Dari Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan ada 6 sebab atau alasan seseorang boleh melakukan tayamum, antara lain:
1. Jika tidak mendapati air atau ada air namun tidak cukup untuk bersuci (wudhu atau mandi)
Apabila kita tidak menemukan air ataupun menemukan air tetapi takaran air tersebut tidak cukup untuk kita melakukan wudhu atau bersuci, Kita dibolehkan bertayamum.
2. Terdapat Luka
Bagi mereka yang memiliki luka di tubuh dan tidak boleh mengenai air karena takut memperparah lukanya, boleh melakukan tayamum.
3. Cuaca yang sangat dingin
Terdapat beberapa negara yang memiliki cuaca dingin ekstrim. Oleh karena itu diperbolehkan bagi mereka untuk bertayamum dengan syarat air yang ada tidak mampu dipanaskan walau dengan membayar, atau orang tersebut sedang dalam kondisi tidak mampu masuk ke dalam kamar mandi.
4. Air membawa musibah
Apabila terdapat air namun ketika kita menggunakannya akan mendapat kecelekaan seperti dapat melukai diri, kehilangan harta hingga kehormatan
5. Dipentingkan untuk minum
Apabila terdapat air yang cukup tetapi hanya cukup untuk minum orang, sementara tidak akan cukup bagi orang yang bersuci, maka orang tersebut boleh melakukan tayamum
6. Waktu Shalat yang Sempit
Apabila terdapat aliran air yang deras nan banyak, namun waktu shalat sudah tinggal menunggu menit, ada baiknya melakukan tayamum. Dan shalat orang tersebut tidak perlu diulangi lagi.
Dalil bertayamum
Dalil boleh melakukan tayamum karena tidak ada air terdapat dalam firman Allah SWT Quran surah An – nisa ayat 43, yang berbunyi:
فلمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً
“Kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci) …” (QS. An-Nisa’: 43)
Sedangkan dalil bahwa tayamum dibolehkan ketika khawatir menggunakan air akan menimbulkan mudharat atau bahaya dapat dilihat dalam hadits berikut.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ »
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah keluar pada saat safar, lalu seseorang di antara kami ada yang terkena batu dan kepalanya terluka. Kemudian ia mimpi basah dan bertanya pada temannya, “Apakah aku mendapati keringanan untuk bertayamum?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati padamu adanya keringanan padahal engkau mampu menggunakan air.” Orang tersebut kemudian mandi (junub), lalu meninggal dunia. Ketika tiba dan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menceritakan kejadian orang yang mati tadi. Beliau lantas bersabda, “Mereka telah membunuhnya.
Semoga Allah membinasakan mereka. Hendaklah mereka bertanya jika tidak punya ilmu karena obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukup baginya bertayamum dan mengusap lukanya.” (HR. Abu Daud, no. 336; Ibnu Majah, no. 572 dan Ahmad, 1:330.
Syaikh Al-Albani berpendapat bahwa hadits ini hasan selain perkataan ‘cukup baginya bertayamum’)