Niat dan tata cara tayamum yang benar
Secara ringkas dan jelas, sebab-sebab bertayamum dikemukakan Al-Ghazali dalam salah satu kitabnya.
Artinya: Siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minum dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu. (Al-Ghazali, Ihyâ ‘Ulumiddin, Terbitan Darut Taqwa lit-Turats, Jilid 1, Tahun 2000, hal. 222).
Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat bertayamum.
1. Bersuci dengan cara tayamum harus dilakukan setelah masuk waktu shalat.
2. Jika alasannya ketiadaan air, maka ketiadaan itu harus dibuktikan setelah melakukan pencarian yang dikerjakan setelah masuk waktu shalat.
3. Tanah yang dipergunakan harus yang bersih, lembut, dan berdebu. Artinya, tidak basah, tidak bercampur tepung, kapur, batu, dan kotoran lainnya.
4. Tayamum hanya sebagai pengganti wudhu dan mandi besar, bukan pengganti menghilangkan najis. Artinya, sebelum bertayamum, najis harus dihilangkan terlebih dahulu.
5. Tayamum hanya bisa dipergunakan untuk satu kali shalat fardhu. Berbeda halnya jika usai shalat fardhu dilanjutkan dengan shalat sunat, shalat jenazah, atau membaca Alquran. Maka rangkaian ibadah itu boleh dengan satu kali tayamum.
6. Bersuci dengan cara tayamum berbeda dengan wudhu. Jika wudhu ada enam rukun, maka tayamum hanya memiliki empat, yaitu (1) niat dalam hati, (2) mengusap wajah, (3) mengusap kedua tangan, (4) tertib.