rahimahumullah.[12]

Hikmah ziarah kubur

Ziarah kubur adalah amalan yang sangat bermanfaat baik bagi yang berziarah maupun yang diziarahi. Bagi orang yang berziarah, maka ziarah kubur dapat mengingatkan kepada kematian, melembutkan hati, membuat air mata menetes, mengambil pelajaran, dan membuat zuhud terhadap dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا
“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, sekarang berziarahlah karena ziarah dapat melembutkan hati, membuat air mata menetes, dan mengingatkan akhirat. Dan janganlah kalian mengucapkan al hujr[13][14]
Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hikmah dibalik ziarah kubur. Ketika seseorang melihat kubur tepat di depan matanya, di tengah suasana yang sepi, ia akan merenung dan menyadari bahwa suatu saat ia akan bernasib sama dengan penghuni kubur yang ada di hadapannya. Terbujur kaku tak berdaya. Ia menyadari bahwa ia tidaklah hidup selamanya. Ia menyadari batas waktu untuk mempersiapkan bekal menuju perjalanan yang sangat panjang yang tiada akhirnya adalah hanya sampai ajalnya tiba saja. Maka ia akan mengetahui hakikat kehidupan di dunia ini dengan sesungguhnya dan ia akan ingat akhirat, bagaimana nasibnya nanti di sana? Apakah surga? Atau malah neraka? Nas-alullahas salaamah wal ‘aafiyah.
Selain itu, ziarah kubur juga bermanfaat bagi mayit yang diziarahi karena orang yang berziarah diperintahkan untuk mengucapkan salam kepada mayit, mendo’akannya, dan memohonkan ampun untuknya. Tetapi, ini khusus untuk orang yang meninggal di atas Islam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أن النبي كان يخرج إلى البقيع، فيدعو لهم، فسألته عائشة عن ذلك؟ فقال: إني أمرت أن أدعو لهم
“Nabi pernah keluar ke Baqi’, lalu beliau mendo’akan mereka. Maka ‘Aisyah menanyakan hal tersebut kepada beliau. Lalu beliau menjawab : “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk mendo’akan mereka””[15]
Adapun jika mayit adalah musyrik atau kafir, maka tidak boleh mendo’akan dan memintakan ampunan untuknya berdasarkan sabda beliau,
زار النبي قبر أمه. فبكى, وأبكى من حوله، فقال: استأذنت ربي في أن أستغفر لها، فلم يؤذن لي، واستأذنته في أن أزور قبرها فأذن لي، فزوروا القبور فإنها تذكر الموت
“Nabi pernah menziarahi makam ibu beliau. Lalu beliau menangis. Tangisan beliau tersebut membuat menangis orang-orang disekitarnya. Lalu beliau bersabda : “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan untuk ibuku. Tapi Dia tidak mengizinkannya. Dan aku meminta izin untuk menziarahi makam ibuku, maka Dia mengizinkannya. Maka berziarahlah kalian karena ziarah tersebut dapat mengingatkan kalian kepada kematian[16]
Maka ingatlah hal ini, tujuan utama berziarah adalah untuk mengingat kematian dan akhirat, bukan untuk sekedar plesir, apalagi meminta-minta kepada mayit yang sudah tidak berdaya lagi.

Adab Islami ziarah kubur

Agar berbuah pahala, maka ziarah kubur harus sesuai dengan tuntunan syari’at yang mulia ini. Berikut ini adab-adab Islami ziarah kubur :
Pertama: Hendaknya mengingat tujuan utama berziarah
Ingatlah selalu hikmah disyari’atkannya ziarah kubur, yakni untuk mengambil pelajaran dan mengingat kematian.
Imam Ash Shan’ani rahimahullah berkata : “Semua hadits di atas menunjukkan akan disyari’atkannya ziarah kubur dan menjelaskan hikmah dari ziarah kubur, yakni untuk mengambil pelajaran seperti di dalam hadits Ibnu Mas’ud (yang artinya: “Karena di dalam ziarah terdapat pelajaran dan peringatan terhadap akhirat dan membuat zuhud terhadap dunia”. Jika tujuan ini tidak tercapai, maka  ziarah tersebut bukanlah ziarah yang diinginkan secara syari’at”[17]
Kedua: Tidak boleh melakukan safar untuk berziarah
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Janganlah melakukan perjalanan jauh (dalam rangka ibadah, ed) kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha”[18]
Ketiga: Mengucapkan salam ketika masuk kompleks pekuburan
“Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan mereka (para shahabat) jika mereka keluar menuju pekuburan agar mengucapkan :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian”[19]
Keempat: Tidak memakai sandal ketika memasuki pekuburan
Dari shahabat Basyir bin Khashashiyah radhiyallahu ‘anhu : “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau melihat seseorang sedang berjalan diantara kuburan dengan memakai sandal. Lalu Rasulullah bersabda,
يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا
“Wahai pemakai sandal, celakalah engkau! Lepaskan sandalmu!” Lalu orang tersebut melihat (orang yang meneriakinya). Tatkala ia mengenali (kalau orang itu adalah) Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melepas kedua sandalnya dan melemparnya”[20]
Kelima: Tidak duduk di atas kuburan dan menginjaknya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur”[21]
Keenam: Mendo’akan mayit jika dia seorang muslim
Telah lewat haditsnya di footnote no. 14. Adapun jika mayit adalah orang kafir, maka tidak boleh mendo’akannya.
Ketujuh: Boleh mengangkat tangan ketika mendo’akan mayit tetapi tidak boleh menghadap kuburnya ketika mendo’akannya (yang dituntunkan adalah menghadap kiblat)
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika beliau mengutus Barirah untuk membuntuti Nabi yang pergi ke Baqi’ Al Gharqad. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di dekat Baqi’, lalu mengangkat tangan beliau untuk mendo’akan mereka.[22] Dan ketika berdo’a, hendaknya tidak menghadap kubur karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat menghadap kuburan. Sedangkan do’a adalah intisari sholat.
Kedelapan: Tidak mengucapkan al hujr
Telah lewat keterangan dari Imam An Nawawi rahimahullah bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan : “Tidaklah samar lagi bahwa apa yang orang-orang awam lakukan ketika berziarah semisal berdo’a pada mayit, beristighotsah kepadanya, dan meminta sesuatu kepada Allah dengan perantaranya, adalah termasuk al hujryang paling berat dan ucapan bathil yang paling besar. Maka wajib bagi para ulama untuk menjelaskan kepada mereka tentang hukum Allah dalam hal itu. Dan memahamkan mereka tentang ziarah yang disyari’atkan dan tujuan syar’i dari ziarah tersebut”[23]
Kesembilan: Diperbolehkan menangis tetapi tidak boleh meratapi mayit
Menangis yang wajar diperbolehkan sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis ketika menziarahi kubur ibu beliau sehingga membuat orang-orang disekitar beliau ikut menangis. Tetapi jika sampai tingkat meratapi mayit, menangis dengan histeris, menampar pipi, merobek kerah, maka hal ini diharamkan.

Rambu-rambu untuk para peziarah

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan ziarah kubur ini agar ziarah kubur yang dilakukan menjadi amalan shalih, bukan menyebabkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala :
  • Hikmah disyari’atkannya ziarah kubur adalah untuk mengambil pelajaran dan mengingat akhirat, bukan untuk tabarruk kepada mayit meskipun dia dahulu orang sholeh. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan : “(Hendaknya) tujuan ziarahnya adalah untuk mengambil pelajaran, nasihat, dan mendo’akan mayit. Jika tujuannya adalah untuk tabarruk dengan kubur,  atau melakukan ritual penyembelihan di sana, dan meminta mayit untuk memenuhi kebutuhannya dan mengeluarkannya dari kesulitan, maka ini ziarah yang bid’ah lagi syirik”[24]
  • Tidak boleh mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah karena hal itu tidak ada dalilnya. Kapan saja ziarah itu dibutuhkan, maka berziarahlah. Ingatlah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Diantara hal yang tidak ada tuntunannya juga adalah kebiasaan menabur bunga di atas kuburan. Penta’liq Matan Abi Syuja’ –kitab fikih madzhab syafi’i- berkata : “Diantara bid’ah yang diharamkan adalah menaburkan/meletakkan bunga-bunga di atas jenazah atau kubur karena hanya buang-buang harta”[25]
Selesailah pembahasan tentang ziarah kubur ini. Semoga  Allah ‘Azza wa Jalla agar menjadikan amal ini sebagai amalan yang memberatkan timbangan kebaikan di hari perhitungan kelak  dan memberikan manfaat kepada kaum muslimin dengannya. Aamiin. Wallahu Ta’ala a’lam. Walhamdu lillahi Rabbil ‘aalamin.




[1] HR. At Tirmidzi (no. 2307), Ibnu Majah (no. 4258), An Nasa’I (4/4), Ahmad (2/292,293). Syaikh Salim Al Hilaly hafizhahullah mengatakan: “hadits shahih li ghairihi”. Lihat Bahjatun Nazhirin (1/581), Daar Ibnul Jauzy
[2] Dan hal yang sangat mengherankan bagi penulis yakni adanya orang-orang yang menuduh Salafiyyun Ahlus Sunnah wal Jama’ah, atau yang mereka sebut sebagai Wahhabi, yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnah Nabi, mengharamkan ziarah kubur secara mutlak. Semoga Allah memberikan mereka petunjuk kepada sunnah.
[3] HR. Muslim no. 977. Lihat Bahjatun Nazhirin (1/583)
[4] Lihat Asy Syarhul Mumti (5/380)
[5] HR. Muslim no. 977
[6] Hadits ini hasan dengan beberapa penguatnya. Diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 1056 dan beliau berkomentar : hadits hasan shahih, juga oleh Ibnu Majah no. 1576 dan Al Baihaqi (4/78). Lihat Jaami’ Ahkaamin Nisaa (1/580).
[7] Lihat Fathul Baari (3/149), Maktabah As Salafiyyah (versi pdf)
[8] HR. Bukhari no. 1283
[9] HR. Al Hakim (1/376) dan Al Baihaqi (4/78). Adz Dzahabi berkata : “Shahih”. Al Bushiri berkata : “Sanadnya shahih dan perawinya tsiqah”. Syaikh Al Albani berkata : “Hadits ini (derajatnya) sebagaimana penilaian mereka berdua”. Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 230, Maktabah Al Ma’arif
[10] HR. Muslim (3/14), Ahmad (6/221), An Nasa’I (1/286), dan Abdurrazzaq (no. 6712)
[11] Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 232, Maktabah Al Ma’arif
[12] Lihat Bahjatun Nazhirin (1/583), Daar Ibnul Jauzy
[13] Al Hujr adalah ucapan yang bathil. Lihat Al Majmu’ (5/310), Maktabah Syamilah
[14] HR. Al Hakim (1/376), dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Ahkaamul Janaa-iz hal. 229
[15] HR. Ahmad (6/252). Syaikh Al Albani berkata : “Shahih sesuai syarat Syaikhain (yakni Bukhari dan Muslim-ed)”. Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 239
[16] HR. Muslim (3/65). Dalam hadits ini juga terdapat dalil bolehnya menziarahi makam orang kafir dengan tujuan hanya untuk mengambil pelajaran saja, bukan untuk mendo’akannya.
[17] Lihat Subulus Salaam (1/502), Maktabah Syamilah
[18] Muttafaqun ‘alaihi dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
[19] HR. Muslim no. 974
[20] HR. Abu Dawud (2/72), An Nasa’I (1/288), Ibnu Majah (1/474), Ahmad (5/83), dan selainnya. Al Hakim berkata : “Sanadnya shahih”. Hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi dan juga Al Hafizh di Fathul Baari (3/160). Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 173, Maktabah Al Ma’arif
[21] HR. Muslim (3/62)
[22]Syaikh Al Albani mengatakan : “Diriwayatkan oleh Ahmad (6/92), dan hadits ini terdapat di Al Muwaththo’ (1/239-240), dan An Nasa’I dengan redaksi yang semisal tetapi disana tidak disebutkan (kalau Nabi) mengangkat tangan. Dan sanad hadits ini hasan”. Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal. 246, Maktabah Al Ma’arif
[23] Lihat Ahkaamul Janaa-iz hal.227, Maktabah Al Ma’arif
[24] Lihat Al Mulakhkhos Al Fiqhi hal. 248, Daarul Atsar
[25] Ta’liq Matan Al Ghayah wat Taqrib fi Fiqhis Syafi’I hal. 106, Daar Ibnu Hazm



Dikutip dari https://muslim.or.id/