Tampilkan postingan dengan label Kematian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kematian. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Maret 2019

Bisikan setan


Hendaknya seseorang tidak menghentikan aktivitas dan kegiatannya hanya didasari persangkaan bahwa dia sedang dimata-matai oleh sihir. Hal ini merupakan tipu daya setan yang akan membuat pekerjaannya berantakan dan kehidupannya menjadi kacau. Apalagi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada kita penangkal kejelekan dari gangguan setan dengan membaca Alquran, terutama ayat kursi. Kalau seandainya pekerjaan tersebut merupakan sesuatu yang wajib ditunaikan, maka haram untuk meninggalkannya.

Adapun permasalahan setan mengetahui isi hati seseorang berupa keinginan baik atau buruk yang ingin ia lakukan. Statement Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidaklah secara tegas bermaksud demikian. Dalam Majmu’ Fatawa beliau mengatakan, “Setan mengetahui bisikan hati seorang hamba yang berdzikir kepada Allah, maka apabila hatinya lalai dari berdzikir mengingat Allah hamba tersebut akan merasakan was-was. Setan mengetahui keadaan seorang hamba; apakah ia sedang mengingat Allah atau lalai dari mengingat-Nya, ia juga mengetahui keinginan syahwatnya sehingga ia dapat memperindah keinginan jelek tersebut. Ada sebuah hadis shahih dari Shafiyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Setan berjalan di tubuh anak Adam di tempat peredaran darahnya.” Malaikat dan setan adalah dua makhluk yang senantiasa dekat dengan hati anak keturunan Adam, baik hamba tersebut orang yang beriman atau kafir.”

Permasalahan ini masih diperbincangkan oleh para ulama. Syaikh Ibnu Baz pernah ditanya dengan pertanyaan yang panjang terkait dengan permasalahan ini. Ringkasnya, pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut, “Apabila aku meniatkan suatu amalan baik di dalam hatiku, apakah setan mengetahui hal itu lalu kemudian berusaha memalingkan aku dari perbuatan baik yang aku niatkan?” Jawaban Syaikh Ibnu Baz dapat diringkas sebagai berikut, “Setiap orang selalu disertai oleh setan dan malaikat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidaklah salah seorang di anatara kalian pasti disertai oleh qarin dari kalangan jin dan malaikat’. Para sahabat menanggapi, ‘Tidak juga engkau ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Ya, tidak pula aku, hanya saja Allah telah menundukkannya (jin qarin) untukku dan ia telah berislam‘. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengabarkan, setan mempengaruhi jiwa manusia. Setan (jin qarin) yang jahat, maka ia akan menyeru kepada kemunkaran. Adapun qarin dari kalangan malaikat mengajak seseorang untuk mengamalkan kebajikan. Demikianlah Allah jadikan dua qarin ini dalam jiwa manusia; qarin dari bangsa jin dan qarin dari golongan malaikat.”

Dr. Muhammad Abdurrozaq mengatakan, “Orang-orang menanyakan bagaimana halnya setan mengetahui apa yang terbetik dalam jiwa, apakah dia akan menghalangi jiwa tersebut dari kebaikan? Setan yang telah lama menyertai manusia dan senantiasa mencari tahu kondisi manusia sampai tidak ada satu pun dari kondisi manusia yang tersembunyi darinya. Ia mengetahui keinginan dan kehendaknya, mengetahui niat baiknya sehingga ia berusaha menghalanginya. Walaupun setan tidak mengetahui apa yang akan terjadi, bisa jadi seorang hamba tidak terpengaruh dengan bisikannya dan tetap mengamalkan kebajikan. Demikian juga setan tidak mengetahui kalau godaannya akan berhasil dan seorang hamba akan merealisasikan bisikan setan dengan mengamalkan keburukan. Setan tidak mengetahui kebaikan dan kejelekan dari sisi ini.

Abu Hasan Al Asy’ari dalam Maqolat Al Islamiyyin mengatakan, “Masih diperselisihkan, apakah setan mengetahui ataukah tidak, apa yang terbetik di dalam hati. Hal ini berdasarkan tiga pendapat. Pendapat pertama adalah pendapat Ibrahim, Mu’ammar, dan Hisyam beserta orang-orang yang mengikutinya mengatakan, ‘Sesungguhnya setan mengetahui apa yang terbetik di dalam hati. Ini bukanlah sesuatu yang mustahil dan mengherankan, karena Allah ‘Azza wa Jalla telah memberi peluang kepada setan untuk merasuk ke hati-hati manusia.

Pendapat kedua, “Orang-orang Mu’tazilah dan yang lainnya mengatakan, ‘Setan tidak mengetahui apa yang terbetik di dalam hati seseorang. Apabila seseorang meniatkan dalam hatinya untuk bersedekah atau mengamalkan amalan ketaatan lainnya, maka setan akan melarangnya dan mencegahnya berdasarkan prasangkaan dan dugaannya.

Pendapat ketiga, “Setan merasuk ke dalam hati seseorang, maka ia mengetahui keinginan yang dihasratkan oleh hatinya.”

Kesimpulannya, permasalahan ini masih diperselisihkan di kalangan ulama. Ada yang mengatakan setan sama sekalitidak mengetahui apa yang terbetik dalam hati manusia. Ia hanya menggoda manusia berdasarkan sangkaannya dan memang demikian tugasnya menggoda manusia untuk berbuat kejelekan. Ada pula yang mengatakan setan mengetahui isi hati manusia, namun mereka tidak kuasa untuk memastikan apa yang akan direalisasikan manusia dari niatnya tersebut. Bisa jadi manusia tetap menjalankan kebaikan dan bisa pula mengikuti godaan setan.

Allahu a’lam



Dikutip dari https://konsultasisyariah.com

Manusia, setan, jin menurut Al Qur'an

Selain manusia, al-Quran kerap kali menyebut-nyebut makhluk lain, seperti jin, setan dan iblis. Ketiganya seolah serupa, tapi hakikatnya mereka tak sama. Sebab itu, pembahasan ini jadi penting. Karena, pemahaman terhadap 3 hal ini berpengaruh pada daya tangkap kita terhadap teks dan konteks agama Islam.

A. Apa Itu Jin?

Jin adalah salah satu jenis makhluk Allah ﷻ yang memiliki sifat fisik berbeda dengan manusia karena diciptakan dari api. Allah berfirman:

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan menciptakan jin dari nyala api. (Ar-Rahman: 14–15)

Menurut Ibnu Aqil sebagaimana dikutip as-Syibli dalam bukunya Ahkam al-Marjan fi Ahkam al- Jann, mengatakan bahwa jin disebut demikian karena secara bahasa jin berarti yang tersembunyi, terhalang dan tertutup.

Disebut jin, karena makhluk ini terhalang (tidak dapat dilihat). Karenanya, bayi yang masih berada di dalam perut ibu, disebut janin (kata janin dan jin memiliki kata dasar yang sama yakni jann), tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Pemahaman yang sama juga terhadap pada istilah “orang gila” dalam bahasa Arab yakni majnun (dari kata jann juga) secara etimologi berarti akal sehat yang sudah tertutup dan terhalang.

Kasarnya jin dan manusia sama dalam segala hal, dibawah KEMAHA-ADILAN Allah, hanya saja mereka tercipta dari api dan tidak dapat dilihat. Berikut persamaan jin dengan manusia:

1. Jin dan manusia sama-sama memiliki tugas, yakni beribadah menyembah Allah.

وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون

Telah ku ciptakan jin dan manusia, hanya untuk menyembahku. (ad-Dzariat: 56)

2. Jin memiliki akal dan nafsu sebagaimana manusia. Oleh karena itu, ada jin yang muslim dan ada jin yang kafir. Ada jin yang baik dan ada jin yang jahat. Ada jin yang pintar masalah agama dan ada jin yang bodoh. Menikah pun ada.

وأنا منا الصالحون ومنا دون ذلك كنا طرائق قددا

Sungguh di antara kami ada yang shaleh dan ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (al-Jin: 11)

3. Jin dan manusia memiliki hati, mata dan telinga dan mereka sama-sama akan dimasukan neraka karena dosa.

ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون

Sungguh Kami jadikan kebanyakan jin dan manusia sebagai penghuni jahanam, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah makhluk yang lalai. (al-A’raf: 179)

Bahkan jin juga mirip manusia dalam urusan nyawa, mereka tidak kekal.

B. Apakah Setan Itu?

Dalam Majma’ al-Bahrain, setan secara etimologi bahasa Arab diambil dari kata sya–tha–na yang bermakna menjauh. Maksudnya adalah mereka yang disebut setan, jauh dari Allah dan menjauhkan orang beriman dari Rabbmereka.

Ada satu keyword untuk memahami apa itu setan yakni “sifat”. Setan adalah sifat yang melekat pada makhluk. Setan adalah sebutan untuk sisi buruk yang berupa pembangkangan, tidak taat, membelot, bermaksiat, menentang perintah, mendebat aturan, durhaka dsb. Setan dapat berupa manusia maupun jin, Allah berfirman:

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

(setan) dari golongan jin dan mausia.(an-Nas: 6)

Dalam tafsir surat an-Nas, Qatadah mengatakan bahwa dari kalangan jin terdapat setan-setan dan dari kalangan manusia juga terdapat setan-setan. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menyatakan,

الشيطان في اللغة مأخوذ من شطن إذا بعد فهو بعيد بطبعه عن طباع البشر وبعيد بفسقه عن كل خير

“Syaitan memiliki karakter yang jauh dari watak manusia dan jauh dari perilaku kebaikan.” Imam Rafi’i dalam kitab Al-Misbahul Munir menulis,

والشيطان هو كل عات متمرد من الجن والإنس والدواب

“Setan adalah setiap sesuatu yang buruk yang berasal dari jin, manusia dan binatang.” Pendapat itu juga diperkuat oleh Ja’far Syariat Madari dalam Syarh wa Tafsir Lughat Quran. Tidak hanya sekali Allah berfirman bahwa setan adalah golongan jin dan manusia, dalam al-An’am 112 ditegaskan.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ

Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin.

C. Siapakah Iblis Itu?

Iblis dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata balasa yang artinya tidak mempunyai kebaikan sedikit pun (man la khaira ‘indah). Sebagian pakar bahasa Arab ada pula yang mengatakan diambil dari kata ablasayang berarti putus asa.

Iblis putus asa dari rahmat Allah karena ia sombong dan enggan sujud kepada Nabi Adam alaihissalam sehingga diusir dari surga. Allah berfirman,

قال ما منعك ألا تسجد إذ أمرتك قال أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين

Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) ketika Aku (Allah) menyuruhmu?” Iblis menjawab, “aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah. (al-A’raf: 12)

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Ingatlah ketika Kami berkata kepada para malaikat, “Sujudlah kallian kepada Adam!” maka mereka semua-pun sujud kecuali Iblis. Dia dari golongan jin dan membangkang dari perintah Allah. (Al-Kahfi: 50)

Ayat pertama menerangkan bahwa Iblis diciptakan dari api : jin dari api. Ayat kedua menegaskan bahwa Iblis bagian dari bangsa jin.

قال فأنظرني إلى يوم يبعثون

Tangguhkan (umur) aku hingga hari mereka kebangkitan. (al-A’raf: 14)

Kemudian setelah diusir dari dalam surga, iblis meminta diberikan umur panjang sampai hari kiamat. Berdasarkan ayat di atas, hanya iblis yang memiliki umur panjang sedangkan jin lainnya mati seperti manusia, itupun hanya sampai hari kiamat.

Setelah dipanjangkan umur, iblis pun berjanji akan menggoda adam besera keturunannya. Silakan baca surat al-A’raf ayat 12-20. Wallahu a’lam bi showab.

Sabtu, 02 Maret 2019

4 golongan haram tersentuh api neraka

Menurut Rasulullah SAW, setiap orang kelak akan ‘mampir’ di neraka. Sebagian yang mampir akan diangkat dan meneruskan ke surga dan ada pula yang selamanya di neraka.

Untuk menjadi penghuni neraka amat mudah, tidak sesulit menjadi penghuni surga. Untuk menjadi ahli neraka cukup sederhana: bermaksiatlah dan jangan pernah taubat. Namun, tentu saja orang beriman tak akan pernah mau meski hanya ‘mampir.’ Orang beriman akan senantiasa berdoa agar dijauhkan dari neraka dan berharap dimasukkan ke surga.

Menurut Rasulullah SAW, ada beberapa golongan yang tidak akan disentuh oleh api neraka. Seperti dalam hadits berikut.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang Haram baginya tersentuh api neraka?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab: “(Yang Haram tersentuh api neraka adalah) orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.” (HR. At-Tirmidzi & Ibnu Hibban, dishahihkan Al-Albani).

Lalu apa maksud dari keempat golongan yang disebutkan dalam hadits tersebut?

Pertama, Hayyin

Orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan lahir maupun batin. Tidak labil dan gampang marah, penuh pertimbangan. Tidak mudah memaki, melaknat serta teduh jiwanya.

Advertisement

Kedua, Layyin

Orang yang lembut dan santun, baik dalam bertutur-kata atau bersikap. Tidak kasar, tidak semaunya sendiri. Tidak galak, tidak suka memarahi orang yang berbeda pendapat dengannya. Tidak suka melakukan pemaksaan pendapat. Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk sesama manusia.

Ketiga, Qarib

Akrab, ramah diajak bicara, menyenangkan bagi orang yang diajak bicara. Wajah yang berseri-seri dan murah senyum jika bertemu serta selalu menebar salam.

Keempat, Sahl

Orang yang tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada solusi bagi setiap permasalahan. Tidak suka berbelit-belit, tidak menyusahkan dan tidak membuat orang lain susah. Wallahualam.

Rabu, 06 Februari 2019

Hukum ziarah kubur

Disunnahkan bagi laki-laki untuk ziarah kubur sebagaimana yang Allah Ta’ala syariatkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة

“Berziarah kuburlah, sesungguhnya hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhira.” (HR. Muslim).

Juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, dari Buraidah bin Al-Khushaib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para sahabatnya ketika berziarah kubur untuk mengucapkan,

السلام عليكم أهل الديار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، نسأل الله لنا ولكم العافية

“Semoga keselamatan tercurahkan untukmu, wahai para penghuni kubur, dari (golonagn) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insyaaallah akan menyusul kalian. Kami meminta keselamatan kepada Allah untuk kami dan juga untuk kalian.“

Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa sesungguhnya jika beliau ziarah kubur, beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، يرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين، اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد

“Semoga keselamatan tercurahkan atas kalian wahai para penghuni kubur orang-orang yang beriman. Kami insyaaallah akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Ya Allah, ampunilah para penghuni kubur Baqi’ (pemakaman penduduk Madinah, pen.)”

Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya dari Al-Qur’an ketika berziarah kubur. Oleh karena itu, membaca surat Al-Fatihah ketika ziarah kubur termasuk bid’ah, demikian pula membaca surat Al-Qur’an yang lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barangsiapa yang membuat-buat suatu perkara di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amal tersebut tertolak.“

Dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata ketika khutbah Jum’at,

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dengan tambahan,

وكل ضلالة في النار

“Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”

Menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk berpegang dengan syariat dan waspada terhadap bid’ah dalam berziarah kubur dan yang lainnya. Ziarah kubur yang disyariatkan bagi kubur kaum muslimin semuanya itu sama, baik kubur itu milik mereka yang disebut sebagai wali ataukah bukan. Setiap mukmin laki-laki dan perempuan, semuanya adalah wali Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan (tidak pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” (QS. Yunus [10]: 62-63).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa, akan tetapi kebanyakan mereka tidaklah mengetahui” (QS. Al-Anfal [8]: 34).

Tidak boleh bagi peziarah kubur dan yang lainnya untuk berdoa (meminta) kepada orang mati, memohon perlindungan (istighatsah) kepadanya, bernadzar kepadanya, menyembelih untuknya di sisi kubur mereka, atau di tempat mana pun untuk mendekatkan diri dengannya dalam rangka meminta syafaat kepada mereka, atau mengaharap kesembuhan, atau membantu mereka dalam melawan musuh-musuhnya, atau kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Karena semua perkara ini termasuk ibadah, sedangkan ibadah semuanya itu hanya untuk Allah Ta’ala semata.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah (mentauhidkan) Aku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56).

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS. Al-Jin [72]: 18).

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia” (QS. Al-Isra’ [17]: 23).

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafur tidak menyukainya” (QS. Ghaafir [40]: 14).

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ * لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’” (QS. Al-An’am [6]: 162-163).

Ayat-ayat semacam ini banyak sekali.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma,

حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا

“Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hal ini mencakup seluruh ibadah, berupa shalat, puasa, ruku’, sujud, haji, doa, menyembelih, nadzar, dan jenis-jenis ibadah lainnya. Sebagaimana ayat-ayat sebelumnya juga mencakup semua jenis ibadah.

Diriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لعن الله من ذبح لغير الله

“Allah melaknat orang-orang yang menyembelih kepada selain Allah” (HR. Muslim).

Dalam Shahih Bukhari dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم إنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana kaum Nasrani berlebih-lebihan terhadap Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.’”

Hadits-hadits tentang perintah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala semata dan larangan berbuat syirik serta sarana-sarana menuju kesyirikan sangat banyak dan telah kita ketahui.

Adapun perempuan, maka tidak ada anjuran ziarah kubur bagi mereka. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لعن زائرات القبور

“Allah melaknat para wanita yang berziarah kubur.”

Adapun hikmah hal ini –Wallahu a’lam- karena terkadang muncul fitnah atas mereka dan bagi kaum lelaki ketika mereka ziarah kubur. Pada awal-awal Islam, ziarah kubur dilarang untuk mencegah kesyirikan. Ketika Islam berkembang dan tersebarlah ajaran tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkan untuk semunya (baik laki-laki dan perempuan). Setelah itu, wanita dikhusukan (dikecualikan) sehingga mereka dilarang ziarah kubur dalam rangka mencegah fitnah yang ditimbulkan darinya.

Adapun kubur orang kafir, maka tidak ada larangan untuk berziarah ke sana dalam rangka mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran. Akan tetapi, tidak boleh mendoakan atau memohon ampun untuk mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau meinta ijin kepada Allah Ta’ala untuk memohonkan ampun atas ibundanya, namun tidak Allah Ta’ala ijinkan. Kemudian beliau meminta ijin untuk menziarahi kubur ibundanya, dan Allah Ta’ala ijinkan. Karena ibunda beliau meninggal dunia di masa jahiliyah dan masih berada di atas agama kaumnya ketika itu (agama kesyirikan).

Aku meminta kepada Allah untuk memberikan taufik kepada kaum muslimin, baik laki-laki dan perempuan, agar mereka dapat memahami agamanya dan konsisten di atasnya, baik dalam hal akidah, perkataan dan amal perbuatan. Dan lindungilah mereka dari semua hal yang bertentangan dengan syariat. Sesungguhnya Engkau Maha penolong dan berkuasa atas hal itu. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.


Dikutip dari:  https://muslim.or.id

Setan Mendatangi Manusia Ketika Sakaratul Maut

Ketika diusir oleh Allah, dan dicap sebagai pembangkang, dia bersumpah di hadapan Allah – dengan semangat hasad kepada Adam dan keturunannya –,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ، ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ ، وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ، وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. al-A’raf: 16 – 17)

Dalam hadis dari Abu Said al-Khuri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَالَ: وَعِزَّتِكَ يَا رَبِّ، لَا أَبْرَحُ أُغْوِي عِبَادَكَ مَا دَامَتْ أَرْوَاحُهُمْ فِي أَجْسَادِهِمْ، قَالَ الرَّبُّ: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا أَزَالُ أَغْفِرُ لَهُمْ مَا اسْتَغْفَرُونِي

Iblis bersumpah, demi keagungan-Mu ya Rab, aku tidak akan pernah berhenti untuk menyesatkan hamba-hamba-Mu, selama ruh mereka masih dikandung jasad. Allah berfirman, “Demi keagungan dan kumuliaan-Ku, Aku akan senantiasa memberikan ampunan untuk mereka, selama mereka memohon ampun kepada-Ku.” (HR. Ahmad 11237 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Atas sumpah ini, iblis dan bala tentaranya sangat antusias untuk menyesatkan manusia. Terutama di suasana-suasana genting, ketika manusia di posisi sangat labil.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَىْءٍ مِنْ شَأْنِهِ

Sesungguhnya setan mendatangi kalian dalam segala urusan kalian. (HR. Muslim 5423).

Setan Mendatangi Manusia Ketika Sakaratul Maut

Itulah detik-detik yang paling menentukan nasib manusia di akhirat. Karena semua amal dinilai berdasarkan ujungnya. Di saat itulah, setan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Bisa jadi, dia akan mendatangi manusia ketika kematian. Karena itu, salah satu doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memohon perlindungan kepada Allah, agar tidak disesatkan setan ketika kematian.

Dalam salah satu doanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,

وَأَعُوذُ بِكَ أَن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيطَانُ عِندَ المَوتِ

Aku berlindung kepada-Mu agar tidak disesatkan setan ketika kematian. (HR. Ahmad 8667, Abu Daud 1554 dan dishahihkan al-Albani)

Al-Khathabi menjelaskan hadis di atas, dengan menyebutkan beberapa bentuk gangguan setan ketika mendekati kematian,

استعاذته عليه الصلاة والسلام من تخبط الشيطان عند الموت ، هو أن يستولي عليه الشيطان عند مفارقته الدنيا ، فيضله ويحول بينه وبين التوبة ، أو يعوقه عن إصلاح شأنه والخروج من مظلمة تكون قِبَله ، أو يؤيسه من رحمة الله تعالى ، أو يكره الموت ويتأسف على حياة الدنيا ، فلا يرضى بما قضاه الله من الفناء ، والنقلة إلى دار الآخرة ، فيختم له بسوء ، ويلقى الله وهو ساخط عليه .

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari disesatkan setan ketika kematian, bentuknya adalah setan mengganggunya ketika dia hendak meninggal dunia. Lalu setan menyesatkannya, sehingga menghalangi dia untuk bertaubat, atau menutupi dirinya sehingga tidak mau memperbaiki urusannya atau memohon maaf dari kedzaliman yang pernah dia lakukan. Atau membuat dia merasa putus asa dari rahmat Allah. atau membuat dia benci dengan kematian dan merasa sedih meninggalkan hartanya, sehingga dia tidak ridha dengan keputusan Allah berupa kematian, dan menuju akhirat. Sehingga dia akhiri hidupnya dengan keburukan, lalu dia bertemu Allah dalam kondisi Dia murka kepada-Nya

Kemudian, al-Khithabi menegaskan,

وقد روي أن الشيطان لا يكون في حال أشد على ابن ادم منه في حال الموت ، يقول لأعوانه : دونكم هذا ، فإنه إن فاتكم اليوم لم تلحقوه بعد اليوم .

Diriwayatkan bahwa tidak ada kesempatan yang lebih diperhatikan setan untuk menyesatkan manusia, selain ketika kematiannya. Dia akan mengundang rekan-rekannya, “Kumpul di sini, jika kalian tidak bisa menyesatkannya pada hari ini, kalian tidak lagi bisa menggodanya selamanya.” (Aunul Ma’bud, 4/287).

Di sana ada beberapa kejadian yang dialami para ulama, ketika proses kematiannya, setan berusaha untuk menggodanya.

Diantaranya Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah

Diceritakan oleh Abdullah putra Imam Ahmad,

Aku menghadiri proses meninggalnya bapakku, Ahmad. Aku membawa selembar kain untuk mengikat jenggot beliau. Beliau kadang pingsan dan sadar lagi. Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, sambil berkata, “Tidak, menjauh…. Tidak, menjauh…” beliau lakukan hal itu berulang kali. Maka aku tanyakan ke beliau, “Wahai ayahanda, apa yang Anda lihat? Beliau menjawab,

إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله يقول: يا أحمد فُتَّنِي، وَأَنـاَ أَقُولُ: لَا بُعْدٌ لَا بُعْدٌ

“Sesungguhnya setan berdiri di sampingku sambil menggingit jarinya, dia mengatakan, ‘Wahai Ahmad, aku kehilangan dirimu (tidak sanggup menyesatkanmu).  Aku katakan: “Tidak, masih jauh…. Tidak, masih jauh….” (Tadzkirah Al-Qurthubi, Hal. 186)

Maksud cerita ini, setan hendak menyesatkan Imam Ahmad dengan cara memuji Imam Ahmad. Setan mengaku menyerah di hadapan Imam Ahmad, agar beliau menjadi ujub terhadap diri sendiri dan bangga terhadap kehebatannya. Tapi beliau sadar, ini adalah tipuan. Beliau tolak dengan tegas: “Tidak, saya masih jauh, tidak seperti yang kamu sampaikan….” tidak bisa kita bayangkan, andaikan ujian semacam ini menimpa tokoh agama atau orang awam di sekitar kita…

Termasuk juga, kejadian yang pernah dialami salah satu ulama Kordoba. Seperti yang diceritakan Imam al-Qurthubi,

“Saya mendengar guru kami, Abu Abbas Ahmad bin Umar di daerah perbatasan Iskandariyah bercerita: ‘Saya menjenguk saudara guruku, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad di daerah Kordoba. Ketika itu beliau sedang sekarat. Ada yang mentalqin beliau: ucapkan: Laa ilaaha illallaah…

Tapi orang ini malah menjawab: Tidak… Tidak… Setelah beliau sadar, beliau bercerita: ‘Ada dua setan mendatangiku, satu di sebelah kanan dan satunya di sebelah kiri. Yang satu menyarankan: Matilah dengan memeluk Yahudi, karena itu adalah agama terbaik. Satunya berkata: Matilah memeluk Nasrani, karena itu adalah agama terbaik’. Lalu aku jawab: Tidak… Tidak…” (Tadzkirah al-Qurthubi, Hal. 187)

Memang tidak semua orang mengalaminya. Ada yang mengalami kejadian demikian dan ada yang tidak mengalami.  Namun setidaknya ini menjadi peringatan bagi kita akan betapa mencekamnya sakaratul maut. Karena yang menentukan status manusia adalah ujung hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا

“Nilai amal, dintentukan keadaan akhirnya.” (HR. Bukhari 6493, Ibn Hibban 339 dan yang lainnya)

Semoga Allah menyelamatkan kita dari semua tipu daya setan.

اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu.

Allahu a’lam.

Dikutip dari https://konsultasisyariah.com

Selasa, 05 Februari 2019

Keadaan mayat setelah di kubur

Sebelum mayat mengalami peristiwa-peristiwa di alam kuburnya seperti pertanyaan dari malaikat, mendapatkan azab atau nikmat kubur dan lain sebagainya.

Ternyata mayat sudah mengalami hal-hal ghaib yang tidak mampu ditangkap oleh panca indra manusia. Misalnya pada saat jenazah dikebumikan, maka orang-orang disekitarnya tidak bisa mengetahui apa yang dialami oleh saudaranya yang telah makan tersebut.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda; “Apabila jenazah telah dibawa oleh orang-orang di atas pundak-pundak mereka (menuju kubur), seandainya pada masa hidupnya ia adalah orang yang shalih, ia akan mengatakan, “Segerakanlah aku!! segerakanlah aku!!”

Namun jika ia dahulu orang yang tidak shalih, ia akan mengatakan, “Celaka! Hendak kemana kalian membawa jenazah ini! Seluruh makhluk mendengar suara tersebut kecuali manusia, andaikata seseorang mendengarnya, pasti dia akan pingsan.” (HR. Bukhari, no. 1314)

Di mana pada saat itu posisi mayat sangat dekat dengan orang-orang yang masih hidup yaitu dipikul di atas punda-pundak pembawa jenazah, namun hal itu tidak membuat orang-orang disekitarnya mendengarkan apa yang dikatakan oleh si mayat disebabkan dimensi mereka sudah berbeda.

Kemudian dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya apabila mayat telah dikuburkan, maka dia mendengar derap alas kaki orang yang mengantarkannya ketika kembali dari tempat pemakaman.

Dan jika ia seorang mukmin, maka ibadah salatnya akan berada di kepalanya, ibadah puasanya berada disamping kanannya dan zakat di sebelah kirinya. Sedangkan seluruh perbuatan baiknya seperti sedekah, silahturahim, damalan yang ma'ruf dan perlakuan baiknya akan berada di kedua kakinya.

Kemudian ia didatangi dari arah kepalanya, maka amalan salatnya berkata "Tidak ada tempat dari arahku (untuk mengganggu orang ini)". Lalu ia juga didatangi dari sebelah kanan sehingga amalan puasanya pun berkata, "Tidak ada tempat dari arahku." Selanjutnya ia kembali didatangi dari arah-arah lainnya, namun semuanya mengatakan hal yang sama, "Tidak ada tempat dari arahku".     

Selanjutnya dikatakan kepadanya, "Duduklah dengan tenang". Kemudian orang mukmin itu duduk dan ia diibaratkan seperti matahari yang tenggelam. Dan para malaikat akan bertanya kepadanya, "Apa yang telah kamu katakan tentang lelaki yang diutus kepada kalian (maksudnya adalah Nabi Muhammad) ? Lantas apa yang engkau persaksikan atasnya ? Maka orang mukmin itu menjawab, "Berilah aku kesempatan untuk mengerjakan salat terlebih dahulu." 

Kemudian dikatakan kepadanya, "Engkau boleh mengerjakannya, namun jawablah terlebih dahulu pertanyaan yang kami ajukan kepadamu. Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang berada ditengah-tengahmu, lantas apa komentarmu ? Apa yang engkau persaksikan atasnya ?"

Maka orang mukmin itu menjawab, "Lelaki itu adalah Muhammad, aku bersaksi bahwa dia itu Rasulullah, dan dia telah datang kepada kami dengan membawa kebenaran dari sisi Allah SWT."

Kemudian dikatakan kepada mayat itu, "Kamu benar, dan kamu telah hidup berdasarkan keyakinan ini, dan meninggal dunia juga dengan keyakinan ini dan akan dibangkitkan berdasarkan keyakinan ini Insya Allah."

Selanjutnya dibukakan untuknya salah satu dari beberapa pintu surga, dan dikatakan kepadanya, "Inilah tempat tinggalmu dan segala isinya telah dipersiapkan Allah untukmu. Oleh karena itu sang mayit pun merasa lebih bahagia dan gembira.

Kemudian setelah itu dibukakan untuknya salah satu dari beberapa pintu neraka, sambil dikatakan bahwa "Inilah tempat tinggalmu dengan segala isinya yang telah dipersiapkan Allah jika kamu berbuat maksiat kepadanya. Maka ia akan semakin merasa bergembira dan bahagia karena tidak termasuk golongan ahli maksiat.

Selanjutnya kuburan si mayat itu dilapangkan sepanjang 70 hasta, dan diberikan lampu penerang dan jasadnya pun dikembalikan seperti semula kemudian ruhnya diletakkan ke dalam burung yang bertengger di atas pohon dalam surga. 

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, 
"Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan al qauluts tsabit (ucapan yang teguh) dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (QS.Ibrahim: 27).

Akan tetapi jika si mayat tersebut adalah seorang kafir, maka ia akan didatangi dari arah kuburnya dan tidak ditemukan sesuatu apapun yang bisa melindunginya. Dan begitu selanjutnya dari arah lainnya. Maka dikatakan kepadanya "Duduklah". Lantas ia pun duduk dengan perasaan takut dan gelisah. Kemudian ditanyakan kepadanya, "‘Apa yang dulu kamu katakan tentang laki-laki yang berada di tengah-tengah kalian?"

Dimana pada saat itu ia telah diberi petunjuk tentang nama lelaki tersebut, yaitu Nabi Muhammad SAW. Namun orang kafir itu pun menjawab "Aku tidak tahu, memang dulu aku mendengar orang-orang telah mengatakan sesuatu, maka aku pun ikut-ikutan mengatakan apa yang mereka katakan."

Setelah itu dikatakan kepadanya, "Berdasarkan ketidaktahuan inilah kamu menjalani hidup, dan berdasarkan keraguan inilah kamu mati, dan berdasarkan keraguan inilah kamu akan diabngkitkan dari kubur, Insya Allah".

Setelah itu dibukakan untuknya salah satu pintu neraka dan dikatakan kepadanya, "Inilah tempat tinggalmu di neraka dengan segala isinya yang telah dipersiapkan Allah untukmu." Sehingga ia merasa rugi dan menyesal. Selanjutnya dibukakan untuknya salah satu dari pintu-pintu surga dan dikatakan kepadanya. Dan inilah tempat tinggalmu di surga jika kamu taat kepada Allah SWT. Sehingga semakin menyesal dan merugilah si mayit tersebut."

Selanjutnya disempitkan kuburannya hingga tulang-tulang rusuknya saling bertindih dan menjadi ringsek. Dan itulah kehidupan sempit yang telah disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya, 

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatanku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit." (QS.Thaha: 124).” [ HR. Ibnu Hibban, 777; Mawarid al-Hakim, 1/379.]

Selasa, 29 Januari 2019

shirathal mustaqim

Kalimat shirathal mustaqim sendiri diambil dari kata bahasa Arab, yang banyak dijumpai kosakatnya di Al quran. Bahkan, kalimat ini berbunyi di setiap nafas diucapkan umat islam saat membaca surat Al-fatihah yang tiba pada bacaan “ihdinas shiratal mustaqim yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang bermakna (tunjukilah kami ke jalan yang lurus).

Kesimpulannya, secara harfiah shiratal mustaqi arti dan maknanya adalah jalan lurus atau juga bisa ditafsirkan “jembatan yang lurus”.

Dalam keyakinan umat muslim, sebagaimana dijelaskan dalam sumber hukum islam, jembatan shiratal mustaqim terbentang panjang di atas neraka yang menghubungkan dengan surga. Al-quran dan Hadist menggambarkan banyak orang yang jatuh ke neraka dan tidak sedikit dari mereka yang bisa melewatinya dalam kedipan mata ataukah secepat kilat. Semuanya, tak lepas dari amal baik atau buruk yang dari perbuatan kita masing-masing. Gambaran jembatan sirotol mustaqim sebagai berikut:

2. Lebih Tajam Dari Pedang

Fakta titian shiratal mustaqim digambarkan, dengan sebuah garis yang lebih lembut dari sehelai rambut dan lebih tajam lagi daripada pedang. Terkait dengan keadaan neraka dan jembatan sirhratal mustaqim. Di dalam Al-qur’an Allah berfirman:

A. Al quran dalam surat Maryam ayat 71–72

وَ إِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وارِدُها كانَ عَلى‏ رَبِّكَ حَتْماً مَقْضِيًّا(Surat: Maryam, ayat 71)

Dan tidak ada seseorang pun diantar kamu, melainkan akan mendatanginya. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang telah ditentukan

1. وَ إِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وارِدُها

Makna: Semua orang, tidak terkecuali. Orang baik di kala di dunia ataupun dia orang jahat, namun dia mesti mendatangi neraka.”

2. كانَ عَلى‏ رَبِّكَ حَتْماً مَقْضِيًّا

Makna: Keputusan yang tidak dapat dirubah lagi , maka berbagai macam; faham ahli-ahli yang telah terdahulu berkenaan dengan ayat ini. Jadi perbincangan ialah tentang kalimat wariduha; yang di ayat ini memberinya arti mendatangi. Tetapi ada juga yang memberinya arti memasuki.

ثُمَّ نُنَجِّي الَّذينَ اتَّقَوْا وَ نَذَرُ الظَّالِمينَ فيها جِثِيًّا(Surat Maryam, ayat 72)

Kemudian itu akan kami selamatkan orang-orang yang bertakwa dan akan kami biarkan orang-orang yang zalim di dalamnya dalam keadaan berlutut.

1. ثُمَّ نُنَجِّي الَّذينَ اتَّقَوْا َ

Makna: Apabila telah selesai sekalian makhluk melalui atau mendatangi neraka itu dan yang jatuh karena kufurnya atau maksiatnya, maka dipelihara Allahlah orang yang beriman dan yang bertakwa menurut amalan mereka.

Cepat dan lambatnya melalui titian ialah menurut amalannya tatkala di dunia. Maka diberi syafa’atlah orarig Mu’min yang pernah terlanjur berdosa besar, dan memberikan syafa’at pula malaikat-malaikat, Nabi-­nabi dan orang-orang yang beriman yang diizinkan Allah, sehingga banyaklah orang yang telah dibakar neraka yang dikeluarkan: Telah hangus seluruh diri­nya, kecuali bekas sujud yang ada di keningnya.

2. وَ نَذَرُ الظَّالِمينَ فيها جِثِيًّا

Makna: Sungguhpun demikian, jika dipersambungkan dengan Surat 11, Hud ayat 107, ada juga Ulama berpendapat, bahwa jika Allah menghendaki, setelah hanya tinggal orang-orang yang kekal dalam neraka saja, Tuhan Maha Kuasa memindahkan mereka itu ke syurga, lalu menutup neraka itu untuk selama­-lamanya.

B. Dalam Hadist Meriwayatkan:

“Dan neraka Jahannam itu memiliki jembatan yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Atasnya ada besi-besi yang berpengait dan duri-duri yang mengambil siapa saja yang dikehendaki Allah.

Manusia di atas jembatan itu ada yang (melintas) laksana kedipan mata, juga ada yang laksana kilat dan ada yang seperti angin kencang, laksana kuda yang berlari kencang serta ada yang laksana onta berjalan. Para malaikat berkata, Ya Allah selamatkanlah, selamatkanlah.

Maka ada yang selamat dan ada juga yang tercabik-cabik kemudian diselamatkan serta ada yang tergulung didalam neraka di atas wajahnya (HR Ahmad).

3. Licin dan Berduri

Jika ada yang bertanya titian shiratal mustaqim di mana letaknya? Apa dan bagaimana gambaran jembatan shiratal mustaqim? Untuk menjawab pertanyaan, ada sebuah hadist shahih dan diakui kebenarannya diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang artinya kurang lebih sebagaimana berikut.

“Licin (serta bersifat) menggelincirkan. Atasnya, dijumpai besi-besi pengait dan kawat yang berduri di mana pada ujungnya bentuknya bengkok. Shiratal mustaqim itu sebagai sebuah pohon yang mempunyaiduri nejd, yang dikenal pohonsa’dan.

Pada saat itu, para rasul berdoa: Ya Allah, selamatkanlah dan selamatkanlah. Pada sirath itu juga ada pengait-pengait layaknya duri pohon Sa’dan. Hanya saja, tidak ada yang tahu ukuran besarnya, Allahu a’lam. Oleh sebab itu, ia mengaitkan manusia berdasarkan amalan mereka.

Demikian ulasan seputar titian siratul mustaqim yang bersumber dari Al Quran dan hadits yang bisa disimpulkan menjadi 10 kesimpulan, yaitu:

Banyak yang jatuh dan juga yang selamatJembatan menuju surga dengan neraka di bawahnyaLicin dan menggelincirkanLebih tajam daripada pedangTujuh kali lebih kecil dari sehelai rambut manusiaBerduri dengan ujungnya yang bengkokUkuran pasti besar kecilnya jembatan, Allahu a’lamJadi penentu manusia apakah ia masuk surga atau neraka, itu berdasarkan amal baik dan buruk saat di duniaDigambarkan durinya seperti pohon Sa’dan di dunia