Sabtu, 29 Februari 2020

Sholat Tahajud



Shalat Tahajud  adalah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu malam, dimulai selepas isya sampai menjelang subuh. Jumlah rakaat pada shalat ini tidak terbatas, mulai dari 2 rakaat, 4, dan seterusnya.

Sholat tahajud adalah salah satu amalan sunnah yang paling digalakkan oleh Rasulullah SAW. Bisa dikatakan tidak ada malam yang beliau lewati tanpa sholat tahajud di dalamnya. Sebagai umatnya, sudah sepatutnya kita mengikuti kebiasaan Rasul ini.

Hukum melaksanakan sholat tahajud adalah sunnah. Tapi ke-sunnah-an melaksanakan sholat tahajud bukan seperti sunnah biasa. Sholat tahajud hukumnya sunnah muakkad (sangat disunnahkan atau sangat dianjurkan).

Pengertian lain dari sunnah muakkad adalah sunnah yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah SAW, atau, sunnah yang jarang sekali ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Contoh sholat sunnah muakkad yang lain adalah sholat dhuha dan sholat tarawih.

Mengenai sholat tahajud, Allah berfirman:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدَبِهِ نَا فِلَةً لَكَ عَسَى اَنْ يَبْعَسَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُوْدًا

Artinya : “Dan pada sebagian malam, maka kerjakanlah shalat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah- mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji” (QS. Al Isra 79)

Ayat di atas jelas sekali berisi perintah untuk mengerjakan sholat tahajud di malam hari. Sholat tahajud dalam ayat tersebut dimaksudkan sebagai ibadah tambahan buat kita. Namun perintah di sini bukan berarti wajib, hukum mengerjakan sholat tahajud tetap sunnah.

Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman:



كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ () وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Artinya:
17. di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. (QS. Az-Zariya: 17-18.)

Dalam ayat ini Allah SWT memberikan isyarat mengenai orang yang melaksanakan sholat tahajud. Untuk mengetahui tafsir dari masing-masing ayat, sebaiknya kita menggunakan tafsir yang sudah populer seperti Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir atau lainnya. Hal ini untuk menghindari diri kita dari pemahaman yang salah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Hendaklah kalian sholat malam, karena sholat malam adalah kebiasaan yang dikerjakan orang-orang sholeh sebelum kalian, ia adalah ibadah yang mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus berbagai kesalahan dan pencegah perbuatan dosa.” (HR. Tirmidzi)

Yang dimaksud dengan sholat malam antara lain sholat tahajud, shalat witir sholat tarawih.

Dalam hadits yang lain, juga terdapat keterangan seperti ini:

Dari Amr bin Abasah r.a. berkata: Aku berkata, Wahai Rasulullah, (bagian) dari malam manakah yang paling didengar (oleh Allah)? beliau bersabda : “Pertengahan malam yang terakhir, maka sholatlah sesukamu, karena sholat tersebut disaksikan dan dicatat hingga kamu sholat subuh.” (HR. Abu Dawud).

Hadits ke-3 yang akan saya cantumkan berbunyi:

“Allah merahmati seorang suami yang bangun dimalam hari lalu dia sholat dan membangunkan isterinya, jika sang istri enggan, ia percikkan air ke wajahnya dan Allah merahmati seorang istri yang bangun di malam hari lalu dia sholat dan membangunkan suaminya jika suaminya enggan, dia percikkan air pada wajahnya.” (HR. Abu Dawud).



Pembagian Keutamaan Waktu Shalat Tahajud

Sepertiga malam, kira-kira mulai dari jam 19.00 samapai jam 22.00

Sepertiga kedua, kira-kira mulai dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00

Sepertiga ketiga, kira-kira dari jam 01.00 sampai dengan masuknya waktu subuh.



Tata Cara Sholat Tahajud

1. Niat



Hal yang juga perlu diperhatikan dalam tata cara melaksanakan sholat tahajud adalah mengenai niatnya.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan soal niat: lafadh atau bacaan niat dan qashad niat. Lafadh niat adalah bacaan yang kita ucapkan dengan lidah sebelum melaksanakan suatu ibadah, dalam hal ini berarti sebelum takbiratul ihram. Sementara qashad niat adalah niat di dalam hati ketika melakukan suatu ibadah, dalam hal ini adalah ketika melakukan takbiratul ihram. Membaca lafadh niat hukumnya sunnah, sementara qashad niat hukumnya wajib.

Jadi yang dinamakan dengan niat adalah qashad yang muncul di dalam hati ketika melakukan suatu amalan, bukan yang kita ucapkan dengan lidah.

 Lafadh niat

Note: niat dibaca berbarengan saat takbiratul ihram. Niat dibaca atau diqashad di dalam hati, bukan diucapkan dengan lidah.

Lafadh niat sholat tahajud adalah sebagai berikut:

اُصَلِّى سُنَّةً التَّهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ِللهِ تَعَالَى



Tulisan latin: USHOLLI SUNNATAT TAHAJUDI ROK’ATAAINI MUSTAQBILAL QIBLATI LILLAAHI TAA’ALA

Artinya: Aku salat sunah tahajud 2 rakaat menghadap kiblat karena Allah Ta’aala

Bacaan niat ini dibaca ketika hendak melakukan takbiratul ihram. Hukum membacanya adalah sunnah, bukan wajib. Maka jika sebelum takbir kita tidak membaca bacaan niat tersebut, hukumnya tetap sah.

Qashad niat

Qashad niat adalah ungkapan di dalam hati. Biasanya qashad niat dilakukan dalam bahasa daerah masing-masing agar mudah. Saat kita mengucapkan takbiratul ihram, saat itu pula kita meng-qashad untuk melaksanakan sholat.

Saat kita takbiratul ihram dan membaca اَللهُ اَكْبَرُ, saat itu juga di dalam hati kita berniat “aku niat sholat tahajud 2 rakaat karena Allah ta’ala”.

Bacaan qashad niat bisa berbeda-beda dan disesuaikan, yang penting jelas nama ibadahnya dan dikerjakan untuk Allah SWT.

Gerakan sholat tahajud tidak berbeda dengan gerakan sholat pada umumnya. Sholat tahajud juga diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.



2. Takbiratul Ihram

Note: disertai dengan niat di dalam hati.

3, Berdiri bagi yang mampu (khusus shalat fardlu).

Sholat sunat boleh duduk walaupun mampu

4. Membaca Alfatihah (lebih baik lagi jika membaca doa iftitah terlebih dahulu sebelum membaca surat Alfatihah). Setelah membaca doa iftitah dan alfatihah, bacalah surat atau ayat tertentu. Perlu diketahui juga bahwa membaca ayat atau surat tertentu hukumnya sunnah, bukan wajib.

5. Ruku dengan thumaninah

6.I’tidal dengan thumaninah

7. Sujud dua kali dengan thumaninah

8. Duduk diantara dua sujud dengan Thumaninah

9. Duduk akhir

10 Membaca Tasyahud atau Tahiyyaat akhir pada duduk akhir

11. Shalawat atas Nabi saw pada duduk akhir

12. Salam yang pertama

13. Tertib

Yang perlu diperhatikan adalah shalat tahajud harus dikerjakan dua rakaat sekali salam. Tidak boleh (misalnya) 4 rakaat sekaligus baru salam.

Kemudian, jangan terlalu tergesa-gesa di dalam shalat. Banyak orang yang mengejar target rakaat shalat (harus 8 atau 12 rakaat misalnya), akhirnya dia shalat dengan tergesa-gesa dan tidak sempurna. Ingat tujuan dari shalat adalah mengingat Allah SWT. Oleh karena itu, sudah seharusnya dikerjakan sebaik dan sesempurna mungkin.

Doa Sholat Tahajut

Doa setelah shalat tahajud tidak kalah pentingnya dari shalat tahajud itu sendiri. Karena doa shalat tahajud itu selalu menyertai shalat tahajud Rasulullah SAW. Doa tahajud Rasulullah SAW ini berisi pujian, pengakuan, dan sekaligus permohonan ampunan. Berikut ini doanya.

اَللهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ اَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ واْلاَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ اَنْتَ نُوْرُ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ اَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاءُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ. اَللهُمَّ لَكَ اَسْلَمْتُ وَبِكَ اَمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْكَ اَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَاِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْلِيْ مَاقَدَّمْتُ وَمَا اَخَّرْتُ وَمَا اَسْرَرْتُ وَمَا اَعْلَنْتُ وَمَا اَنْتَ اَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ. اَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَاَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ


Allâhumma rabbana lakal hamdu. Anta qayyimus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta malikus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta nûrus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haq. Wa wa‘dukal haq. Wa liqâ’uka haq. Wa qauluka haq. Wal jannatu haq. Wan nâru haq. Wan nabiyyûna haq. Wa Muhammadun shallallâhu alaihi wasallama haq. Was sâ‘atu haq.

Allâhumma laka aslamtu. Wa bika âmantu. Wa alaika tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khâshamtu. Wa ilaika hâkamtu. Fagfirlî mâ qaddamtu, wa mâ akhkhartu, wa mâ asrartu, wa mâ a‘lantu, wa mâ anta a‘lamu bihi minnî. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru. Lâ ilâha illâ anta. Wa lâ haula, wa lâ quwwata illâ billâh.

Artinya, “Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian pula Nabi Muhammad SAW itu benar. Hari Kiamat itu benar.

Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah.”

Doa ini dianjurkan dibaca seusai shalat tahajud. Doa Rasulullah SAW ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Doa ini juga dicantumkan Imam An-Nawawi dalam karyanya Al-Adzkar.



Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #1: Tiket masuk surga

Rasulullah SAW bersabda:

“Hai sekalian manusia, sebarkanlah salam, bagikanlah makanan, sambunglah silaturahmi, tegakkan lah shalat malam saat manusia lainnya sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).

Hadits di atas menjelaskan kepada kita bahwa ada beberapa ibadah yang bisa menjadi wasilah masuknya kita ke dalam surga. Salah satunya adalah dengan sholat tahajud.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #2: Sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT dan penyembuh penyakit (hati dan fisik)

Rasulullah SAW bersabda:

“Dirikanlah shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu, (shalat malam dapat) mendekatkan kamu kepada Tuhanmu, (shalat malam adalah) sebagai penebus perbuatan buruk, mencegah berbuat dosa, dan menghindarkan diri dari penyakit yang menyerang tubuh.” (HR. Ahmad)

Hadits dari Imam Ahmad ini menjelaskan banyak sekali keutamaan, manfaat, dan hikmah dari melaksanakan sholat tahajud. Kalau dirinci dari hadits ini saja, keutamaan sholat tahajud antara lain:

Kebiasaan orang-orang shaleh

Dapat mendekatkan kepada Allah SWT

Sebagai penebus perbuatan buruk

Mencegah berbuat doa

Bisa terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tubuh

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #3: Sebagai sarana mendapatkan kemuliaan

Rasulullah SAW bersabda:

“Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati, cintailah orang yang engkau suka, karena engkau akan berpisah dengannya, lakukanlah apa keinginanmu, engkau akan mendapatkan balasannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya kemuliaan seorang muslim adalah shalat waktu malam dan ketidakbutuhannya dimuliakan orang lain.” (HR. Al Baihaqi)

Hadits riwayat Imam Baihaqi ini jelas sekali menerangkan bahwa untuk memperoleh kemuliaan, salah satu caranya adalah dengan melaksanakan shalat malam.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #4 Dirahmati oleh Allah SWT

Rasulullah SAW bersabda:

“Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika sang istri menolak, ia memercikkan air di wajahnya. Juga, merahmati perempuan yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya. Jika sang suami menolak, ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Daud)

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #5: Kemungkinan dikabulkan doa oleh Allah SAW semakin besar

Di malam hari, ada suatu waktu di mana Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-hambaNya. Rasulullah SAW bersabda:

“Dari Jabir berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu SAW bersabda, “Sesungguhnya di malam hari ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya, Itu berlangsung setiap malam.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda:

“Tengah malam terakhir, maka shalat-lah sebanyak yang engkau inginkan, sesungguhnya shalat waktu tersebut adalah maktubah masyudah (waktu yang apabila bermunajat maka Allah menyaksikannya dan apabila berdoa maka didengar doanya)” (HR. Abu Daud)

Benar, malam lailatul qadar adalah salah satu malam yang mulia, lebih baik dari 1000 bulan. Namun ternyata, Allah mengistimewakan suatu waktu di setiap malam untuk mengabulkan doa-doa hambaNya yang meminta kebaikan dunia dan akhirat.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #6: Penghapus dosa dan penghalang berbuat salah

Rasulullah SAW bersabda:

“Lakukanlah Qiyamul Lail, karena itu kebiasaan orang saleh sebelum kalian, bentuk taqarub, penghapus dosa, dan penghalang berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #7: Kesempatan menghirup udara yang bersih

Waktu sepertiga malam adalah waktu di mana udara dalam kondisi yang sangat bersih dan jernih. Saat seseorang bangun untuk melaksanakan sholat tahajud dan menghirup udara malam yang sejuk, hal ini sangat baik untuk kesehatan. Udara yang bersih membuat kerja paru-paru semakin mudah. Udara yang bersih juga mampu memperlancar aliran darah di dalam tubuh kita.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #8: Memberikan ketenangan

Orang yang bangun malam hari untuk sholat tahajud akan mendapatkan suasana yang tenang dan damai. Kondisi seperti ini sangat baik bagi kejiwaan seseorang, apalagi yang mempunyai permasalahan psikis maupun fisik.

Nah, jika saat ini Anda sedang mengalami banyak sekali permasalahan dalam hidup, coba nanti malam niatkan untuk sholat tahajud. Pilih waktu yang paling baik lalu sholat sesempurna mungkin. Mohon ampunan, petunjuk dan berdoa agar Allah menyelesaikan permasalahan-permasalahan kita.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #9: Menyembuhkan berbagai penyakit

Sebagian kalangan juga berpendapat bahwa sholat tahajud bisa mengobati dan mengurangi stress hingga kanker. Ada juga yang berpendapat gerakan-gerakan sholat tahajud akan menghindarkan, mengurangi bahkan menyembuhkan seseorang dari sakit punggung di usia tua. Salah satu alasan logisnya adalah karena sholat tahajud ini dikerjakan pada waktu malam setelah bangun tidur di mana waktu yang cukup baik untuk meningkatkan kesehatan.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Tahajud #10: Allah membanggakan orang yang shalat malam

Rasulullah SAW berasabda:

“Tuhan kita merasa kagum terhadap dua macam orang.

Pertama, orang yang bangun dari tikar (yang dibentangkan) dari selimut di antara keluarga dan kekasihnya untuk mengerjakan shalat, kemudian Allah ‘azza wajalla berfirman “ Wahai Malaikatku, lihatlah pada hambaKu yang bangun dari tempat tidur dan tikarnya di antara kekasih dan keluarganya untuk shalatnya, untuk mengharapkan sesuatu (pahala) dari sisiKu dan belas kasihanKu”

Kedua, orang yang berperang dijalan Allah, para sahabatnya terkalahkan dan ia mengetahui apa yang harus dilakukan dengan kekalahan tersebut (yaitu harus maju) dan tidak akan mendapat pahala jika pulang, kemudian ia kembali sampai darahnya ditumpahkan (terbunuh), kemudian Allah berfirman kepada Malaikat-Nya “Lihatlah pada hambaKu yang kembali unutk mengharapkan sesuatu dari sisiKu dan belas kasihan dariKu sampai darahnya tertumpah (terbunuh) “

(Diriwayatkan oleh ahmad, abu Ya’la, ath Thabrani dan Ibn Hiban)

Jumat, 28 Februari 2020

Waktu yang Dilarang Untuk Sholat



Telah kami ketengahkan dalil-dalil yang menjelaskan larangan mengerjakan shalat setelah Subuh sampai terbitnya matahari dan shalat Ashar sampai terbenamnya matahari. Kami pun telah menyebutkan bahwa larangan mengerjakannya di awal waktu setelah Subuh dan Ashar bersifat ringan; dibolehkan mengerjakan shalat jika ada sebabnya. Tidak makruh hukumnya saat demikian. Berbeda dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, larangan pada saat ini bersifat keras. Di dua waktu ini dilarang shalat, kecuali shalat wajib.

Karena waktu terlarang bagian pertama dan bagian kedua bersambung, baik dari setelah Subuh sampai terbitnya matahari ataupun dari setelah Ashar sampai terbenamnya matahari, maka semestinya kita mengetahui kadar waktu larangan keras supaya kita bisa menghindari shalat di saat itu. Waktu larangan keras ini dijelaskan oleh beberapa hadist.

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu. Katanya Rasalullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Apabila matahari mulai muncul, tundalah shalat sampai ia benar-benar tampak. Apabila matahari mulai menghilang, tundalah shalat sampai ia benar-benar terbenam.”

Bilal radhiyallahu anhu bertutur,

“Tidaklah shalat itu dilarang kecuali saat terbitnya matahari. Sesungguhnya ia terbit di antara dua tanduk setan.”

Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Salmi pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

“Wahai Nabi Allah, sungguh saya akan bertanya kepadamu tentang sesuatu yang engkau tahu dan saya tidak tahu.” “Apakah itu?” tanya Nabi. Shafwan bertanya, “Adakah waktu di malam hari dan di siang hari yang shalat makruh pada waktu itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ya. Jika kamu telah mengerjakan shalat Subuh, janganlah mengerjakan shalat sampai matahari terbit. Jika telah terbit, silakan shalat; sesungguhnya shalat (saat itu) dihadirkan dan diterima sampai matahari tegak di atas kepalamu seperti tombak. Jika matahari tegak di atas kepalamu, sesungguhnya waktu itu neraka Jahannam dinyalakan dan pintu-pintunya di buka sampai matahari bergeser ke sisi kananmu. Jika matahari telah bergeser ke sisi kananmu, silahkan kamu shalat. Sesungguhnya shalat (saat itu) dihadirkan dan diterima sampai kamu shalat Ashar.”

Musa bin Ali meriwayatkan dari ayahnya dari Uqbah bin Amir Al-Juhanni radhiyallahu anhu, katanya,

“Ada tiga waktu yang kita dilarang melakukan shalat atau mengubur mayat oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di atas sampai tergelincir, dan ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam.”


Dari hadist-hadist di atas dapat dipahami bahwa seseorang boleh mengerjakan shalat kapan saja, malam atau pun siang, kecuali waktu-waktu yang terlarang. Waktu-waktu itu adalah:

Saat Syuruq. Yaitu saat matahari mulai dan tampak sampai setinggi tombak. Waktu terlarang ini sekitar 15 menit.

Waktu Zhahirah. Yaitu saat matahari tepat di tengah langit, saat tidak ada bayangan bagi orang yang berdiri. Apabila bayang-bayang sudah mulai terlihat, masuklah waktu Dzuhur dan shalat puun diperkenankan.

Ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam seluruhnya. Jika sudah terbenam, masuklah Maghrib dan shalat pun diperkenankan. Wkatu terlarang di saat ini kira-kira 15 menit. Ketiga waktu di atas adalah waktu dilarang shalat sunnah walaupun ada sebabnya. Bahkan larangannya sampai ke tingkatan haram. Atau dalam istilah madzhab Hanafi makruh tahrim. Terutama saat terbit matahari dan saat terbenamnya. Inilah pendapat yang dipegang Umar bin Khaththan, Ummul Mukminin Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Ibnu Sirin, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.

Ini juga pendapat madzhab Imam Malik bin Anas. Namun Imam Malik bin Anas tidak melarang shalat saat tengah hari. Beliau mengaharamkan shalat sunnah walaupun ada sebabnya di saat matahari terbit dan terbenam.

Adapun menurut para ulama madzhab Hambali dan Hanafi, penulis Al-Mughni mengatakan, “Mengqadha’ shalat sunnah dan mengerjakan shalat sunnah yang memiliki sebab seperti shalat Tahiyatul masjid, shalat Gerhana, dan sujud Tilawah pada waktu-waktu terlarang adalah tidak boleh menurut madzhab (Hambali).” Kemudian beliau menyatakan bahwa ini juga pendapat Ashhabur Ra’yi (madzhab Hanafi). Selanjutnya beliau mengetengahkan pernyataan mereka yang membolehkannya. Lantas beliau menolaknya dengan berkata, “Menurut kami, larangan itu untuk mengharamkan, sementara perintah (mengerjakan amalan sunnah) adalah nadb (sunnah). Meninggalkan yang haram lebih utama daripada mengerjakan yang sunnah. Tentang pernyataan mereka bahwa perintah ini khusus berkenaan dengan shalat, kami katakan: akan tetapi perintah itu umum di sembarang waktu, sementara larangannya khusus di waktu itu. maka larangan ini didahulukan. Dan tidaklah benar mengqiyaskannya dengan qadha’ shalat setelah Ashar; sebab larangan di sini sifatnya lebih ringan.”

Ibnu Sirin telah menyusun ungkapan yang bagus dan ringkas. Dia berkata,

Shalat dimakruhkan pada tiga waktu dan diharamkan pada dua waktu. Dimakruhkan setelah Ashar, setelah Subuh dan di tengah hari saat panas menyengat. Diharamkan ketika matahari mulai terbit sampai benar-benar tampak semuanya dan ketika warnanya memerah sampai benar-benar tenggelam.”



“Apabila matahari muncul, tundalah shalat sampai ia benar-benar tampak. Apabila matahari mulai menghilang, tundalah shalat sampai ia benar-benar terbenam.” [Syahida.com]

Sumber: Sulitkah Shalat Subuh Tepat Waktu? oleh Samir Al-Qarny bin Muhammad

Muslim hadist no. 829.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabarani di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, para periwayatnya adalah para periwayat Ash-Shahih. Demikian disebut di dalam Majma’ Az-Zawaid 2/226.

Ahmad, di dalam Al-Fath Ar-Rabbani 2/ 290, para periwayatnya orang-orang yang tsiqqah.

Mukhtashar Shahih Muslim hadist no. 219, Shahih Sunan An-Nasa’i hadist no. 546, dan Shahih Sunan Ibnu Majah hadist no. 1519.

Waktu larangan shalat sebelum Dzuhur ini sekitar satu atau dua menit.

Di dalam Fath Al-Bari Ibnu Hajar 2/ 359 menulis, “Sebagian ulama membedakan antara larangan shalat setelah Subuh dan Ashar dengan larangan shalat ketika terbitnya matahari dan ketika terbenamnya. Mereka mengatakan, pada waktu dua waktu

Al-Mughni 1/ 758. Di dalam As-Sail Al-Jarrar 1/189 menulis, “Yang lebih tepat adalah meninggalkan Tahiyyatul Masjid pda waktu-waktu larangan. Dan semestinya orang-orang yang berhati-hati dalam agamanya tidak memasuki masjid pada jam-jam itu, dan kalau memasukinya untuk suatu keperluan tidak usahlah duduk disana.” Di dalam Nail Al-Authar 3/ 69 beliau menulis, “Yang terbaik bagi orang yang wara’ adalah tidak masuk masjid di waktu-waktu larangan.” Saya katakan, “Perlu diketahui bahwa Asy-Syaukani termasuk yang mewajibkan Tahiyyatul Masjid.”

‘Abdur Razzaq meriwayatkan dari Hisyam bin Hissa dari Ibnu Sirin. At-Tamhid 13/82.

Para ulama menyebutkan ada beberapa waktu yang terlarang mengerjakan shalat di dalamnya, waktu- waktu tersebut adalah  :



1. Setelah shalat shubuh hingga matahari agak meninggi.

Setelah waktu shubuh tidak ada shalat sunnah sampai waktu yang dibolehkan, yakni setelah matahari terbit dan agak meninggi. Tingginya matahari sebagaimana di sebutkan di dalam hadits adalah setinggi satu tombak atau dua tombak. Kalau dikira-kira dengan waktu, tingginya matahari yang sudah membolehkan dikerjakannnya shalat adalah 10 menit setelah terbit.



2. Ketika matahari Terbit

Yakni waktu ketika secara kasat mata matahari terlihat sedang proses terbit di ufuk timur .



3. Ketika Matahari tepat berada diatas (istiwa)

Waktu ini adalah ketika matahari posisinya sedang tepat berada di atas langit atau di tengah- cakrawala.



4. Setelah waktu Ashar sampai Matahari terbenam

Tidak ada shalat sunnah setelah dikerjakannya shalat Ashar. Shalat disini adalah shalat Asharnya seseorang yang ia kerjakan, bukan shalat Ashar yang dikerjakan berjama’ah di masjid.



5. Ketika matahari terbenam.

Waktu ini adalah ketika langit di sore hari menguning hingga matahari sempurna terbenam, yakni masuknya waktu maghrib



Keterangan

Sebenarnya 5 waktu terlarangnya mengerjakan shalat yang telah disebutkan diatas, bisa dikatakan 3 waktu saja. Karena nomor 2 tercakup oleh  nomor 1 dan nomor 5 tercakup oleh nomor 4. Sehingga dalam kitab-kitab fiqih kebanyakannya  menyebutkan bahwa waktu yang dilarang untuk shalat itu ada tiga waktu.



Dalil-dalilnya

Penetapan terlarangnya dikerjakan shalat pada waktu-waktu tersebut berdasarkan dalil dalil hadits berikut ini :



عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ  نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْـلُعَ الشَّمْسُ



Dari Abu Hurairah , sesungguhnya Nabi shalallahu’alaihi wassalam melarang shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam dan setelah shalat subuh sampai terbit matahari. (HR. Muslim)



عَنْ عُقْبَةَ ابْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللّهِ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ  أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ. وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ. وَحِينَ تضيّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ



‘Uqbah bin ‘Amir berkata : “Ada tiga waktu di mana Nabi shalallahu’alaihi wassalam melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan jenazah kami, yaitu ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah hari saat matahari berada tinggi di tengah langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai matahari tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim)



Hukumnya

Hukum mengerjakan shalat pada waktu-waktu tersebut adalah makruh, bukan haram. Berkata al Imam An Nawawi rahimahullah, “Umat sepakat tentang dibencinya shalat yang dikerjakan tanpa sebab pada waktu-waktu terlarang tersebut.”



Shalat apa saja yang dilarang ?

Menurut kalangan ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah seluruh shalat sunnah mutlak terlarang dikerjakan kecuali dua rakaat thawaf. Mereka berdalil dengan keumuman larangan yang disebutkan dalam hadits-haditsdiatas.

Sedangkan kalangan mazhab Syafi’iyyah dan mazhab Hanabilah berpendapat bahwa yang dilarang adalah shalat-shalat sunnah yang dikerjakan tanpa sebab. Adapun yang memiliki sebab seperti shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk masjid, shalat sunnah dua rakaat setelah wudhu, qadha shalat, gerhana dan semisalnya itu dibolehkan.




Dalil pendapat ini adalah hadits –hadits berikut ini :

مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لاَكَفَّرَةَ لَهَا إِلاَّ ذلِكَ

“Barangsiapa lupa terhadap suatu shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ingat. Tidak ada kaffarat baginya kecuali (shalat) itu.”  (Mutafaqqun ‘alaih)



إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ .

“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk hingga shalat dua raka’at.”(Mutafaqqun ‘alaih)


Wallahu a’lam.

Kamis, 27 Februari 2020

Waktu Sholat Fardhu



Adapun Shalat yang difardlukan itu ada lima (5). Pada sebagian redaksi kitab lain menggunakan kata-kata : Shalat-shalat yang difardlukan ada 5, masing-masing dari lima tersebut harus dikerjakan pada awal waktu (tepat masuk sa'at waktu dimulainya shalat, hal mana keharusan mengerjakannya leluasa hingga sampai pada batas sisa waktu yang masih ada, yang sekira muat untuk mengerjakan shalat (secepat mungkin). maka, sewaktu dalam keadaan demikian, menjadi sempitlah waktu keharusan mengerjakannya (jadi ketika itu, shalatnya harus segera di kerjakan". (Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 112).

1. Shalat Dzuhur : Imam Nawawi berkata : disebut shalat dzuhur, sebab shalat itu tampak terang (dikerjakan) pada tengah-tengah siang hari (siang bolong). Adapun waktu mulainya shalat dzuhur ialah, sa'at bergesernya, yakni condongnya matahari dari tengah-tengahnya langit, bukan menurut dasar penglihatan mata pada kenyataan perkara yang sebenarnya, tetapi (hanya berdasar) pada apa yang kelihatan tampak bagi (mata) kita saja.
Dan Condongnya matahari dari tengah-tengah langit itu bisa diketahui (dengan melihat) pindahnya bayang-bayang ke arah timur, setelah bayang-bayang pendek itu mengecil surut habis, hal mana itu sebagai pertanda atas puncak kenaikannya matahari.
Adapun akhir Waktunya shalat dzuhur ialah, ketika bayang-bayang setiap sesuatu telah menjadi sama sepadan dengan seuatu tersebut, hal mana bukan bayang-bayang sewaktu condongnya matahari. (Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 113-114).

2. Shalat Ashar : disebut Shalat Ashar sebab ia menyongsong datang waktu terbenamnya matahari.
Adapun permulaan waktu Shalat ashar ialah bertambahnya bayang-bayang melebihi diatas bayang-bayang yang sepadan dengan benda (bayang-bayang suatu benda sudah melebihi panjang atau besarnya benda tersebut).
Shalat Ashar itu mempunyai 5 (lima) Waktu:
Pertama : yaitu waktu yang utama, yakni mengerjakan shalat tepat pada awal waktu.(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 114).

Kedua : yaitu waktu ikhtiar (longgar). Mushannif memberi petunjuk tentang waktu ikhtiar ini dengan ucapan beliau :" Akhir batas waktu ikhtiar dalam shalat Ashar ialah ketika sudah mencapai dua kali besar bayang-bayangsuatu benda.(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 115).

Ketiga : Yaitu waktu yang masih dianggap boleh (ditolerir) mengerjakan shalat (waktu jawwaz). Mushannif memberikan petunjuk tentang waktu Jawwaz ini dengan ucapannya: "Waktu Jawwaz ialah, ketika sudah sampai datang waktu terbenam matahari".(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 115).

Keempat : yaitu waktu yang masih dianggap boleh mengerjakan shalat, tanpa ada hukum makruh. yakni waktu semenjak dari menjadinya bayang-bayang, dua kali sepadan daripada bendanya, ingga sampai ke sa'at keluarnya mega kuning.(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 115).

Kelima : Yaitu waktu haram mengerjakan shalat. yakni mengakhirkan waktu mengerjakan shalat hingga sampai pada sedikit sisa waktu yang tidak muat untuk digunakan mengerjakan shalat.(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 115).

3. Shalat Maghrib, disebut shalat maghrib sebab dikerjakannya shalat maghrib itu adalah sewaktu matahari terbenam.
Adapun waktunya shalat maghrib itu cuma satu : yaitu waktu terbenamnya matahari, yakni secara keseluruhan (sampai pada) bundar-bundarnya matahari. Dan tidaklah (terapat konsekwensi hukum) apa-apa, masih berlangsungnya sorot sinar matahari, sesuadah terbenamnya matahari.
(andaikan terjadi matahari masih memancarkan sinar, sehabis terbenam, maka tidak mempunyai konsekwensi hukum apa-apa).
Dan waktu maghrib itu berlangsung) dengan kadar waktu cukup untuk mengerjakan adzan oleh seseorang.
dan dengan kaar seseorang mengerjakan wudlu atau tayamum, menutupi 'aurat, qamat untuk segera shalat dan (sekaligus) mengerjakan shalat sebanyak lima raka'at.(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 116).

4. Shalat Isya, dikasrahkan kata 'ain, pada kata isya adalah sebuah nama bagi permulaan (munculnya) gelap malam. sedang shalat tadi disebut Isya, karena dikerjakannya sewaktu malam sedang gelap.
Permulaan awal waktu shalat Isya adalah ketika telah terbenamnya mega merah.
Adapun bagi Negara yang tidak mungkin mengalami terjadinya tenggelamnya mega (merah), maka waktu sa'at (dimulainya) shalat Isya bagi hak yang dimiliki oleh penduduk negeri tersebut, adalah sehabis tenggelamnya matahari, sa'at lewat masa, hal mana sedang tenggelam mega merah yang terdapat di negeri terdekat penduduk negeri tersebut diatas tadi. (jadi, sesudah tenggelamnya matahari, penduduk tersebut memperkirakan kira-kira sa'atkapan terjadinya tenggelam mega merah yang ada di negeri tetangga terdekat).
Pada shalat Isya terdapat dua waktu :
Pertama : Waktu ikhtiar (longgar) Mushannif : Akhir waktu shalat isya dalam waktu ikhtiar adalah berlangsung hingga sampai sa'at sepertiganya malam.
Kedua : waktu Jawwaz : yaitu berlangsung hingga sampai ke sa'at terbitnya fajar Shadiq. yaitu fajar yang tersebar luas cahaya fajarnya dalam keadaan melintang (antara arah selatan dan utara di bagian belahan langit sebelah timur).menuju ke arah atas langit.(Terjemah Fathul Qorib, Jilid I, Hal : 118-119).

5. Shalat Shubuh menurut tinjauan bahasa mempunyai arti permulaan siang hari' dan disebutlah shalat itu dengan nama "Shubuh" karena dikerjakannya sewaktu tiba permulaan siang hari.
Pada shalat shubuh terdapat juga 5 waktu, sebagaimana yang terdapat pada shalat ashar, sebagai berikut
Pertama : Waktu yang utama,. yaitu awal masuk waktunya shalat shubuh.
Kedua : Waktu Ikhtiar. tentang waktu ikhtiar ini, mushannif menerangkan didalam ucapannya :"Permulaan waktunya shalat shubuh itu semenjak munculnya fajar yang kedua (shadiq), sedangakhir waktu shalat shubuh didalam waktu ikhtiar ialah, sampai pada sa'at (hari mulai) terang".
Ketiga : Waktu Jawwaz. Mushannif memberi petunjuk tentang waktu jawwaz ini didalam ucapannya :"Akhir waktu shalat shubuh didalam waktu Jawwaz dengan disertai hukum Makruh, ialah hingga sampai mendekati sa'at terbitnya matahari.
Keempat : Waktu Jawwaz tanpa disertai hukum makruh. yaitu masuknya waktu shubuh hingga sampai pada sa'at munculnya warna merah (dilangit sebelum terbitnya matahari).
Kelima : Waktu Haram. Yaitu mengakhirkan shalat, hingga sampai pada sisa waktu, yang tidak muat untuk mengerjakan shalat shubuh.

Selasa, 25 Februari 2020

Sholat Wajib / Sholat Fardhu


Pengertian Shalat menurut bahasa berarti do'a, sedang menurut istilah adalah suatu bentuk ibadah yang terdiri dari perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dan telah diwajibkan kepada manusia untuk beribadah kepada Allah Swt (QS.2:21), khusus dalam hal ini terhadap ummat islam yaitu wajib menjalankan sholat wajib 5 (lima) waktu sehari-semalam (17 raka'at). Sholat (baik wajib maupun sunnah) sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia, yang oleh karenanya Allah Swt mengajarkan bila hendak memohon pertolongan Allah Swt yaitu dengan melalui sholat dan dilakukan dengan penuh kesabaran serta sholat dapat mencegah untuk berbuat keji dan munkar. Di bawah ini akan diuraikan tentang sholat-sholat wajib dan sholat-sholat sunnah berikut dengan jumlah raka'at dan waktu pelaksanaanya.

Seluruh umat Islam tentu saja sudah paham definisi atau pengertian Shalat itu. Secara bahasa Shalat mempunyai arti doa atau berdoa. Memang dalam setiap gerakan Shalat pasti ada doanya. Sedangkan menurut istilah atau menurut syariat Shalat adalah ibadah wajib umat Islam yang termasuk dalam rukun Islam yang kedua diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Dalam Islam, Ibadah Shalat dibedakan menjadi dua, yaitu shalat wajib atau Shalat fardhu dan juga Shalat sunnah.

B. Dalil Perintah Sholat
(QS.al-Mu’minun : 9)

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Orang iman itu orang-orang yang menjaga sholatnya.” (QS.al-Mu’minun : 9)


(QS.al-Mudatsir :42-43)

مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ ، قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ المُصَلِّينَ

“Apakah yang menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka saqor, mereka menjawab, kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan sholat.” (QS.al-Mudatsir :42-43)


(Q:S Albaqarah ayat 43 )

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat dan bayarlah zakat, dan ruku’lah bersama-sama orang-orang yang ruku”. (Q:S Albaqarah ayat 43 )

(Q:S Albaqarah ayat 238 )

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

”Peliharalah segala shalat (mu) dan shalat wustha dan berdirilah untuk Allah (dalam shalat) dengan penuh ketundukan dan kepatuhan" (Q:S Albaqarah ayat 238 )

(Q:S Albaqarah ayat 277)

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (Q:S Albaqarah ayat 277)

(Q:S Anisa 103)

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Maka apabila kamu telah selesai shalat, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Bila kamu telah merasa aman, dirikanlah shalat (kembali). Sesungguhnya shalat itu adalah untuk orangorang beriman, suatu kewajiban yang sudah ditetapkan waktunya" (Q:S Anisa 103)

(Q:S Albaqarah ayat 3)

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,” (Q:S Albaqarah ayat 3)

(QS.al-Maidah ayat 6)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. at-Taubah ayat 11)

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. ” (QS. at-Taubah (9): 11)

(QS.at-Taubah(9):54)

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sholat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta)mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (QS.at-Taubah(9):54)

(QS.Maryam(19): 59)

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturut-kan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kerugian.” (QS.Maryam(19): 59)

(QS.Thaha(20):14)

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.” (QS.Thaha(20):14)

(QS.al-Hajj(22): 77)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS.al-Hajj(22): 77)

(QS. al Mu’minun(23):2)

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Orang iman (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya,” (QS. al Mu’minun(23):2)

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّ اَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ اْلمَكْتُوْبَةُ فَاِنْ اَتَمَّهَا وَ اِلاَّ قِيْلَ. اُنْظُرُوْا، هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَاِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ اُكْمِلَتِ اْلفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ اْلاَعْمَالِ اْلمَفْرُوْضَةِ مِثْلُ ذلِكَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1: 345

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama perbuatan manusia yang dihisab pada hari qiyamat, adalah shalat wajib. Maka apabila ia telah menyempurnakannya (maka selesailah persoalannya). Tetapi apabila tidak sempurna shalatnya, dikatakan (kepada malaikat), “Lihatlah dulu, apakah ia pernah mengerjakan shalat sunnah ! Jika ia mengerjakan shalat sunnah, maka kekurangan dalam shalat wajib disempurnakan dengan shalat sunnahnya”. Kemudian semua amal-amal yang wajib diperlakukan seperti itu”. [HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 345]

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّة

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)



Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ “

(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ

“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ ”

Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. )

Dalam dua kitab shohih, berbagai kitab sunan dan musnad, dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma. Beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ ”

Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu, pen), (5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (Lafadz ini adalah lafadz Muslim no. 122)

C. Hukum Sholat Fardu

Hukum melaksanakan shalat lima waktu ini adalah wajib atau fardu `ain, yaitu sesuatu yang diharuskan dan yang mengikat kepada setiap individu seorang muslim yang telah dewasa, berakal sehat, balig (mukallaf). Apabila salat wajib ini ditinggalkan. maka orang yang meninggalkannya mendapat dosa dari Allah SWT.

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. al-Nisa’: 103).

D. Syarat Wajib Sholat

Agama Islam mewajibkan umatnya shalat lima waktu sebagai sarana ibadah kepada Allah SWT. Untuk dapat melaksanakan sholat dengan baik dan benar, tentunya ada aturan-aturan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan shalat.

Syarat wajib:

Islam : Adapun orang yang tidak Islam tidak wajib atasnya sholat, berarti tidak dituntut di dunia karena meskipun dikerjakan juga tidak sah.

Suci dari hadas dan najis : yang harus suci diantaranya mulai dari Badannya, Pakaiannya hingga Tempatnya.

Baligh : Baligh atau telah cukup umur. Di Indonesia untuk laki-laki biasanya antara usia 7 hingga 10 tahun. Sedangkan untuk perempuan biasanya ditandai dengan dimulainya siklus mentruasi.

Berakal : Orang yang tidak berakal atau sedang dalam keadaan tidak sadar (tidur) tidak wajib sholat.

Telah sampai dakwah Rasulullah SAW kepadanya

E. Syarat Sah Sholat

Agama Islam mewajibkan umatnya shalat lima waktu sebagai sarana ibadah kepada Allah SWT. Untuk dapat melaksanakan sholat dengan baik dan benar, tentunya ada aturan-aturan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan shalat.

Syarat Sah :

Telah masuk waktu shalat

Shalat lima waktu baru sah apabila dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya, shalat dhuhur harus dilaksakan pada waktu dzuhur.

Suci dari hadats besar dan hadats kecil

Hadats besar adalah haid, nifas dan junub (keluar sperma). Untuk mensucikannya harus dengan mandi junub atau jinabat.

Hadats kecil adalah keluarnya sesuatu dari dua jalan keluar selain sperma, seperti air kencing, kotoran (buang air besar) dan kentut. Cara mensucikannya adalah dengan berwudhu.

Berdasarkan firman Allah SWT :

(QS.al-Maidah ayat 6)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.


Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar r.a. : “Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : “Allah tiada menerima shalat tanpa bersuci, dan tak hendak menerima sedekah dari harta ranpasan yang belum dibagi.” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari).

Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis

Perkara najis adalah darah, segala kotoran (tinja) hewan atau manusia, bangkai (binatang yang mati tanpa disembelih secara syariah), anjing dan babi. Cara mensucikannya adalah dengan air. Khusus najis anjing dan babi harus disucikan tujuh kali siraman air dan salah satunya dicampur dengan debu menurut madzhab Syafi'i.

Mengenai suci badan, Nabi Muhammad SAW bersabda : “Bersucilah kamu dari air seni, karena pada umumnya azab kubur disebabkan oleh karena itu.”

Menutup Aurat :

Aurat (anggota badan yang harus ditutupi) laki-laki adalah antara pusar sampai lutut. Sedang aurat perempuan adalah seluruh anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan.

Firman Allah SWT :


(Q.S. Al-A’raf : 31).

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ



"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. Al-A’raf : 31)."



Batas Aurat bagi Laki-laki: Aurat yang wajib ditutupi oleh laki-laki sewaktu shalat ialah kemaluan, pinggul paha pusar dan lutut.

Batas Aurat Bagi Wanita : Seluruh tubuh perempuan itu merupakan aurat yang wajib bagi mereka menutupinya, kecuali wajah dan telapak tangan.

Firman Allah SWT :


(Q.S. An-Nur : 31)

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖوَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖوَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚوَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ



"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An-Nur : 31)."

Maksud dari ayat tersebut ialah, janganlah mereka memperlihatkan tempat-tempat perhiasan kecuali wajah dan kedua telapak tangan mereka, sebagaimana diterangkan oleh hadits dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Aisyah.

Dan dari Aisyah, bahwa Nabi Muhammad SAW. telah bersabda :

“Allah tidak menerima shalat perempuan yang telah baligh, kecuali dengan memakai selendang.”

Menghadap Kiblat

Para ulama telah sepakat bahwa orang yang mengerjakan shalat itu wajib menghadap ke arah Masjidil Haram, sebagaimana Firman Allah SWT. :


(Q.S. Al-Baqarah : 144)

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah : 144)."



F. Rukun Sholat

Adapun Rukun Shalat adalah sebagai berikut:

Niat, artinya menyengaja dalam hati untuk melaksanakan shalat.

Berdiri bagi yang mampu, yang tidak dapat berdiri boleh dengan duduk, yang tidak dapat berdiri dan duduk boleh dengan berbaring.

Takbiratul ihram.

Membaca Surah Al Fatihah.

Rukuk: membungkuk hingga punggung sejajar lurus dengan leher dan kedua belah tangan mernegang lutut, tuma`ninah.

I’tidal: bangkit dari rukuk dan berdiri tegak lurus, tuma`ninah.

Sujud dua kali: meletakkan kedua lutut. kedua tangan, kening dan hidung pada lantai, tuma`ninah.

Duduk di antara dua sujud: bangun dari sujud yang pertama untuk duduk sejenak, menanti sujud yang kedua.

Duduk akhir (tawarruk) pada rakaat terakhir.

Membaca tasyahud akhir.

Membaca salawat Nabi.

Mengucapkan salam yang pertama (saat menoleh ke kanan).

Tertib (berurutan).

G. SUNNAH SUNNAH SHOLAT

Sunnah sunnah sholat dibagi menjadi 2 yaitu sunnah hai'at (hai'ah) dan sunnah ab'adh.

SUNNAH HAI'AT (HAI'AH)



Sunah haiat adalah perkara yang disunahkan dalam shalat, dan apabila meninggalkannya tidak disunahkan melakukan sujud sahwi.

Adapun perkara-perkara yang termasuk sunnah hai'at antara lain :

1.Mengangkat kedua belah tangan sampai sejajar dengan daun telinga, waktu takbiratul ihram, hendak ruku, bangkit dari ruku dan waktu bangkit dari tasyahud awal.

2. Berdekap tangan, telapak tangan yang kanan di atas pergelangan tangan kiri

3. Membaca do'a iftitah setelah takbiratul ihram

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. إِنِّىْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ




Allâhu Akbar kabîra wal hamdu lillâhi katsîra, wa subhânallâhi bukratan wa ashîla. Innî wajjahtu wajhiya lilladzî fatharas samâwâti wal ardha hanîfan muslimaw wa mâ ana minal mushrikîn. Inna shalâtî wa nusukî wa mahyâya wa mamâtî lillâhi Rabbil ‘âlamîn. Lâ syariikalahu wa bidzâlika umirtu wa ana minal muslimîn.




“Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji yang sebanyak-banyaknya bagi Allah. Maha Suci Allah pada pagi dan petang hari. Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan dan kepasrahan diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dengan semua itulah aku diperintahkan dan aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim).”



4. Membaca ta'awudz ketika hendak membaca Al-Fatihah

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمْ




A`ûdzu biLlâhi minasy syaithânir rajîm




"Aku memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk"



5. Membaca bissmillah ketika hendak membaca Al-Fatihah
Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya : dari Abi Hurai'rah r.a. ia berkata : Rosulullah SAW telah bersabda : "Jika engkau semua membaca fatehah, bacalah Bismillahhirahmanirahim, karena bismillah adalah salah satu ayat dari Fatehah. (H.R. Daraquthni dan ia membenarkan melihatnya).

6. Membaca surat-surat Al-qur-an pada dua rakaat permulaan (rakaat pertama dan kedua) setelah membaca Suat Al-Fatihah

7. Membaca amin sesudah membaca Al-Fatihah

8. Mengeraskan suara bacaan Fatihah dan surat pada rakaat pertama dan kedua pada shalat magrib, isya dan shubuh, kecuali kalau dia menjadi ma'mum

9. Membaca takbir "Allahu Akbar" ketika memindah rukun gerakan dari satu rukun ke rukun yang lain.

10. Membaca tasbih ruku dan sujud, dibaca 3 x

Tasbih Ruku'

سُبْحَانَ رَبِّيْ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ 




Subhâna Rabbiyal ‘adzîmi wabihamdih (dibaca tiga kali)

Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung, dan dengan memuji pada-Nya



Tasbih Sujud

سُبْحَانَ رَبِّيْ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ 




Subhâna Rabbiyal a’lâ wabihamdih (dibaca tiga kali)

Maha Suci Tuhanku Yang Maha Luhur, dan dengan memuji pada-Nya.




11. Membaca "sami'allahu liman hamidah" dan membaca do'a ketika i'tidal

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ



Samiallahuliman hamidah

Artinya : Allah mendengar orang yang memuji-Nya

dan membaca doa



رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُمَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ



Rabbanaa lakal hamdu mil'us samaawaati wa mil ul ardhi wa mil 'umaasyi'ta min syai'in ba'du.

Artinya :Wahai Tuhan Kami ! Hanya Untuk-Mu lah Segala Puji, Sepenuh Langit Dan Bumi Dan Sepenuh Barang Yang Kau Kehendaki Sesudahnya.

12. Meletakan telapak tangan di atas paha pada waktu duduk tasyahud awal dan akhir, dengan membentangkan jari kiri dan merenggangkan yang kanan, kecuali jari telunjuk.

13. Duduk iftisary dalam semua duduk shalat

14. Duduk "tawaruq" (bersimpuh) pada waktu tasyahud akhir

15. Membaca salam yang kedua. Memalingkan muka ke kanan dan ke kiri, masing-masing pada waktu membaca salam pertama dan kedua.





SUNNAH AB'ADH



Sunah ab’adh adalah perkara yang disunahkan dalam shalat, dan apabila meninggalkannya (baik disengaja maupun tidak), sunah melakukan sujud sahwi, untuk mengganti kekurangan tersebut. Dinamakan ab’adh (sebagian), karena apabila meninggalkannya, sangat dianjurkan mengganti dengan sujud sahwi, jadi hampir sama dengan fardhu shalat, apabila senganja ditinggalkan dapat membatalkan shalat, walaupun ketika meninggalkan fardhu shalat tidak wajib diganti dengan sujud sahwi.

Sunah ab’adh ada delapan, yaitu:

Tasyahhud Awal.Duduk pada saat tasyahhud awal.Kunut yang tetap, seperti kunut shalat Subuh dan kunut shalat witir pada setengan terakhir bulan Ramadhan. Bukan seperti kunut naazilah, karena kunut naazilah tersebut disunahkan apabila ada musibah saja, selain itu tidak disunahkan.Berdiri pada saat kunut.Membaca shalawat setelah tasyahhud awal.Membaca shalawat setelah kunut.Membaca shalawat kepada keluarga Nabi setelah ta
syahhud akhir.Membaca shalawat kepada keluarga Nabi setelah kunut.

Senin, 24 Februari 2020

Sunnah menjawab Adzan dan Iqomah


Pernah mendengar Adzan? Apa yang kamu lakukan saat mendengar Adzan? Bermain? Atau hal lain? Saya akan berbagi sedikit ilmu tentang Cara Menjawab dan Doa Setelah Adzan.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang membaca do’a ketika mendengar azan:

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺭَﺏَّ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ ﺍﻟﺘَّﺎﻣَّﺔ ﻭَﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺍﻟْﻘَﺎﺋِﻤَﺔِ ﺁﺕِ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴﻠَﺔَ ﻭَﺍﻟْﻔَﻀِﻴﻠَﺔَ ﻭَﺍﺑْﻌَﺜْﻪُ ﻣَﻘَﺎﻣًﺎ ﻣَﺤْﻤُﻮﺩًﺍ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻭَﻋَﺪْﺗَ


Latin ;

“Allahumma Robba haadzihid da’watit taammati wash-sholaatill qooimah, Aati Muhammadanil wasiilata wal fadhiilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda-nillladzi wa’adtahu.”

Artinya ;

“Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, anugerahkanlah kepada Nabi Muhammad; wasilah (kedudukan yang tinggi di surga) dan keutamaan (melebihi seluruh makhluk), dan bangkitkanlah beliau dalam kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan.”



Maka ia (yang membacanya) berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” [HR. Al-Bukhari No.614]


Dan inilah cara menjawab Adzan dan Iqamah yang baik.
Cara menjawab adzan adalah dengan jawaban yang sama seperti apa yang tersebut dalam kalimat bacaan adzan kecuali pada bacaan adzan yang bunyinya
“ Hayya ‘alash shalaah ” dan “Hayya ‘alal falah”,
maka cara menjawabnya adalah dengan bacaan:

لاحول ولاقوّة الاّ بالله


Latin ;

“laa haula walaa quwwata illa billahi”

Artinya :

tidak ada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah”


Namun, ketika kita mendengat suara adzan subuh, maka cara menjawab adzan subuh pada saat muadzin mengucapkan bacaan kalimat :

الصّلاة خير من النّوم


Latin ;

“As shalaatu khairum minan naumi [dua kali]

Maka, kita yang mendengarnya, menjawab dengan bacaan :

صدقت وبررت وانا على ذلك من الشّاهدين


Latin ;

“Shadaqta wabararta wa anaa ‘alaa dzaalika minasy syaahidiina”

Artinya :

benar dan baguslah ucapanmu itu dan akupun atas yang demikian termasuk orang-orang yang menyaksikan.


Ketika dikumandangkan suara iqamah oleh muadzin, maka sunnah bagi kita menjawab iqamah dengan cara ; kalimat-kalimat yang terdengar dijawab sama persis seperti yang diucapkan oleh muadzin, kecuali pada kalimat : “Qad Qaamatish Shalaah”, maka di jawab dengan lafadz atau bacaan sebagai berikut :

أقامها الله وادامها وجعلني من صالحى أهلها


Latin ;

“Aqaamahallahu wa adaamahaa waja’alani min shaalihi ahliha”

Artinya :

Semoga Allah mendirikan shalat itu dengan kekalnya, dan semoga Allah menjadikan aku ini, dari golongan orang-orang yang sebaik-baiknya ahli shalat”


Dan setelah mendengar suara iqamah, kita menjawabnya dengan membaca doa setelah iqamah yaitu sebagai berikut :

الّلهمّ ربّ هذه الدّعوة التّامّة والصّلاة القائمة صلّ وسلّم على سيّدنا محمّد واته سؤله يوم القيامة


Latin ;

“Allaahumma rabba hadzihid da’watit taammati wash-shalaatil qaa-imati, shalli wasallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin, wa aatihi su’lahu yaumal qiyaamati”

Artinya :

Ya allah Tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna, dan memiliki shalat yang ditegakkan, curahkan rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad, dan berilah/kabulkan segala permohonannya pada hari kiamat.


Demikian Cara Menjawab Adzan dan Doa Setelah Adzan yang telah saya bagikan. Semoga Bermanfaat.

Doa sesudah adzan


Berikut ini bacaan do'a setelah adzan dalam 2 versi yaitu dalam bahasa arab dan bahasa .

Do'a tersebut yaitu :

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ سَيِّدَ نَا مُحَمَّدَا ن الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالشَّرَفَ وَالدَّ رَجَةَ العَالِيَةَالرَّفِيعَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَّحْمُوْدَاإ الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادِ



Latin

" Allahumma rabba haadzihid-da’watit taammah wash-shalaatil-qaa'imah, aati sayyidinaa Muhammadanil-wasiilata wal-fadhiilah wasy-syarofa wad-darojatal-'aaliyatar-rofii'ah, wab' atshul-maqaamam-mahmuudanil-ladzii wa’adtah innaka laa tukhliful-mii’aad. "

Artinya :

“Ya Allah, penguasa panggilan yang sempurna (adzan dan qomat) dan shalat yang didirikan, berikanlah kepada nabi Muhammad washilah, keanugerahan, kemulyaan, dan derajat yang luhur, keistimewaan dan tempatkanlah di tempat yang mulia yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak (pernah) menyalahi janji. ”

Bacaan Iqomah


Berikut ini bacaan lafadz iqomah yang dibaca sesudah adzan dikumandangkan.

Bacaan lafadz iqomah versi arabic

اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ

اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ

حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ

اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر

لاَ إِلَهَ إِلاَّالله



Note :
Bacaan iqomah hanya dibaca 1x saja

Bacaan lafadz iqomah versi latin ( Tulisan indonesia )

Allaahu Akbar Allaahu Akbar (1x)

Asyhadu an laa illaaha illallaah (1x)

Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah (1x)

Hayya 'alas-shalaah (1)

Hayya 'alal-falaah (1)

Qad qaamatish-shalaah, Qad qaamatish-shalaah (1)

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1)

Laa ilaaha illallaah (1)


Artinya :

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah.

Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu adalah utusan Allah.

Marilah Sembahyang (sholat).

Marilah menuju kepada kejayaan.

Sesungguhnya sudah hampir mengerjakan sholat.

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

Tiada Tuhan melainkan Allah.

Minggu, 23 Februari 2020

Bacaan adzan



Berikut bacaan lafadz adzan yang ditulis dengan bentuk 2 versi dan terjemahnya.

Bacaan lafadz adzan versi arabic

(2x) اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر

(2x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ

(2x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

(2x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ

(2x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

(1x) اَللهُ اَكْبَر , اَللهُ اَكْبَر

(1x) لاَ إِلَهَ إِلاَّالله



Bacaan lafadz adzan versi latin (Tulisan indonesia)

Allaahu Akbar Allaahu Akbar. (2X)

Asyhadu an laa illaaha illallaah. (2X)

Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2X)

Hayya 'alas-shalaah (2X)

Hayya 'alal-falaah. (2X)

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)

Laa ilaaha illallaah (1x)


Artinya :

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

Aku menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah.

Aku menyaksikan bahwa nabi Muhammad itu adalah utusan Allah.

Marilah Sembahyang (sholat).

Marilah menuju kepada kejayaan.

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

Tiada Tuhan selain Allah.


Jika untuk adzan yang dikumandangkan saat akan menunaikan ibadah sholat shubuh, maka tambahkan lafadz


اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ


Latin ;

( Ash-shalaatu khairum minan-nauum )

yang artinya

“ Sholat itu lebih baik dari pada tidur ”


dan dibaca 2x setelah lafadz Hayya 'alal-falaah


( حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ )

Sabtu, 22 Februari 2020

Adzan & Iqomah


Bacaan lafadz adzan dan iqomah adalah bacaan yang harus diketahui. Sebelum kita sholat pasti kita melafalkannya sebagai tanda bahwa waktu sholat telah tiba.

Sebelum shalat kita disunatkan mengerjakan adzan dan iqamah. Adzan ialah kata - kata seruan yang tertentu untuk memberi tahukan akan masuknya waktu shalat fardlu. Adapun iqamah ialah kata - kata sebagai tanda bahwa shalat akan dimulai. Shalat - shalat sunat tidak disunatkan menggunakan adzan dan iqamah, kecuali shalat sunat yang disunatkan berjama'ah, seperti tarawih, shalat'ied dan sebagainya, cukup dengan memakai seruan:

ASH-SHALAATUL JAMIAH

Artinya:
"Marilah kita bersama-sama mengerjakan shalat berjama'ah".
Atau dengan seruan dalam shalat tarawih, misalnya:
mengucapkan:

ASH SHALAATUT TARAAWIIHI RAHIMAKUMULLAAHU

.
Artinya:
"Kerjakanlah shalat tarawih semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kamu sekalian".

Adzan dan iqamah hukumnya sunnat mu'akkad bagi shalat fardlu, baik dikerjakan berjama'ah maupun sendirian(munfarid).Disunatkan dengan suara yang keras kecuali di mesjid yang sudah dilakukan (sedang dilakukan shalat berjama'ah). Dikerjakan dengan berdiri dan menghadap kiblat.

Begitupun membaca do'a sesudah adzan adalah suatu hal yang baik dan usahakan jangan pernah ditinggal untuk dilafalkan supaya pahala kita terus bertambah dan kita mendapatkan faedah lain dari do'a itu.

Jika kita mau membaca do'a setelah adzan secara rutin, besar kemungkinan nanti akhlak kita akan terbawa menjadi akhlak yang baik dengan sendirinya.

Namun apakah kalian sudah tau dan hafal bunyi bacaan adzan, iqomah serta do'a sesudah adzan?

Jika belum, mari simak bersama-sama ulasan dibawah ini. Ulasan ini mempermudah kita semua yang belum atau sudah bisa membaca Al-Qur'an. Karena bacaan Adzan dibawah ini ditulis dalam bentuk bahasa arab dan latin (dalam tulisan indonesia).

Penulis sangat berharap besar semoga para generasi kita menjadi lebih baik dan semakin mudah dalam belajar, khususnya dalam mempelajari hal ini.

SYARAT SYARAT MUADZ-DZIN .
1. Beragama Islam.
2. Tamyiz dan laki-laki.
Makruh bagi orang yang berhadas keci latau besar. Dan disunatkan menyerukan adzan dengan suara yang nyaring dan merdu.

Jumat, 21 Februari 2020

Membasuh Muzah



Muzah disini adalah sepatu dari kulit (tidak tembus air) yang sampai menutup mata kaki dan kuat untuk digunakan berjalan. Mengusap muzah adalah sebagai pengganti membasuh kaki ketika wudlu. Namun sebelum memakainya harus sudah wudlu, baru wudlu berikutnya bisa dengan mengusap muzah.

Mengusap khuf/muzah itu boleh dengan 3 (tiga) syarat:
1. Memakai khuf/muzah setelah suci dari hadats kecil dan hadats besar.
2. Khuf/muzah menutupi mata kaki .
3. Dapat dipakai untuk berjalan lama.
4. Jangan ada di dalam khuf/muzah itu najis atau kotoran

Orang mukim dapat memakai khuf selama satu hari satu malam (24 jam). Sedangkan musafir selama 3 (tiga) hari 3 malam.

Masanya dihitung dari saat hadats (kecil) setelah memakai khuf. Apabila memakai khuf di rumah kemudian bepergian atau mengusap khuf di perjalanan kemudian mukim maka dianggap mengusap khuf untuk mukim.

Mengusap khuf batal oleh 3 (tiga) hal:
1) Melapasnya,
2) Habisnya masa,
3) Hadats besar.

Tambahan :
Tata cara Mengusap Khuf
Mengusap khuf dilakukan sebagai ganti dari membasuh kaki saat berwudhu karena itu waktu pengusapan adalah saat giliran membasuh kaki saat wudhu.
Caranya adalah mengusapkan air (tanpa mengalirkan) ke bagian atas khuf atau punggung kaki (kebalikan telapak kaki).

Menyapu dua sepatu hanya boleh untuk berwudlu', tetapi tidak boleh untuk mandi, atau untuk menghilangkan najis. Menyapu dua sepatu tidak boleh bila salah satu syarat tidak cukup. Misalnya salah satu dua sepatu itu robek, atau salah satu kakinya tidak dapat menggunakan sepatu karena luka. Keringanan ini diberikan bagi yang musafir selama tiga hari tiga malam sedang yang bermukim boleh menyapu sepatunya hanya untuk sehari semalam.

Kamis, 20 Februari 2020

Cara Berwudlu Anggota Badan yang Diperban



Dalam aktivitas sehari-hari, seringkali kita menemui atau malah mengalami musibah-musibah yang tidak diinginkan. Musibah itu bisa berupa kecelakaan atau penyakit-penyakit yang menyulitkan. Tentu saja kita senantiasa berlindung dan berdoa kepada Allah agar diberikan keselamatan dalam setiap aktivitas kita.

Tapi jika memang kecelakaan atau penyakit tersebut tiba-tiba menimpa kita, selain tetap berikhtiar dan memohon kesembuhan, tentu ada hal-hal yang membuat kita berpikir, seperti “Bagaimana ya semisal kecelakaan atau penyakit ini menyebabkan luka yang tidak boleh terkena air sehingga menimbulkan halangan untuk wudlu?” Atau, misal pada suatu waktu, ada perawatan dan pengobatan oleh dokter yang tidak menyarankan terkena air. Bagaimana menindaklanjutinya untuk ibadah?

Fiqih Islam memberikan jalan keluar bagi yang memiliki uzur untuk melakukan wudlu, disebabkan oleh luka maupun penyakit yang menyebabkannya diperban, yang dilarang terkena air dulu agar segera sembuh.

Dalam kitab Fathul Qaribil Mujib yang merupakan syarah dari kitab Taqrib karangan Syekh Abu Syuja’ disebutkan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan saat berwudlu bagi shahibul jaba’ir, orang-orang yang diperban.

1. Bagian anggota wudlu yang masih sehat, dibasuh terlebih dahulu dengan wudlu sebagaimana biasanya. Semisal di bagian yang diperban itu tidak menutupi seluruh bagian anggota wudlu yang wajib dibasuh, maka ia sebisa mungkin dibasuh terlebih dahulu.

2. Mengusap di atas bagian anggota wudlu yang diperban. Mengusapnya tidak perlu sampai basah, hanya sekadar di atas perban tersebut. Jika luka itu tidak diperban, maka tidak perlu diusap.

3. Mengganti wudlu yang basuhannya tidak sempurna pada anggota wudlu yang diperban itu dengan melakukan tayamum. Tayamum yang dilakukan sama seperti tayamum biasanya, yaitu dengan debu mengusap wajah dan kedua tangan.

Bagaimana semisal hendak melakukan shalat lagi? Semisal seseorang belum batal wudlunya, tapi sudah masuk waktu shalat fardlu yang lain, maka ia hanya melakukan tayamum lagi. Patut diketahui bahwa tayamum itu diperbarui di setiap shalat fardlu. Sedangkan untuk shalat sunah, maka sekiranya belum batal wudlunya, ia tetap sah dilakukan tanpa memperbarui tayamum.

Selanjutnya, keringanan ini dilakukan tanpa ada batasan waktu tertentu. Seorang yang terkena uzur ini, baik dengan perban maupun tidak, tetap boleh melakukan tatacara di atas sampai sekiranya lukanya sembuh dan sudah diperkenankan terkena air lagi.

Rabu, 19 Februari 2020

Permasalahan dalam tayamum


Pembatal Tayamum

Setiap hadats yang membatalkan wudhu, maka itu juga yang menjadi pembatal tayamum. Hal ini tidak ada khilaf (perselisihan) di antara para ulama. (Al Muhalla, 2: 122)

Mendapati Air Sebelum Shalat

Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Para ulama berijma’ (sepakat) bahwa siapa saja yang bertayamum setelah berusaha mencari air, namun tidak mendapatinya, kemudian ia mendapati air sebelum masuk waktu shalat, tayamumnya ketika itu menjadi batal. Ketika itu, tayamumnya tidak bisa mencukupi untuk shalat. Keadaannya menjadi kembali seperti keadaan sebelum tayamum. Dan para ulama berselisih pendapat jika ia mendapati air setelah masuk waktu shalat.” (Al Istidzkar, 1: 314)

Mengetahui Adanya Air di Tengah Shalat

Jika seseorang sudah bertayamum karena tidak mungkin menggunakan air, lalu ia shalat, kemudian ada info telah ada air sedangkan ketika itu ia berada dalam shalat, apakah shalatnya mesti diputus atau disempurnakan?

Dalam masalah ini ada perselisihan. Pendapat lebih tepat adalah ia tetap melanjutkan atau menyempurnakan shalatnya karena tidak adanya dalil yang mengharuskan shalatnya mesti diputus. Sebagaimana orang yang berpuasa dengan niatan menunaikan kafaroh, lalu ia temukan adanya budak di tengah ia berpuasa, puasanya tidak jadi sia-sia. (Shahih Fiqh Sunnah, 1: 204-205)

Menemukan Air di Waktu Shalat Setelah Sebelumnya Shalat dengan Tayamum

Dalam kondisi seperti ini, apakah perlu shalat pertama yang dilakukan dengan tayamum diulang?

Pendapat yang tepat dalam masalah ini, shalatnya tidak perlu diulang. Dalilnya adalah hadits Abu Sa’id Al Khudri berikut.

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَرَجَ رَجُلاَنِ فِى سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِى الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلاَةَ وَالْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ الآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِى لَمْ يُعِدْ « أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلاَتُكَ ». وَقَالَ لِلَّذِى تَوَضَّأَ وَأَعَادَ « لَكَ الأَجْرُ مَرَّتَيْنِ »

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, “Ada dua orang pria keluar melakukan safar, lalu datang waktu shalat. Ketika itu keduanya tidak mendapati air. Akhirnya mereka bertayamum dengan tanah yang suci, kemudian mereka shalat. Masih di waktu shalat, mereka pun mendapati air. Salah satu dari mereka mengulangi shalat dengan berwudhu. Yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian mereka pada beliau. Lantas beliau bersabda pada orang yang tidak mengulangi shalatnya, “Engkau telah menjalani sunnah dan shalatmu sah.” Lalu beliau bersabda pula pada orang yang mengulangi shalatnya, “Engkau mendapatkan dua pahala.” (HR. Abu Daud no. 338 dan An Nasai no. 433. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits tersebut) (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 205-206)

Apa maksud mencari air?

Seseorang yang ingin bertayammum kerana ketiadaan air, wajib ia berusaha mencari air terlebih dahulu di kawasan sekitarnya. Jika air tiada di rumah, hendaklah ia pergi ke masjid umpamanya atau ke rumah berdekatan moga-moga menemui air. Jangan semata-mata tiada air di rumah, lalu ia pun bertayammum. Setelah pasti benar-benar tidak ada air, barulah bertayammum. Mencari air itu wajib diulangi setiap kali hendak bertayammum.[6] Tidak cukup dengan pencarian ketika kali pertama bertayammum saja.

Bagaimana jika ada air, namun tidak mencukupi untuk bersuci, adakah digunakan air baru tayammum atau terus tayammum?

Ada dua pandangan ulama bagi masalah ini;

Pandangan pertama;
wajib digunakan air yang ada itu, kemudian barulah bertayammum bagi anggota yang tidak dapat dicuci dengan air. Pandangan ini merupakan mazhab Imam Ahmad dan Imam Syafi’ie (dalam qaul jadidnya).

Pandangan kedua;
hendaklah terus bertayammum dan tinggalkan air itu. Pandanagn ini adalah pandangan jumhur ulamak yang terdiri dari al-Hasan, az-Zuhri, Hammad, Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’ie (dalam qaul qadimnya), Ibnu al-Munzir dan al-Muzanie (murid Imam Syafi’ie).

Kalau seseorang itu lupa bahawa dalam kenderaannya ada air atau ia lupa ada menyimpan air di satu tempat, lalu ia pun bertayammum dan mengerjakan solat; bagaimana hukumnya?

Ada dua pandangan ulamak bagi masalah ini;

Pertama;
menurut Imam Syafi’ie dan Imam Ahmad; tidak dipakai tayammum itu, yakni solatnya wajib diulangi semua setelah mengambil wudhuk dengan air tersebut. Hujjah mereka ialah; thoharah dengan air adalah perintah yang wajib. Ia tidak gugur semata-mata kerana lupa.

Kedua;
menurut Imam Abu Hanifah; dipakai tayammum itu, yakni solatnya sah kerana lupa adanya air membawa ia kepada tidak dapat menggunakan air, maka halnya sama seperti orang yang ketiadaan air.

Adakah tayammum hanya harus dengan tanah saja? Bolehkah bertayammum dengan selain tanah?

Ada beberapa pandangan ulamak dalam masalah bahan yang harus digunakan untuk bertayammum;

Pertama; jumhur ulamak (mazhab Imam Syafi’ie, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf dan Daud az-Dzahiri) mensyaratkan tayammum hendaklah dengan tanah, tidak harus dengan pasir, batu, kapur dan sebagainya yang tidak dikategorikan sebagai tanah. Dan disyaratkan tanah itu pula hendaklah berdebu (yakni dapat melekat pada tangan bila ditepuk) dan bersih.

Kedua; Imam Malik dan Imam Abu Hanifah pula berpendapat; tidak khusus kepada tanah sahaja. Harus tayammum dengan segala yang ada di atas permukaan bumi; tidak hanya tanah, tetapi juga pasir, kapur, batu dan seumpamanya. Malah menurut Imam Malik; harus tayammum dengan salji dan setiap yang melapisi permukaan bumi. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah juga tidak mensyaratkan bahan-bahan untuk bertayammum itu berdebu. Oleh itu, pada pandangan mereka; harus bertayammum di atas batu yang tidak ada debu atau di atas tanah licin yang tidak ada debu yang melekat di tangan apabila ditepuk di atasnya.

Adakah harus bertayammum dengan menepuk di dinding, di atas permaidani, di pakaian, di belakang binatang kendaraan atau sebagainya?

Ada dua pandangan ulama;

Pertama; mengikut pandangan mazhab Syafi’ie dan Ahmad; harus jika di atas tempat-tempat yang ditepuk itu ada terdapat debu yang dapat melekat di tangan sebagaimana yang disyaratkan tadi. Jika tidak terdapat debu padanya, tidak harus tayammum.

Kedua; mengikut Imam Malik; tidak harus melakukan tayammum dengan menepuk ke atas debu yang terdapat di atas pakaian, permaidani dan sebagainya itu. Menurut beliau, tayammum hendaklah dengan menepuk terus ke atas bumi.

Adakah disyaratkan masuk waktu sahnya tayammum?

Ada dua pandangan ulama;

Pertama;
jumhur ulamak (terdiri dari mazhab Imam Malik, Syafi’ie, Ahmad dan lain-lain) berpandangan; tidak sah tayammum melainkan setelah masuk waktu solat sama ada tayammum kerana keputusan air atau kerana tidak mampu menggunakan air. Maksud ‘masuk waktu’ ialah tiba waktu yang mengharuskan suatu solat itu dilakukan. Disyaratkan masuk waktu kerana tayammum adalah toharah darurat seperti mana toharah wanita yang istihadhah di mana kedua-duanya tidak menghilangkan hadas, akan tetapi dilakukan hanya untuk mengharuskan solat sahaja. Maka sebagaimana wanita yang istihadhah tidak harus mengambil wudhuk melainkan setelah masuk waktu, begitu juga orang yang ingin melakukan tayammum juga tidak harus melakukannya melainkan setelah masuk waktu solat.

Kedua;
Imam Abu Hanifah berpandangan; tayammum tidak terikat dengan waktu, yakni harus melakukan tayammum sekalipun belum masuk waktu. Beliau mengkiaskannya dengan wudhuk dan toharah-toharah yang lain (mandi, menyapu khuf, menghilangkan najis). Sebagaimana wudhuk harus dilakukan sebelum masuk waktu solat, maka tayammum juga sedemikian kerana ia disyariatkan sebagai ganti kepada kedua-duanya.[10]

Apakah syarat tayammum bagi orang sakit atau luka?

Tidak semua jenis sakit atau luka mengharuskan tayammum. Sakit atau luka yang mengharuskan tayammum ialah sakit atau luka yang penggunaan air ditakuti akan menyebabkan at-talaf (kematian atau kemusnahan anggota) atau mendatangkan mudarat pada badan. Ia merangkumi;

Akan menyebabkan kematian atau kerosakan pada aggota (التلف); lumpuh dan sebagainya.

Penggunaan air menimbulkan penyakit yang membawa kematian atau kerosakan anggota.

Menyebabkan sakit bertambah teruk atau penyakit semakin melarat.

Menyebabkan lambat sembuh

Menyebabkan kesakitan yang tidak tertanggung.

Menimbulkan kecacatan dan kejelikan yang ketara pada badan; seperti kulit menjadi hitam atau sebagainya.

Kesan-kesan yang dibimbangi tersebut dari penggunaan air hendaklah disahkan oleh pengalaman sendiri atau berdasarkan makluman dari doktor yang mahir. Menurut mazhab Syafi’ie; doctor itu hendaklah muslim dan adil (tidak fasiq). Tidak diterima pengakuan atau pengesahan dari doctor kafir atau fasiq. Namun menurut mazhab Imam Malik; harus memakai pandangan atau makluman dari doktor kafir jika tidak ada doktor muslim.

Sejauh manakah ibadah yang harus dilakukan dengan tayammum?

Tayammum mengharuskan apa yang diharuskan dengan wudhuk dan mandi. Seorang yang bertayammum harus mengerjakan solat fardhu, solat sunat, sujud tilawah, sujud syukur, membawa mushaf, membaca al-Quran dan beriktikaf. Hukum ini telah disepakati oleh ulamak.

Namun para Fuqahak berikhtilaf dalam menentukan bilangan solat fardhu yang harus dikerjakan dinisbahkan kepada satu tayammum yang dilakukan. Di sana ada tiga pandangan;

Pandangan pertama; tayammum sama seperti wudhuk iaitu tidak terikat dengan bilangan solat. Selagi tayammum tidak batal –iaitu dengan menjumpai air atau dengan berlakunya hadas-, maka harus untuk melakukan dengan tayammum itu seberapa banyak solat yang dikehendaki sama ada fardhu atau sunat dan tanpa mengira waktu. Pandangan ini merupakan pendapat Sa’id bin al-Musayyab, al-Hasan, az-Zuhri, as-Tsauri, Imam Abu Hanifah, al-Muzani dan ar-Ruyani.

Pandangan kedua; Jumhur ulamak yang terdiri dari Saidina ‘Ali, Ibnu Umar, Ibnu ‘Abbas, as-Sya’bi, an-Nakha’ie, Qatadah, Yahya al-Ansari, Rabi’ah, Malik, Syafi’ie, al-Laits, Ishaq dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat; satu tayammum hanya untuk satu solat fardhu atau satu ibadah wajib sahaja. Oleh demikian, tidak harus menjamakkan dua solat dengan satu tayammum atau melakukan dua tawaf atau melakukan satu solat fardhu dengan satu tawaf fardhu, menghimpunkan dua solat nazar atau antara satu solat fardhu dengan satu solat nazar. Hendaklah diperbaharui tayammum untuk setiap solat fardhu yang hendak dilakukan setelah dipastikan tidak air terlebih dahulu. Adapun solat sunat, harus dilakukan seberapa banyak yang dikehendaki.

Pandangan ketiga; Imam Abu Tsur dan fuqahak mazhab Hanbali. Mereka berpandangan; Tayammum terikat dengan waktu di mana satu tayammum hanya bagi satu waktu solat fardhu sahaja. Seorang yang bertayammum boleh melakukan apa sahaja solat yang dikehendaki sama ada solat fardhu dalam waktu, solat fardhu yang luput, menjamakkan dua solat dan seberapa banyak solat sunat yang diingini selama belum masuk waktu lain. Apabila masuk waktu lain, batallah tayammum dan wajib diulangi semula tayammum bagi mengharuskan solat kembali. Kedaaannya menyamai seorang wanita istihadhah atau orang-orang lainnya yang melakukan toharah darurat.

Apakah anggota-anggota tayammum?

Berdasarkan ayat al-Quran tadi dan hadis-hadis Nabi s.a.w. (sebahagiannya telah kita sebutkan tadi), anggota tayammum hanya dua sahaja (sama ada tayammum bagi menggantikan wudhuk atau bagi menggantikan mandi) yaitu;

Muka

Dua tangan

Mengenai muka tidak ada khilaf di kalangan ulamak bahawa keseluruhan kawasan muka yang wajib dibasuh ketika mengambil wudhuk, maka ketika tayammum kawasan muka tersebut wajib diratai dengan debu. Adapun tangan, maka para ulamak berbeza pandangan tentang kawasan yang wajib disapui debu;

Pertama; mengikut jumhur atau majoriti ulamak iaitu Saidina ‘Ali, Ibnu ‘Umar, al-Hasan al-Basri, as-Sya’bi, Salim bin Abdullah, Imam Malik, al-Laits, Imam Abu Hanifah dan Syafi’ie; kawasan tangan yang wajib disapui debu adalah sama sebagaimana yang wajib dibasuh ketika mengambil wudhuk iaitu bermula dari hujung jari hinggalah ke siku.[20] Mereka berdalilkan –antaranya- sabda Nabi s.a.w.; “Tayammum itu dua kali tepukan, sekali untuk disapu ke muka dan sekali untuk di sapu ke kedua tangan hingga ke siku”.[21]

Kedua; sekumpulan ulamak yang terdiri dari ‘Atho, Makhul, al-Auza’ie, Imam Ahmad, Ishaq, Imam Syafi’ie (mengikut qaul qadimnya sebagaimana diceritakan oleh Abu Tsur)[22] dan disokong oleh Ibnu al-Munzir berpandangan; kawasan tangan yang wajib disapui debu ketika tayammum hanyalah sampai ke pergelangan tangan sahaja.[23] Mereka berdalilkan hadis kisah ‘Ammar (yang telah kita kemukakan tadi) di mana Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya; “Sesungguhnya memadai kamu menepuk dua tapak tangan kamu ke tanah, kemudian kamu hembusnya (untuk menipiskan sedikit debu di tapak tangan itu) dan seterusnya kamu sapukan debu ke muka dan ke dua tangan kamu (hingga pergelangannya)”.[24] Adapun hadis yang dijadikan hujjah oleh jumhur tadi ia adalah dhaif. Sebenarnya ia hanyalah pandangan Ibnu Umar, bukan sabda Nabi s.a.w..

Menurut Imam Nawawi; pandangan kedua di atas adalah kuat dari segi dalilnya dan lebih hampir kepada kehendak as-Sunnah.[25]

Berapakah bilangan tepukan yang wajib semasa melakukan tayammum?

Rentetan dari khilaf di atas, berlaku pula khilaf dalam menentukan berapakah bilangan tepukan ke tanah yang mesti dilakukan oleh orang yang melakukan tayammum? Mengikut jumhur ulamak tadi; tayammum wajib dengan sekurang-kurangnya dua kali tepukan ke tanah; satu tepukan untuk disapu ke muka dan satu tepukan lagi untuk disapu kepada dua tangan hingga ke siku. Jika dua kali tepukan itu mencukupi untuk menyapu keseluruhan kawasan muka dan tangan (hingga ke siku), tidak perlu lagi ditambah. Jika tidak, wajiblah tepukan itu ditambah hingga debu meratai seluruh kawasan yang wajib disapu itu.[26]

Adapun pandangan kedua di atas (‘Atho, Makhul, al-Auza’ie, Imam Ahmad, Ishaq dan disokong oleh Ibnu al-Munzir), mereka menegaskan; yang wajib ialah sekali tepukan sahaja untuk kedua-dua anggota tayammum iaitu muka dan dua tangan hingga pergelangannya.

Bilakah batalnya tayammum?

Tayammum adalah bersuci gantian bagi wudhuk. Apabila berlaku kepada orang yang bertayammum perkara-perkara yang boleh membatalkan wudhuk sebagaimana yang telah kita jelaskan dalam tajuk yang lalu (contohnya, ia telah terkentut atau tersentuh kemaluan atau sebagainya), maka batallah tayammumnya. Kesimpulannya, perkara-perkara yang membatalkan wudhuk juga akan membawa kepada batalnya tayammum.

Bagi orang yang bertayammum kerana ketiadaan air, tayammumnya batal apabila telah bertemu air. Sebaik bertemu air, dengan sendiri tayammumnya terbatal. Apabila hendak solat semula, wajib ia mengambil wudhuk, yakni tidak cukup dengan tayammumnya tadi sekalipun ia tidak melakukan perkara-perkara yang membatalkan tayammumnya. Jika ia bertayammum tadi kerana ganti mandi wajib, hendaklah ia mandi wajib sebelum mengerjakan solat berikutnya.

Jika seorang bertayammum, kemudian belum sempat mengerjakan solat ia telah menemui air, tidak harus ia menunaikan solat dengan tayammum itu, akan tetapi hendaklah mengambil wudhuk, kemudian baru tunaikan solat. Ini kerana tayammumnya dengan sendiri terbatal dengan kerana bertemu air sekalipun belum sempat mengerjakan solat. Jika air ditemui semasa sedang solat (seperti ada orang memberitahunya semasa sedang solat itu), jika ia ingin meneruskan solatnya diharuskan dan solatnya sah. Namun sebaik-baiknya ialah ia menghentikan solatnya, kemudian mengambil wudhuk dan melakukan semula solat. Jika air ditemui setelah selesai solat, sah lah solat yang ditunaikan sebelum bertemu air itu dan tidak perlu diulangi semula sekalipun waktu masih ada.

Jika bertayammum kerana keuzuran (seperti sakit, sejuk keterlaluan dan sebagainya), tayammum dikira terbatal sebaik sahaja hilang keuzuran. Contohnya; jika seseorang bertayammum kerana sakit, maka sebaik ia sembuh dari sakit, batallah tayammumnya.