Jumat, 01 Maret 2019

Sifat terpuji

Keimanan merupakan kunci kebaikan dan keberuntungan seseorang di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla sering sekali menyebutkan kata ‘iman’ ini dalam al-Qur’ân, baik dalam konteks perintah, larangan, anjuran, pujian dan lain sebagainya. Jika penyebutan lafazh ‘iman’ itu dalam konteks perintah, larangan atau penetapan hukum di dunia, maka itu berarti, ucapan itu diarahkan kepada seluruh kaum Mukminin, baik yang imannya sempurna ataupun kurang . Sedangkan, jika penyebutan kata ‘iman’ itu dalam konteks pujian kepada orang-orangnya dan penjelasan balasannya, maka itu berarti, ucapan itu diarahkan untuk orang-orang yang imannya sempurna. Kelompok yang kedua inilah yang hendak dijelaskan di sini.

Dalam al-Qur’ân, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa orang Mukmin yaitu orang yang mengakui dan mengimani semua pokok akidah, menginginkan dan melakukan apa Allâh Azza wa Jalla sukai dan ridhai, meninggalkan semua perbuatan maksiat dan bergegas untuk bertaubat dari perbuatan dosa yang dia lakukan. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan bahwa keimanan mereka memberikan dampak positif pada akhlak, perkataan dan tindak-tanduk mereka.

Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan sifat kaum Mukminin itu yaitu yang beriman kepada semua rukun iman, mendengar dan taat serta patuh, baik secara lahir maupun batin. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan sifat mereka yang lain dalam firman-Nya :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢﴾الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ﴿٣﴾أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh , gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya keiman mereka bertambah, dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb mereka dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. [al-Anfâl/8:2-4]

Sifat-sifat lain yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan yaitu jika mendengar ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla dan mengingat Allâh Azza wa Jalla mereka gemetar, menangis namun hati mereka lembut dan tenang; mereka senantiasa takut kepada Rabb mereka; khusyu’ dalam shalat, menjauh dari perbuatan sia-sia, menunaikan zakat, menjaga kemaluan, memberikan persaksian yang benar dan menunaikan amanah.

Allâh Azza wa Jalla juga menyatakan bahwa diantara sifat kaum Mukminin adalah yakin dengan sepenuh hati tanpa ada ragu sedikitpun, berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla dengan harta dan jiwa raga mereka dan mereka ikhlas dalam semua perbuatan mereka, cinta kepada sesama kaum Mukminin, mendoakan kebaikan untuk kaum Mukminin di masa lalu dan yang akan datang, berusaha menghilangkan kebencian terhadap kaum Muslimin dari hati mereka, senantiasa loyal kepada Allâh Azza wa Jalla , Rasul-Nya dan kaum Muslimin serta berlepas diri dari semua musuh Islam, menyuruh melakukan yang ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran dan mereka senantiasa taat kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dalam segala kondisi.

Inilah di antara sifat Mukmin sejati. Dalam diri mereka berpadu antara akidah yang benar, keyakinan yang sempurna dan keinginan kuat untuk senantiasa bertaubat. Ini semua melahirkan sikap patuh untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan.

Semua sifat ini merupakan sifat Mukmin sejati yang akan terhindar dari siksa Allâh Azza wa Jalla , yang berhak mendapatkan pahala serta berhak meraih semua kebaikan yang merupakan buah dari keimanan.

Setelah mengetahui sifat-sifat ini, seyogyanya bagi seorang Mukmin mengintrospeksi dan melihat dirinya, sudahkah dia memiliki sifat ini? Jika sudah, sudahkah sifat-sifat terpuji ini sempurna ataukah masih banyak kekurangannya? Introspeksi seperti ini sangat urgens untuk memacu semangat memperbaiki diri. Kalau sebatas mengetahui sifat-sifat terpuji yang merupakan kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat ini tanpa ada tindak-lanjut dengan menilai diri, maka alangkah ruginya. Sebab, dengan menilai diri, dia akan mengetahui kekurangan-kekurangannya sehingga terpacu untuk menyempurnakannya dengan bertaubat dan istighfâr. Inilah yang menyebabkan proses introspeksi ini menjadi penting. Karena semua yang dijanjikan untuk kaum Mukminin itu akan bisa diraih hanya dengan iman yang sempurna.

Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan lebih dari seratus kebaikan yang bisa diraih dengan iman. Nilai satu kebaikan melebihi nilai dunia dan seisinya. Diantara kebaikan yang bisa diraih dengan keimanan yaitu ridha Allâh Azza wa Jalla yang merupakan karunia tertinggi. Iman juga bisa menyebabkan seseorang masuk surga, selamat dari siksa neraka, terhindar dari siksa kubur, terhindar dari berbagai kesulitan pada hari Kiamat, gembira di dunia dan akhirat, teguh dalam keimanan di dunia dan istiqamah dalam ketaatan dan ketika meninggal dan dikubur tetap diatas iman, tauhid dan bisa menjawab dengan benar.

Dengan iman seseorang bisa meraih kehidupan yang baik di dunia, rizki, kebaikan, kemudahan, terhindar dari berbagai kesulitan, ketenangan hati dan jiwa, qana’ah, hidup nyaman, anak keturunan yang baik dan menjadikan mereka sebagai penghibur bagi seorang mukmin, sabar ketika mendapat ujian dan musibah.

Dengan sebab keimanan, Allâh Azza wa Jalla menghilangkan berbagai beban dari kaum Mukminin, melindungi mereka dari berbagai keburukan, menolong mereka dalam menghadapi musuh, tidak menyiksa kaum Mukminin yang lupa, yang tidak tahu dan yang keliru. Allâh tidak memberikan beban kepada mereka bahkan Allâh Azza wa Jalla menghilangkannya dan tidak membebankan kepada mereka sesuatu diluar batas kemampuan mereka.

Dengan sebab iman, Allâh mengampuni dosa-dosa kaum Mukminin dan memberikan taufik kepada mereka untuk segera bertaubat.

Jadi keimanan merupakan sarana terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , mendekat kepada rahmat Allâh Azza wa Jalla dan meraih pahala dari Allâh Azza wa Jalla . Iman juga merupakan sarana ampuh untuk meraih ampunan Allâh Azza wa Jalla dan menghilangkan atau meringankan semua kesulitan.

Secara rinci, manfaat yang bisa diraih dengan keimanan itu sangat banyak. Singkatnya, kebaikan dunia dan akhirat merupakan buah dari keimanan sebaliknya keburukan-keburukan itu ada akibat dari hilangnya keimanan. Wallâhu a’lam



Dikutip dari https://almanhaj.or.id

Sifat tercela

Allah menciptakan benda-benda di dunia di beri sifat berbeda-beda. Benda padat punya sifat tersendiri, begitu juga benda cair dan gas. Binatang pun punya sifat-sifat tersendiri.

Lain halnya sifat bagi manusia, baginya ada 2 macam sifat, yaitu:

1. Sifat Yang Mahmudah, artinya serba terpuji misalnya Suka menolong, rajin, dermawan, sopan dsb.
2. Sifat Yang Madzmumah, artinya serba tercela, misalnya Riyah dan Sum'ah, Takabbur, Dengki, Dzalim, Ghadhab, Pengecut, Dusta.

Riyah Dan Sum'ah

Riya adalah menonjol-nonjolkan atau memamerkan amal perbuatan atau sesuatu yang ada pada dirinya dengan tujuan agar di puji oleh orang lain. Sedangkan sum'ah adalah memperdengarkan sesuatu yang ada pada dirinya atau amal dan prestasi yang di capainya dengan tujuan agar mendapatkan sanjungan dari orang lain.

Menurut Islam, Allah memperkenangkan manusia meminta penghargaan dari orang lain dengan batas-batas tertentu. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut tidak menjadikan dirinya lupa terhadap tujuan pokok, yaitu nendapatkan keridhaan Allah.

Ciri-Ciri Yang Di Miliki Orang Yang Bersifat Riya Dan Sum'ah

1. Malas dan enggan berbuat bilamana ia seorang diri
2. Rajin dan giat berbuat ketika ada di tengah orang banyak
3. Di tambah-tambah kebaikannya bila mendapatkan pujian

Akibat Dari Perbuatan Riya Dan Sum'ah

1. Amalannya menjadi batal dan di tolak oleh Allah
2. Terkena salah satu sifat orang munafik
3. Tergolong syirik yang terselubung
4. Tindakannya tergolong yang Abnormal.


Takabbur

Takabbur adalah membesarkan diri sendiri di hadapan orang lain. Orang seperti ini selalu merasa bahwa dirinya paling hebat. Sehingga ia senanriasa menolak, mencela dan meremehkan orang lain.

Pandangan dalam Islam tentang sifat takabbur adalah tercela karena satunya-satunya yang paling hebat yang serba maha adalah Allah swt. Oleh karena itu, sifat seperti ini di jamin Allah untuk tidak memasuki taman syurga.

Menurut pandangan ahli jiwa, orang yang takabbur akan memasuki daerah yang abnormal yang dengan ciri-ciri kelakuan tertentu yang di sebut paranoid atau gila kehormatan.

Ciri-Ciri Paranoid

1. Egoistis
2. Mengelak dari tanggung jawab
3. Berkeyakinan bahwa ia mempunyai berbagai kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa, sebaliknya memandang rendah dan sepele orang lain
4. Suka membantah dan melawan akibat keyakinan pada dirinya sendiri dan tidak mau menerima nasihat atau pendapat orang lain.

Akibat yang di timbulkan dari sifat takabbur ialah dunianya menjadi sempit karena di jauhi orang lain. Di samping itu Allah swt. sangat murka terhadap orang-orang yang memiliki sifat takabbur.

Dengki

Dengki adalah rasa iri hati dan benci terhadap orang lain yang memperoleh kenikmatan dari Tuhan. Penyebab timbulnya sifat dengki bukan karena hatinya busuk, melainkan di sebabkan karena ketidakmampuan pribadinya merasakan nikmat dari kebahagiaan hidupnya sendiri.

Oleh para ahli tasawwuf mengatakan bahwa jika seseorang yang jika di dalam dirinya terdapat tiga sifat, maka janganlah pernah nengharap do'anya dapat di kabulkan. Sifat yang di maksud adalah gemar memakan makanan haram, gemar mengumpat orang lain dan orang yang hatinya tersapat rasa iri hati.

Akibat Dengki Yang Tidak Proporsional

1. Menderita perasaan duka yang berlarut-larut tanpa sebab musabab
2. Akan mendapatkan berbagai kecaman dan celaan dari orang sekitarnya
3. Menimbulkan kerenggangan dan keretakan dalam persahabatan
4. Memperoleh kemarahan Tuhan, dan di tutup baginya pintu hidayah dari Tuhan
5. Terganggu stabilitas kepribadiannya yang membawa munculnya penyakit kejiwaan.

Dzalim

Dzalim atau aniaya adalah berbuat sesuatu tidak pada tempatnya, atau mengurangi hak yang seharusnya di berikan olehnya. Menurut Abu A'la al-Maududi, sifat Dzalim adalah merupakan tindakan pemorkosaan terhadap hak dan kewajiban. Menurut beliau sifat Dzalim tiga bagian yakni:

1. Dzalim terhadap Allah swt.
2. Dzalim terhadap sesama makhluk
3. Dzalim terhadap dirinya sendiri.

Akibat Dari Perbuatan Dzalim

1. Menimbulkan penderitaan dan kesusahan bagi yang terkena
2. Akan menerima pembalasan setimpal di dunia dan akhirat.

Ghadhab

Marah sesungguhnya adalah merupakan manifestasi dari kondisi perasaan seseorang yang di sebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mengenakkan. Penyebab suatu kemarahan dapat bersumber dari kecewa, tidak puas dan di hina atau di ganggu. Pada hakikatnya manusia memerlukan berbagai variasi dalam kehidupannya, termasuk marah. Akan tetapi, marah yang di bolehkan adalah marah yang berada pada tempatnya, misalnya marah yang di arahkan untuk mendidik. Marah di sini di benarkan karena menjadi mediasi untuk melakukab perbaikan terhadap keburukan, sehingga dapat berubah menjadi baik. Marah yang tidak di benarkan adalah marah yang tidak pada tempatnya dan tidak beralasan atau tidak sebanding dengan alasan yang menyebabkan kemarahan tersebut.

Cara mengobati marah menurut Rasulullah adalah dengan berwudhu. Dalam hadits qudsi di katakan bahwa jika kita sedang marah, maka sebutlah nama(asma)Allah untuk mengerem atau menahan kemarahan itu. Di samping itu cara lain untuk menurunkan kemarahan yakni:

1. Dengan mengingat akan dirinya sendiri dari siksa Allah swt
2. Hendaknya di bayangkan bahwa dirinya, wajah dan rupanya menjadi sangat jelek seperti orang lain yang berwajah jelek jika sedang marah
3. Hendaknya dapat di ingat bahwa yang mengajak dan menjerumuskan dirinya ke dalam situasi marah itu tidak lain adalah setan.

Pengecut

Pengecut adalah perasaan takut karena tidak berani menghadapi persoalan yang menghadang dirinya. Perasaan ini muncul karena ragu-ragu, cemas dan khawatir kalau sampai gagal atau kalah.hatinya ciut sehingga tidak sanggup menentukan sikap pada saat-saat ia seharusnya menentukan sikap dengan tegas. Dan jika ia berani, sesungguhnya ia berani secara lahiriyah, akan tetapi dalam batinnya terasa kerisauan yang tidak terperikan.

Akibat Yang Timbul Karena Pengecut

1. Kepribadiannya akan kehilangan identitas, sebab tidak memiliki pendirian yang tetap dan teguh.
2. Menjadi Celaan yang sangat hina, baik di hadapan Tuhan, negara atau pun masyarakat
3. Amal perbuatannya tertolak dari Tuhan.

Dusta

Dusta adalah mengada-ada sesuatu yang tidak ada secara sengaja dengan maksud-maksud tertentu. Adapun tujuan dusta :

1. Untuk diri pribadi ; dengan berdusta di maksudkan untuk menimbulkan kesan bahwa dirinya itu baik, tidak salah, hebat, dsb
2. Untuk orang lain ; di maksudkan untuk menimbulkan kesan bahwa orang itulah yang jelek, salah,dan patut di hukum.

Akibat Dusta

1. Akan menimbulkan kerugian pada diri sendiri, terutama kepada orang lain
2. Tidak akan memperoleh kepercayaan dalam masyarakat

3. Dusta pertama di lakukan akan menimbulkan dusta selanjutnya
4. Dengan berdusta berarti telah melakukan salah satu dari tujuh kelompok dosa besaryang di peringatkan oleh Allah swt. untuk di jauhi.

Dusta yang di perbolehkan adalah dusta yang di lakukan dalam situasi tertentu yakni:

1. Dusta sewaktu dalam peperangan
2. Dusta demi merujukkan (mendamaikan) orang yang sedang berselisih
3. Dusta tak kala menyelamatkan jiwa yang sangat

Ghibah

Dari segi bahasa, ghibah artinya membicarakan mengenai hal negatif atau positif tentang orang lain yang tidak ada kehadirannya di antara yang berbicara. Dari segi istilah, ghibah berarti pembicaraan antar sesama muslim tentang muslim lainnya dalam hal yang bersifat kejelekkan, keburukan, atau yang tidak disukai. Bedanya dengan dusta, sesuatu yang diperbincangkan dalam ghibah memang benar adanya.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah SAW menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.” (H. R. Muslim)

Dalil Mengenai Larangan Mengghibah

Beberapa dalil mengenai larangan berbuat ghibah dalam Al-Qur’an dan hadist:

Dalil Al-Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya;“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. 49 : 12).“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. Al-Hujurat : 12).Dalil hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;Diriwayatkan oleh Said bin Zaid RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Sesungguhnya riba yang paling bahaya adalah berpanjang kalam (ucapan) dalam membicarakan (keburukan) seorang muslim dengan (cara) yang tidak benar.” (H. R. Abu Daud).Hadits riwayat Ahmad dari Jabir bin Abdullah; “Kami pernah bersama Nabi tiba-tiba tercium bau busuk yang tidak mengenakan. Kemudian Rasulullah berkata; ‘Tahukah kamu, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang mengghibah (menggosip) kaum mukminin.”

Ghibah yang Diperbolehkan

Dalil mengenai larangan berbuat ghibah memang ada banyak, namun, dalam Islam ada ketentuan dengan kondisi tertentu yang ghibah menjadi boleh untuk dilakukan.

Allah SWT berfirman yang artinya:

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Sedangkan Nabi Muhammad dalam sebuah hadist mengatakan; “Setiap umatku akan dimaafkan kecuali para mujahir.
Mujahir adalah orang-orang yang menampakkan perilaku dosanya untuk diketahui umum.” (H. R. Muslim).

Mengenai kondisi yang diperbolehkan untuk berbuat ghibah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tadzalum

yakni kondisi orang yang teraniaya lalu melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak berwajib, ulama, atau penguasa yang kiranya dapat menangani permsalahannya. Allah SWT berfirman yang artinya;

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

2. Menceritakan tentang keburukan seseorang oleh karena orang tersebut berbuat maksiat

Dalam hal ini, tujuan menceritakan keburukan orang tersebut adalah agar ustadz, kiai, psikolog, atau orang yang mampu untuk memperbaiki dan mengubah si yang dibicarakan agar berhenti berbuat maksiat.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya.” (H. R. Muslim).

3. Saat meminta fatwa

Dalam sebuah riwayat, Hindun binti Utbah (istri Abu Sofyan) pernah mengadu kepada Rasulullah SAW dan mengatakan;

“Wahai Rasulullah SAW, suamiku adalah seorang yang bakhil. Dia tidak memberikan padaku uang yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga kami, kecuali yang aku ambil dari simpanannya dan dia tidak mengetahuinya. Apakah perbuatanku itu dosa? Rasulullah SAW menjawab, ambillah darinya sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan cara yang baik (ma’ruf).” (H. R. Bukhari)

4. Untuk memberitahukan atau memperingatkan akan adanya suatu bahaya

Dalam riwayat, Fatimah binti Qais RA hendak dipinang oleh Muawiyah dan Abu Jahm. Kemudian, Fatimah memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW; datang kepada Rasulullah SAW dan beliau bersabda;

“Adapun Muawiyah, ia adalah seseorang yang sangat miskin, sedangkan Abu Jahm, adalah seseorang yang ringan tangan (suka memukul wanita).” (H. R. Muslim).

5. Boleh mengghibah orang yang berbuat maksiat

Misalnya mabuk, berjudi, dan mencuri, dan sebagainya. Juga terhadap orang yang menunjukkan permusuhan terhadap Islam.

6. Ghibah sebagai bentuk pengenalan

Contoh: ada seseorang yang memiliki ciri khas tertentu yang cenderung lebih dikenali orang dibandingkan nama, misal; seseorang itu adalah buta, sedangkan masyarakat lebih mengenal kecacatannya itu dibandingkan nama. Jadi, saat mengenalkan akan si Buta tersebut, berarti kita mengghibah Asal tujuannya tidak untuk menjelek-jelekkan, maka boleh saja.

Bahaya Ghibah dalam Pandangan Islam

Ghibah merupakan perbuatan yang tergolong dalam dosa besar, sebagaimana Imam Al-Qurthubi ungkapkan dalam kitab Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, bahwasanya ghibah itu sebanding dengan dosa zina, pembunuhan, dan dosa besar lainnya. Sedangkan menurut Hasan Al Bashri, perbuatan bergunjing lebih cepat merusak agama dibandingkan dengan penyakit yang menggerogoti tubuh.  Ghibah sendiri membahayakan baik bagi orang yang dibicaraka, diri sendiri, bahkan masyarakat.

1. Mendapat murka Allah SWT

Seorang muslim yang mempergunjingkan saudaranya dalam hal bukan ghibah yang diperbolehkan, sama saja artinya ia telah menghina makhluk ciptaan Allah. Selain itu, ia juga telah melanggar larangan Allah SWT, sehingga pantas jika ia mendapat kemarahan dan kemurkaan dari Allah SWT. Tiada ada balasan kepada orang yang mendapat kebencian daripadanAllah SWT kecuali siksa neraka.

2. Hatinya menjadi keras

Ghibah yang buruk itu dimana bibirnya terasa seperti diberi manisnya madu sehingga sangat senang ketika membicarakan keburukan orang lain. Tidak jarang diiringi dengan kata-kata yang tidak pantas atau umpatan. Dalam keadaan begini, bukan Allah yang berada di hatinya, melainkan iblis yang turut bersarang di hati bahkan di bibirnya. Tiada ada kebaikan atau keberkahan yang ia peroleh melainkan dosa.

3. Memicu terjadinya pertikaian dan perpecahan

Tidak ada yang senang ketika aibnya diumbar-umbar kepada khalayak. Sedangkan mereka yang berghibah, artinya telah membeberkan sesuatu yang mungkin saja memalukan dan sangat dirahasiakan. Saat hal demikian terjadi, tak jarang timbul rasa kebencian yang akhirnya berujung pada permusuhan, pengrusakan, perkelahian, bahkan sampai tindak kejahatan pembunuhan.

Andai kata dendam itu hanya dipendam sekalipun, pasti akan membuat hubungan di antara keduanya menjadi renggang karena menyimpan perasaan tidak suka satu sama lain.

4. Berani berbuat maksiat

Orang yang senang bergunjing berarti senang berbuat maksiat. Ia tidak malu menceritakan aib saudaranya kepada orang lain bahkan ia justru merasa bangga karena telah berhasil mempermalukan orang yang ia gunjing.

Tidak ada lagi rasa segan dan takut dalam berbuat dosa, maka tidak menutup kemungkinan perbuatan maksiat lainnya juga akan ia lakukan.

5. Melenyapkan amal ibadah seorang mukmin

Dengan mengghibah, sebenarnya tanpa sadar seseorang sudah menghapuskan sendiri kebaikan-kebaikan yang ia miliki. Dengan kata lain, ghibah dapat melenyapkan amal ibadah.

6. Amal ibadah ditolak Allah

Ghibah juga menjadi penyebab mengapa amal ibadah seseorang tidak diterima di sisi Allah SWT.

7. Allah menjadi murka

Ghibah menjadikan Allah murka sehingga Ia meninggalkan orang tersebut dan tidak lagi melindunginya. Dalam keadaan demikian, adalah iblis menjadi lebih mudah dalam mempengaruhi manusia sehingga ia pun semakin gencar berbuat maksiat sekaligus semakin jauh dari Allah SWT.

Kamis, 28 Februari 2019

Menggunjing

Menggunjing merupakan dosa besar, namun entah kenapa, banyak manusia yang terjatuh kedalamnya, bahkan dilakukan juga oleh ahli ibadah dan orang yang berilmu –baik sengaja ataupun tidak-, kecuali yang memang diberikan taufiq oleh Allah ta’ala untuk selalu berada diatas ketaatan, dan ridha-Nya. Allah telah melarang dosa ini dalam firman-Nya yang popular, yaitu dalam QS Al-Hujurat ayat 12:


Artinya: ” dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?”.

Dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mendefinisikan ghibah/menggunjing ini yaitu:

Engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. (HR Muslim: 4690).

Imam Nawawi rahimahullah kemudian memperjelas lagi definisi ini dalam komentarnya: “Ghibah adalah menceritakan tentang seseorang dengan sesuatu yang dibencinya baik badannya, agamanya, perkara dunianya, dirinya, fisiknya, perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, istrinya, pembantunya, hamba sahayanya, serbannya (penutup kepalanya), pakaiannya, gerak langkahnya, gerak gerinya, raut mukanya yang berseri atau masam, atau hal lain yang berkaitan dengan penyebutan seseorang baik dengan lafad (verbal), tanda, ataupun isyarat dengan menggunakan mata, tangan ataupun kepala”. (Al-Adzkaar: 336).

Beberapa perkara yang mesti kita ketahui tentang dosa ghibah/menggunjing ini adalah:

Pertama:

Menggunjing orang lain merupakan perbuatan yang sangat menjijikkan jiwa dan hati manusia, sampai-sampai Allah ta’ala dalam ayat diatas menyerupakannya dengan memakan bangkai orang yang ia gunjingkan. Ironisnya, sangat sedikit yang bisa menghindarkan diri dari kezaliman yang satu ini. Bahkan orang yang ahli ilmu dan ahli ibadah bisa saja terjatuh didalamnya.

Kedua:

Allah ta’ala akan mengadzab orang-orang yang menggunjing semenjak ia pertama kali masuk kedalam kubur. Sebagaimana dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam suatu ketika melewati dua kuburan, beliau bersabda: “Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini diadzab, dan mereka tidaklah diazab karena perkara yang besar (dalam pandangan kalian)… Sesungguhnya salah satunya selalu menyebarkan namimah (adu domba dan ghibah), sedangkan yang kedua tidaklah mensucikan diri dari kotoran air kencingnya”.(HR Bukhari: 1378).

Ketiga:

Yang mendapatkan keuntungan dan maslahat dari perbuatan menggunjing ini adalah orang yang menjadi objek gunjingan, dan yang mendapatkan kerugian dan mudharat adalah orang yang menggunjing, bukan siapa-siapa.Sebab diakhirat kelak, pahala kebaikan dan amalan orang menggunjing ini akan diberikan kepada orang yang digunjinginya, bila dosa ghibah ini masih belum terbayarkan, sedangkan pahala-pahalanya sudah habis, maka dosa dan keburukan orang yang digunjing tersebut akan diserahkan pada orang yang menggunjing, lalu ia dilemparkan kedalam neraka, sebagaimana dalam hadis yang popular. (lihat: Shahih Imam Muslim: 4/1997 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Keempat:

Dosa ghibah yang paling besar adalah terhadap para ulama, para dai, dan orang-orang shalih, sebab hal ini dapat menyebabkan manusia berpaling dari ilmu atau dakwah. Bahkan ghibah merupakan penyebab utama untuk menghina para ulama/duat yang merupakan pewaris para nabi dan rasul. Sebab itu, mereka yang suka menggunjing dan memfitnah para ulama dan dai adalah orang-orang yang cepat sekali dimatikan hatinya oleh Allah ta’ala. Imam Ibnu ‘Asakir rahimahullah berkata: “Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNYa dengan sebenar-benarnya- dan Ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka”.(Tabyyin Kadzib Al-Muftara: 29).

Juga Ibnu Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:“Menggunjing para ulama, dosanya lebih besar dari pada menggunjing orang yang bukan ulama, sebab gunjingan untuk selain ulama adalah ghibah pribadi, yang apabila terdapat mudharat, maka mudharatnya hanya sebatas pada orang yang menggunjing dan yang digunjingi, akan tetapi menggunjing ulama bisa mendatangkan mudharat pada agama islam, karena para ulama merupakan pembawa bendera islam, bila keyakinan dan kepercayaan manusia terhadap ucapan dan pandangan mereka hilang (karena adanya aib/cela yang disebar lewat gunjingan) maka bendera islam (yang mereka perjuangkan) akan jatuh, sehingga ini sangat memberikan mudharat bagi umat islam. Apabila manusia yang digunjingi adalah laksana dimakan bangkainya, maka ulama yang digunjingi dagingnya berracun karena adanya mudharat yang sangat besar (dari menggunjing mereka)”. (Syarah Riyadh Al-Sholihin: 1/226).

Kelima:

Ghibah memunculkan sifat dengki, hasad dan permusuhan antara sesama manusia. Ia juga merupakan perbuatan yang menyebarkan keburukan, dusta, kezaliman, dan adu domba yang semuanya merupakan dosa yang sangat besar. Bahkan ia juga merupakan bentuk penghinaan, dan pelecehan kehormatan dan harga diri orang yang digunjingi. Sebab itu, tidak mengherankan bila sampai berakibat pada kerusakan, keretakan keluarga dan rumah tangga, pemutusan hubungan silaturrahim, perceraian, pertikaian, pembunuhan dan penganiayaan, karena harga diri merupakan harga mati bagi seorang manusia, bila dicoreng dihadapan orang lain, maka ia adalah sesuatu yang sangat memalukan dan merendahkan.

Keenam:

Orang yang menggunjing akan ditanya tentang kebenaran gunjingan tersebut diakhirat kelak. Sebagaimana dalam HR Thabarani (3/420) diriwayatkan dalam hadis: “Barangsiapa yang menggunjing orang lain dengan sesuatu yang orang tersebut tidak lakukan, dengan tujuan untuk mengolok-oloknya, maka Allah akan memenjarakannya dalam neraka jahannam sehingga ia mendatangkan kebenaran/bukti perkataannya tersebut”. Walaupun hadis ini dinilai dhoif oleh Hafidz Al-Haitsami dan Syaikh Al-Albani dari segi sanad, namun maknanya benar, dan ia pasti akan diazab sebagaimana dalam banyak hadis.

Ketujuh:

Azab orang yang menggunjing sangatlah besar diakhirat kelak, ini tambahan dari azabnya tatkala masih berada dalam alam kubur. Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Tatkala saya diangkat kelangit, saya melewati kumpulan orang yang memiliki kuku terbuat dari tembaga, dengannya mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri, lantas sayapun bertanya pada Jibril ‘alaihissalam: Siapakah mereka itu wahai Jibril? Beliau menjawab: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia (menggunjing), dan suka menghina harga diri mereka”. (HR Ahmad 3/224, dan Abu Daud : 4878, shahih).

Kedelapan:

Bahwasanya dosa ghibah tidaklah diampuni kecuali harus ada sikap maaf dari orang yang digunjingi. Dari segi ini, para ulama menyandingkan ghibah dengan kesyirikan, karena kesyirikan tidak diampuni kecuali dengan taubat dan memohon ampun kepada Allah ta’ala, sedangkan ghibah tidak dimaafkan kecuali dengan memohon maaf kepada orang yang digunjingi.

Wallaahu a’lam.

Ciri ciri munafik



Lain di bibir lain di hati adalah salah satu ungkapan yang menunjuk pada sifat munafik pada manusia. Yakni ketika seseorang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ia ketahui untuk mencapai tujuan tertentu yang menguntungkan dirinya tanpa melihat kerugian pada orang lain.

Namun selama ini kita mengetahui sifat munafik hanya sebatas pada istilah tersebut saja padahal ada banyak ciri-ciri sifat yang menunjukkan sifat munafik pada manusia seperti, dusta, khianat, dan masih banyak lainnya.

Untuk itu artikel kali ini akan membahas mengenai beberapa ciri-ciri orang yang munafik beserta penjelasannya dari al-Quran untuk kita ketahui bersama dan menghindari serta menyikapi dengan bijak

Ciri-Ciri Orang Munafik

Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai 35 ciri-ciri orang munafik.

Dusta

Ciri pertama dari orang munafik adalah dusta atau berbohong. Berdusta atau berbohong adalah suatu tindakan tercela yang tak hanya dibenci oleh manusia yang dibohongi tapi juga oleh agama. Agama melarang keras bagi umatnya untuk berdusta karena tindakan ini jelas akan memberi kerugian dan lebih banyak mudorotnya.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menerangkan bahwa Allâh Azza wa Jalla telah membagi manusia ke dalam dua bagian, yakni orang yang jujur dan orang yang munafik. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Qur’an Surat al-Ahzab ayat 24 yang berbunyi:

لِّيَجۡزِيَ ٱللَّهُ ٱلصَّٰدِقِينَ بِصِدۡقِهِمۡ وَيُعَذِّبَ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ إِن شَآءَ أَوۡ يَتُوبَ عَلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٢٤

Artinya:

Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al-Ahzâb/33:24]

Khianat

Khianat adalah ciri berikutnya dari sifat munafik. Yakni saat seseorang yang tidak komitmen dengan apa yang dijalaninya dan tidak pernah menepati perkataannya tanpa ada kejelasan apapun. Islam secara tegas melarang tindakan khianat ini karena seseorang akan merasa sangat tersakiti jika dikhianati kepercayaannya.

Tindakan khianat ini dijelaskan dalam al-Qur’an Surat al-Mu’minun Ayat 8 dan al-Anfaal ayat 27

وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ ٨

Artinya:

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Q.S al-Mu’minun : 8)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٧

Artinya:

Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.

Fujur

Fujur adalah sebuah sifat tercela dimana seseorang yang emosinya berlebihan bahkan melampaui batas saat terjadi pertikaian dengan orang lain. Orang dengan ciri ini akan terus ingin menang dan tidak terima dengan kesalahannya sehingga menunjukkan sikap yang melampaui batas untuk menekan lawan tengkarnya.

Ingkar Janji

Ingkar janji adalah salah satu ciri munafik lainnya karena seseorang yang ingkar janji tidak bisa memegang perkataannya sendiri dan tidak pernah menepati janji yang sudah ia tebarkan ke banyak orang. Menepati janji hukumnya adalah wajib, artinya ketika seseorang membuat janji maka harus menepati janji yang telah ia ucapkan tersebut.

Dalam Alquranpun telah dijelaskan mengenai janji yang harus ditepati dan tidak boleh diingkari.

Seperti yang tertuang dalam Surat an-Nahl ayat 91 yang berbunyi:

وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمۡ وَلَا تَنقُضُواْ ٱلۡأَيۡمَٰنَ بَعۡدَ تَوۡكِيدِهَا وَقَدۡ جَعَلۡتُمُ ٱللَّهَ عَلَيۡكُمۡ كَفِيلًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا تَفۡعَلُونَ ٩١

Artinya:

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S an-Nahl:91)

Kemudian dalam surat al-Isra’ ayat 34 yang berbunyi:

وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُۥۚ وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٤

Artinya:

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.

Malas Beribadah

Malas beribadah juga masuk dalam kategori ciri-ciri sifat munafik, hal ini dikatakan secara jelas dalam al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 142 yang berbunyi:

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا ١٤٢

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

Ayat ini menceritakan tentang bagaimana seseorang munafik yang pergi ke masjid atau surau, dengan berat hati ia seret kedua kakinya seakan-akan berat dan sangat sulit untuk berjalan karena terbelenggu rantai. Kemudian ketika ia sampai di dalam masjid atau surau dia malah memilih untuk duduk di shaf yang paling akhir tanpa mengetahui apa yang dibaca imam dalam sholat, apalagi untuk menyimak dan menghayatinya.

Riya

Riya adalah termasuk sifat sombong yang sangat tercela dan dibenci oleh Allah. Contoh sederhaa dari sifat Riya’ ini adalah ketika seseorang yang sengaja menampakkan sholat dengan rajin dan khusyuk tetapi ketika seorang diri dia mempercepat sholatnya atau bahkan tidak sholat sama sekali. Apabila di depan banyak orang dia berbuat baik dan rendah hati tapi ketika sendirian dia berbuat jahat dan tinggi hati. Apabila bersama orang lain dalam suatu majlis, dia menampakkan sikap zuhud dan berakhlak baik, demikian juga pembicaraannya. Namun, jika dia seorang diri, dia akan melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT.

Perkara tentang Riya telah difirmankan oleh Allah dalam Qur’an Surat al-Maa’un ayat 4-7 yang berbunyi:

فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥  ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦  وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ٧

Artinya:

(4) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (5) (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (6) orang-orang yang berbuat riya (7) dan enggan (menolong dengan) barang berguna (7) Sedikit Berzikir.

Mempercepat Sholat

Orang-orang yang tidak khusyuk sholatnya, malah mempercepat gerak dan bacaan sholatnya adalah ciri lain dari munafik. Yakni orang-orang yang fikiran dan hatinya tidak menyatu bahkan tidak menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah SWT dalam sholatnya.

Perkara ini juga telah diriwayatkan dalam sebuah hadis Nabi SAW yang pernah bersabda bahwa:

“Itulah sholat orang munafik, … lalu mempercepat empat rakaat (sholatnya)”

Mencela Orang-Orang Yang Taat Dan Soleh

Orang-orang dengan sifat munafik biasanya tidak bercermin pada diri sendiri dan malah memperolok orang-orang yang taat dengan ungkapan sindiran atau bahkan kasar yang tidak enak didengar seperti cemohan ataupun celaan.

Sepanjang hidupnya ia sibuk mencemooh orang-orang sholeh yang dianggapnya selalu jelek dan berlebihan.

Mengolok-Olok Al-Quran, As-Sunnah, Dan Rasulullah SAW

Orang-orang munafik seringnya tidak sadar dengan ucapan dan tindakannya yang melewati batas. Selain mengolok-olok orang soleh ia juga bahkan tidak segan untuk mengolok-olok Qur’an maupun hadis yang merupakan dasar pedoman bagi agama Islam beserta dengan amalan-amalan lainnya.

Walaupun mereka menganggapnya hanya sebagai candaan saja namun hal tersebut sudah termasuk kafir. Seperti firman Allah dalam Qur’an Surat at-Taubah ayat 65-66 yang berbunyi:

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ ٦٦

Artinya:

(65) Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? (66) Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (Q.S. At-Taubah: 65-66)

Bersumpah Palsu

Ciri berikutnya dari sifat munafik adalah dengan bersumpah palsu. Yakni orang-orang yang jika ia sedang bersaksi maka ia memberikan sumpah palsu dengan tanpa memperdulikan dosa maupun akibat negative dari sumpah palsunya tersebut.

Ia bahkan berani mengucap sumpah dengan menyertakan Demi Allah yang dilakukan semata-mata untuk menutupi kedustaannya. Dan jika ia ditegur atau dinasehati ia malah mengumpat, mengelak atau bahkan memfitnah orang lain supaya ia terbebas dari sangkaan atau dugaan terhadapnya.

Perkara tentang sumpah palsu ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Al-Munafiqun ayat 2 dan Al-Mujadilah ayat 16 yang berbunyi:

ٱتَّخَذُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ جُنَّةٗ فَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِنَّهُمۡ سَآءَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٢

Artinya:

Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. al-Munafiqun:2)

ٱتَّخَذُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ جُنَّةٗ فَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ فَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ ١٦

Artinya:

Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah; karena itu mereka mendapat azab yang menghinakan. (Al-Mujadilah:16).

Enggan Berinfak

Selain bersikap merugikan orang lain, orang-orang munafik juga sangat pelit dan tidak mau  melakukan hal-hal yang bersifat berkorban untuk membantu orang lain apalagi yang sekiranya merugikan diri. ia hanya ingin untung sendiri dan tidak peduli dengan kerugian orang lain. Dan ia juga sangat hitung-hitungan bahkan menghindari terhadap hal-hal yang akan mengurangi kekayaan hartanya yang sebenarnya juga merupakan hak dari orang lain yang lebih membutuhkan. Jikapun mereka berinfak, maka hanya untuk kepentingan tertentu yang menjurus kepada riya’ maupun sum’ah.

Padahal infak sangat di anjurkan dan diperintahkan dengan jelas dalam alqur’an maupun dalam hadis. Seperti firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 254 ini yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ يَوۡمٞ لَّا بَيۡعٞ فِيهِ وَلَا خُلَّةٞ وَلَا شَفَٰعَةٞۗ وَٱلۡكَٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٥٤

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa´at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.

Kemudian dalam surat al-Hajj ayat 22 yang berbunyi:

كُلَّمَآ أَرَادُوٓاْ أَن يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا مِنۡ غَمٍّ أُعِيدُواْ فِيهَا وَذُوقُواْ عَذَابَ ٱلۡحَرِيقِ ٢٢

Artinya:

Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasailah azab yang membakar ini”

Tidak Menghiraukan Nasib Sesama Kaum Muslimin

Orang-orang munafik tidak memiliki rasa kepedulian terhadap orang lain walaupun terhadap sesama kaum muslim lainnya dan hanya peduli terhadap kemakmuran dirinya sendiri saja.

Hal inilah yang membuat barisan kekuatan para muslim menjadi lemah karena menjadi terpecah-belah akibat ketidak pedulian kepada sesame muslimnya.

Sering menyebarkan dan melebih-lebihkan

Ciri lain dari sifat munafik adalah dengan melebih-lebihkan kejadian apalagi kesalahan orang lain. Ketika ia melihat sedikit kesalahan dari orang lain maka ia akan langsung menyebarkannya secara berlebihan dan terus mengulanginya hingga ia merasa bosan sendiri sehingga semua orang mengetahui bahkan menjadi salah paham terhadap orang yang terus dijadikan bahan omongan.

Mengingkari Takdir

Orang munafik selalu berpikiran pendek tentang apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi padanya, tidak menyadari bahwa semua apa yang terjadi dalam hidup ini adalah atas ijin dari Allah SWT. Ketika ia tertimpa musibah ia akan menyalahkan orang lain atau langkah yang diambilnya, bukan menerima apalagi mengakui hikmah dari musibah yang ia alami.

Mencaci Maki Kehormatan Orang-Orang Soleh

Menjelek-jelekkan orang lain di belakang adalah salah satu kebiasaan seorang munafik. Ia akan  dengan santainya mencaci maki, menjelek-jelekkan, mengumpat dan menjatuhkan kehormatan mereka tanpa berkaca pada dirinya sendiri.

أَشِحَّةً عَلَيۡكُمۡۖ فَإِذَا جَآءَ ٱلۡخَوۡفُ رَأَيۡتَهُمۡ يَنظُرُونَ إِلَيۡكَ تَدُورُ أَعۡيُنُهُمۡ كَٱلَّذِي يُغۡشَىٰ عَلَيۡهِ مِنَ ٱلۡمَوۡتِۖ فَإِذَا ذَهَبَ ٱلۡخَوۡفُ سَلَقُوكُم بِأَلۡسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى ٱلۡخَيۡرِۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَمۡ يُؤۡمِنُواْ فَأَحۡبَطَ ٱللَّهُ أَعۡمَٰلَهُمۡۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٗا ١٩

Artinya:

Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. al-Ahzab:9)

Sering Meninggalkan Sholat Berjamaah

Seseorang yang munafik akan cenderung malas dan bahkan meninggalkan sholat berjamaah walaupun keadaannya sehat wal’afiat. Ia enggan mendatangi masjid walaupun panggilan adzan telah berkumandang dan memiliki waktu luang tanpa hambatan apapun. Ia akan hanya diam seperti tidak mendengar panggilan adzan karena hatinya tertutup oleh kemunafikan.

Membuat Kerusakan Di Muka Bumi Dengan Dalih Mengadakan Perbaikan

Orang munafik selalu memutar otaknya untuk mendapatkan banyak keuntungan walaupun keuntungan itu harus dengan cara merugikan orang lain. Dan ia sangat pandai untuk memutar balikkan fakta dan menipu orang-orang seakan-akan sedang mengusahakan perbaikan pada dunia padahal ia hanya mengarah keuntungan walaupun dengan mengorbankan dan membuat kerusakan di bumi.

Hal ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 11-12 yang berbunyi:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ١١ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشۡعُرُونَ ١٢

(11) Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan” (12) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Al-Baqarah: 11-12)

Tidak Sesuai Antara Zahir Dengan Bathin

Orang-orang munafik sebenarnya secara zahir telah menyadari dan mengakui tentang adanya Nabi Muhammad sebagai Rasul utusan Allah, namun secara Bathinnya ia masih mendustakan kesaksian tersebut dan memiliki perasaan terselubung yang busuk dan menghancurkan. Penampilan luarnya terlihat beriman namun dalam hatinya hanya main-main.

Takut Terhadap Kejadian Apa Saja

Orang-orang munafik selalu memiliki siasat jahat sehingga ia selalu merasa takut jika orang lain juga memiliki siasat jahat terhadapnya. Jiwanya tidak tenang dengan pikiran-pikiran negative yang selalu menggerogoti hatinya dan terlalu sibuk dengan persoalan duniawi. Sehingga ia berharap bahwa hidupnya tetap seperti ini dan tidak diganggu oleh siapapun padahal kehidupan manusia adalah layaknya seperti roda yang terus berputar, kadang di atas dan kadang di bawah.

Beruzur Dengan Dalih Dusta

Orang munafik selalu punya alasan untuk menghindari tanggung jawab apalagi yang bersifat mengorbankan diri seperti berperang atau membantu sesama umat muslim.

وَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ ٱئۡذَن لِّي وَلَا تَفۡتِنِّيٓۚ أَلَا فِي ٱلۡفِتۡنَةِ سَقَطُواْۗ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةُۢ بِٱلۡكَٰفِرِينَ ٤٩

Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (At-Taubah: 49)

Menyuruh Kemungkaran Dan Mencegah Kemakrufan

Orang-orang munafik secara diam-diam akan terus merusak bumi dan seisinya terlebih dengan akhlak masyarakatnya dengan berbagai cara seperti menggembar-gemborkan tentang kemerdekaan wanita, persamaan hak, penanggalan hijab/jilbab. Mereka juga berusaha memasyarakatkan nyanyian dan konser, menyebarkan majalah-majalah porno (semi-porno) dan narkoba.

Ia terus mengajak orang-orang untuk menikmati hidup yang singkat dan Cuma sekali. Ia mengajak supaya orang-orang tidak terlalu larut dengan ibadah dan keagamaan yang menurutnya semu.

Pelit

Orang-orang munafik biasanya sangat gila harta dan sangat pelit walau hanya untuk membagi sedikit kekayaannya untuk keluarganya sendiri sekalipun apalagi untuk orang lain yang bukan keluarganya seperti bersedekah atau infak.

Lupa Kepada Allah SWT

Allah sang pencipta seluruh alam dan isinya adalah dzat yang sudah sepatutnya kita ingat dan kita sembah. Akan tetapi hal ini tidak berlaku bagi para munafik. Mereka hanya mengingat kekayaan dan kesenangan duniawi tanpa mengingat Allah SWT.

Mendustakan Janji Allah SWT Dan Rasul-Nya

Allah adalah maha benar dan Rasul adalah utusan Allah yang membawa kebenaran dan keselamatan bagi umat manusia. Namun mereka (orang munafik) tidak mengakuinya dan malah menyebarkan bahwa hal itu adalah dusta semata.

Hal ini dijelaskan dalam Qur’an surat al-Ahzab ayat 12 yang berbunyi:

وَإِذۡ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗا ١٢

Artinya:

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya” (Al-Ahzab: 12)

Lebih Memperhatikan Zahir, Mengabaikan Bathin

Orang munafik selalu sibuk memperbaiki penampilan mereka namun tidak pernah memperhatikan penampilan batin mereka di hadapan Allah SWT. Mereka hanya sibuk berbelanja duniawi tanpa menerapkan sholat, dzikir, dan lainnya.

Sombong Dalam Berbicara

Orang munafik tidak memiliki ilmu apapun namun ia selalu bersikap dan berbicara seolah-olah ia adalah orang berilmu dan berpendidikan. Bicaranya selalu wah dan angkuh supaya terlihat terhormat dan berwibawa.

Tidak Memahami Ad Din

Orang munafik hanya tertarik pada urusan duniawi dan mendalami segala hal untuk memperkaya harta serta derajat di mata manusia lain seperti mengendarai mobil dan mendalami ilmu-ilmu untuk terlihat keren namun ia enggan untuk mempelajari agama sehingga pengetahuan tentang keagamaannya sangat nihil.

Bersembunyi Dari Manusia Dan Menentang Allah Dengan Perbuatan Dosa

Orang munafik berbaur dan bersama-sama melakukan kebaikan dengan orang taat, namun sesungguhnya ia selalu menganggap ringan perkara-perkara yang melawan hukum Allah SWT bahkan menentang-Nya dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi.

يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمۡ إِذۡ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرۡضَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡلِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطًا ١٠٨

Artinya:

Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. (An-Nisa’: 108)

Senang Melihat Orang Lain Susah, Susah Bila Melihat Orang lain Senang

Orang munafik merasa senang melihat orang lain susah, namun sebaliknya ia merasa susah bila melihat orang lain senang. Ia senantiasa mengikuti perkembangan berita dan menyebarluaskan berita-berita duka dengan memasang caption ikut prihatin padahal hatinya senang dan terhibur karena berita duka tersebut.

Melalaikan sholat fardu

Orang munafik tidak hanya menipu dan merugikan orang lain tapi juga dengan sengaja melalaikan sholat fardhu tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Dengki

Orang munafik selalu merasa iri dengan apa yang dimiliki orang lain dan selalu menghasut orang-orang untuk juga merasakan iri seperti yang ia rasakan.

Ghasab

Orang munafik memiliki sifat pelit namun selalu menganggap apa yang milik orang lain itu bisa ia pinjam atau pinta tanpa harus ia meminta ijin terhadap si pemilik, dan jika ia tidak dibolehkan untuk meminjam maka ia marah dan menyebarluaskan ke orang-orang lain bahwa orang tersebut pelit.

Memakan Harta Anak Yatim

Orang munafik tidak pernah puas dengan kekayaan harta yang dimilikinya sehingga ia tidak segan-segan untuk memakan harta anak yatim.

Tidak Membayar Hutang

Orang munafik selalu gila harta dan enggan membagi hartanya walaupun dalam bentuk pinjaman kepada sesama umat muslim yang membutuhkan. Namun ketika ia membutuhkan bantuan berupa pinjaman uang maka ia akan sulit dan tidak rela untuk membayar hutangnya tersebut.

Memutus Silaturahmi

Orang munafik tidak memperdulikan hal lain selain kesenangan dirinya dalam hal duniawi walaupun harus memutus silaturahmi.