Tampilkan postingan dengan label Ramadhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ramadhan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Februari 2019

Adakah doa khusus menyambut Ramadhan?

Setiap menjelang bulan Ramadhan, ramai dibicarakan sebuah lafal yang popular di masyarakat Muslim Indonesia sebagai doa menyambut Ramadhan, Sya’ban, dan Rajab.

Doa tersebut adalah:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب، وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Dan jumpakanlah kami kepada bulan Ramadhan.”

Doa tersebut banyak beredar di sosial media seperti Whatsapp, Channel Telegram, Facebook, Twitter, Line, dan sebagainya dalam bentuk teks update status, broadcast, dan  gambar-gambar Meme. Bahkan, banyak pula para ustadz yang mengutip doa tersebut dalam ceramah-ceramah mereka. Akhirnya, sebagian masyarakat menganggap bahwa lafal itu memang benar-benar doa yang semestinya diucapkan sebagai doa menyambut Ramadhan layaknya doa-doa sunnah lainnya.

Pertanyaannya, apakah lafal yang diyakini oleh sebagian masyarakat sebagai doa menyambut Ramadhan tersebut bersumber dari hadits yang shahih?

Jika ditelusuri dalam beberapa kitab hadits, ditemukan lafal yang diyakini sebagai doa menyambut Ramadhan di atas dalam beberapa kitab. Abdullah, putera dari Imam Ahmad meriwayatkan hadits tersebut dalam kitab Zawa-id al-Musnad (no. hadits: 2346), diriwayatkan pula oleh ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath (no. 3939), al-Baihaqi dalam kitab Asy-Sya’bu (no. 3534), dan Abu Nu’aim dalam kitab ­Al-Hilyah (6/269). (islamqa.info)

Baca juga: Hukum Berciuman dengan Istri di Siang Hari Bulan Ramadhan

Seluruh riwayatnya bersumber dari jalur Zaidah bin Abi Ruqad, ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Ziyad an-Numairi, dari Anas bin Malik, ia berkata, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki bulan Rajab beliau berdoa,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ، وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Dan jumpakanlah kami kepada bulan Ramadhan.”

Nah, tentang status kekuatan riwayatnya, disebutkan dalam kitab Mizanul I’tidal bahwa sanad hadits tersebut lemah. Sebab, perawi yang bernama Ziyad an-Numairi adalah perawi yang lemah. Ibnu Ma’in juga melemahkannya. Abu Hatim mengatakan, “Dia tidak bisa dijadikan hujjah.” (Mizanul I’tidal, 2/19)

Bahkan, dalam kitab Tahdzibut Tahdzib, perawi bernama Zaidah bin Abi Ruqad dinilai oleh para ulama hadits seperti Al-Bukhari dan an-Nasa’i, sebagai perawi yang lebih lemah (dha’if) dari Ziyad an-Numairi. (Tahdzibut Tahdzib, 3/305-306)

Berarti, Doa Menyambut Ramadhan Secara Khusus itu Tidak Ada?

Ya, tidak dijumpai doa secara khusus sebagai doa menyambut Ramadhan. Yang ada hanyalah doa untuk menyambut hilal awal. Namun doa tersebut berlaku umum ketika melihat hilal sebagai pertanda masuknya awal seluruh bulan hijriyah, tidak khusus pada hilal awal bulan Ramadhan.

Namun, yang perlu dicatat adalah, setiap Muslim sah-sah saja jika mengekspresikan keinginannya untuk berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan dengan doa. Dengan doa umum sebisanya, tanpa harus mengkhususkan lafal doa tertentu, apalagi sampai meyakininya bahwa lafal tersebut adalah sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebab, berdoanya seorang Muslim agar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan bisa jadi itu menunjukkan kesungguhan dan hausnya seorang Muslim terhadap pahala dan ampunan Allah ‘Azza wa Jalla, mengingat bulan Ramadhan adalah bulan kesempatan untuk memenuhi pundi-pundi amal ibadah dan mengapus sebanyak-banyaknya dosa dengan taubat nasuha.

Para ulama salaf pun demikian. Bahkan, karena kerinduan terhadap perjuampaan dengan bulan Ramadhan, para ulama salaf sudah mulai berharap dengan doa untuk dipertemukan dengan bulan mulia itu sejak tiga bulan sebelumnya. Dan berdoa selama enam bulan berikutnya agar amalan mereka di bulan Ramadhan diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Di antara doa yang mereka lantunkan adalah,

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Latha-if al-Ma’arif, 148)

Pada intinya, boleh berdoa memohon agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan, memohon agar diberi kesehatan jasmani agar bisa melaksanakan seluruh amalan-amalan utama saat bulan Ramadhan, dan semisalnya, tanpa harus meyakini adanya lafal tertentu secara khusus sebagai doa menyambut Ramadhan yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam

Menyambut Bulan Ramadhan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

“Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa mereka yang kumpulkan (dari harta benda). (Yunus: 58)

Yang dimaksud dengan “karunia Allah” pada ayat di atas adalah Al-Qur’anul Karim (Lihat Tafsir As Sa’di).

Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an). Karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan rahmat dari Allah. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih berharga dari segala perhiasan dunia.

‘Ulama Ahli Tafsir terkemuka Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Bahwasannya Allah memerintahkan untuk bergembira atas karunia Allah dan rahmat-Nya karena itu akan melapangkan jiwa, menumbuhkan semangat, mewujudkan rasa syukur kepada Allah, dan akan mengokohkan jiwa, serta menguatkan keinginan dalam berilmu dan beriman, yang mendorang semakin bertambahnya karunia dan rahmat (dari Allah). Ini adalah kegembiraan yang terpuji. Berbeda halnya dengan gembira karena syahwat duniawi dan kelezatannya atau gembira diatas kebatilan, maka itu adalah kegimbiraan yang tercela. Sebagaimana Allah berfirman tentang Qarun,

لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“Janganlah kamu terlalu bangga, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri.” (Al Qashash: 76)

Karunia dan rahmat Allah berupa bulan Ramadhan juga patut untuk kita sampaikan dan kita sebarkan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin. Agar mereka menyadarinya dan turut bergembira atas limpahan karunia dan rahmat dari Allah. Allah berfirman :

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat dari Rabb-Mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” Adh-Dhuha: 11)

Dengan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendorong untuk mensyukurinya dan menumbuhkan kecintaan kepada Dzat yang melimpahkan nikmat atasnya. Karena hati itu selalu condong untuk mencintai siapa yang telah berbuat baik kepadanya.

Para pembaca yang mulia, ….

Maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menyiapkan diri untuk menyambut bulan yang penuh barakah itu, yaitu menyiapkan iman, niat ikhlash, dan hati yang bersih, di samping persiapan fisik.

Ramadhan adalan bulan suci yang penuh rahmat dan barakah. Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu-pintu Al-Jannah (surga), menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu syaithan. Allah ‘Azza wa Jalla melipat gandakan amalan shalih yang tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Barangsiapa yang menyambutnya dengan sungguh-sungguh, bershaum degan penuh keimanan dan memperbanyak amalan shalih, serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa merusak ibadah shaumnya, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya dan akan melipatkan gandakan pahalanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berabda:

“Barang siapa yang bershaum dengan penuh keimanan dan harapan (pahala dari Allah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau.” (Muttafaqun ‘alahi)

“Setiap amalan bani Adam akan dilipat gandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah I berfirman: “kecuali ibadah shaum, shaum itu ibadah untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya.” (HR. Muslim)

Masih banyak lagi keutamaan dan keberkahan bulan Ramadhan yang belum disebutkan dan tidak cukup untuk disebutkan di sini.

Namun yang terpenting bagi saudara-saudaraku seiman, adalah mensyukuri atas limpahan karunia Allah dan rahmat-Nya. Janganlah nikmat yang besar ini kita nodai dan kita kotori dengan berbagai penyimpangan dan kemaksiatan. Nikmat itu akan semakin bertambah bila kita pandai mensyukurinya dan nikmat itu akan semakin berkurang bahkan bisa sirna bila kita mengkufurinya.

Termasuk sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, pada bulan yang penuh barakah ini kita ciptakan suasa yang penuh kondusif. Jangan kita nodai dengan perpecahan. Kewajiban kita seorang muslim mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada para ulama bukan berdasarkan pendapat pribadi atau golongan.

Permasalah yang sering terjadi adalah perbedaan dalam menentukan awal masuknya bulan Ramadhan. Wahai saudara-saudaraku, ingatlah sikap seorang muslim adalah mengembalikan kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan As Sunnah dengan bimbingan para ulama yang terpercaya.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah menetukan pelaksanaan shaum Ramadhan berdasarkan ru`yatul hilal. Beliau bersabda :

“Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’idul fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila (hilal) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” HR. Al-Bukhari dan Muslim

Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan secara kebersamaan. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka/beriedul Fitri adalah pada saat kalian berbuka/beriedul Fitri, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Imam At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits Abu Hurairah di atas

dengan perkataan (mereka), ‘sesungguhnya shaum dan ber’Idul Fitri itu (dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah (Pemerintah Muslimin) dan mayoritas umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Seseorang (hendaknya) bershaum bersama pemerintah dan jama’ah (mayoritas) umat Islam, baik ketika cuaca cerah ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah bersama Al-Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa 25/117)

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, Iedul Fithri dan Iedul Adha –pen) keputusannya bukanlah di tangan individu, dan tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat Islam, dan dalam hal ini setiap individu pun wajib untuk mengikuti pemerintah dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun pemerintah menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Ash-Shahihah 2/443)

Menaati pemerintah merupakan prinsip yang harus dijaga oleh umat Islam. Terlebih pemerintah kita telah berupaya menempatkan utusan-utusan pada pos-pos ru’yatul hilal di d berbagai daerah di segenap nusantara ini. Rasulullah e bersabda :

“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku, dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para pemerintah dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, 13/120).

Sebagai rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pula hendaklah kita hidupkan bulan yang penuh barakah itu dengan amalan-amalan shalih, amalan-amalan yang ikhlash dan mencocoki sunnah Rasulullah. Kita menjauhkan dari amalan-amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berwasiat :

“Barangsiapa yang membuat-buat amalan baru dalam agama kami yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh dari kami, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Para ‘ulama berkata : “Bahwa hadits merupakan kaidah agung di antara kaidah-kaidah Islam. Ini merupakan salah satu bentuk jawami’ kalim (kalimat singkat namun bermakna luas) yang dimikili oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Hadits ini sangat jelas dalam membatalkan semua bentuk bid’ah dan hal-hal baru yang dibuat dalam agama. Lafazh kedua lebih bersifat umum, karena mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah, walaupun pembuatnya orang lain.”

Termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah perbuatan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyambut bulan Ramadhan dengan amalan atau ritual tertentu, di antaranya :

1. Apa yang dikenal dengan acara Padusan. Yaitu mandi bersama-sama dengan masih mengenakan busana, terkadang ada yang memimpin di suatu sungai, atau sumber air, atau telaga. Dengan niat mandi besar, dalam rangka membersihkan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sampai-sampai ada di antara muslimin yang berkeyakinan Kalau sekali saja terlewat dari ritual ini, rasanya ada yang kurang meski sudah menjalankan puasa. Jelas perbuatan ini tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Demikian juga para shahabat, para salafus shalih, dan para ‘ulama yang mulia tidak ada yang mengamalkan atau menganjurkan amaliah tersebut. Sehingga kaum muslimin tidak boleh melakukan ritual ini.

Belum lagi, dalam ritual Padusan ini, banyak terjadi kemungkaran. Ya, jelas-jelas mandi bersama antara laki-laki dan perempuan. Jelas ini merupakan kemungkaran yang sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam.

2. Nyekar di kuburan leluhur.

Tak jarang dari kaum muslimin, menjelang Ramadhan tiba datang ke pemakaman. Dalam Islam ada tuntunan ziarah kubur, yang disyari’atkan agar kaum muslimin ingat bahwa dirinya juga akan mati menyusul saudara-saudaranya yang telah meninggal dunia lebih dahulu, sehingga dia pun harus mempersiapkan dirinya dengan iman dan amal shalih. Namun ziarah kubur, yang diistilahkan oleh orang jawa dengan nyekar, yang dikhususkan untuk menyambut Ramadhan tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam. Apalagi mengkhusukan nyekar di kuburan leluhur. Ini adalah perkara baru dalam agama. Tak jarang dalam ziarah kubur tercampur dengan kemungkaran. Yaitu sang peziarah malah berdoa kepada penghuni kubur, meminta-minta pada orang yang sudah mati, atau ngalap berkah dari tanah kuburan! Ini merupakan perbuatan syirik!

3. Minta ma’af kepada sesama menjelang datangnya Ramadhan.

Dengan alasan agar menghadapi bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, sudah terhapus beban dosa terhadap sesama. Bahkan di sebagian kalangan diyakini sebagai syarat agar puasanya sempurna.

Tidak diragukan, bahwa meminta ma’af kepada sesama adalah sesuatu yang dituntunkan dalam agama, meningat manusia adalah tempat salah dan lupa. Meminta ma’af di sini umum sifatnya, bahkan setiap saat harus kita lakukan jika kita berbuat salah kepada sesama, tidak terkait dengan waktu atau acara tertentu. Mengkaitkan permintaan ma’af dengan Ramadhan, atau dijadikan termasuk cara untuk menyambut Ramadhan, maka jelas ini membuat hal baru dalam agama. Amaliah ini bukan bagian dari tuntunan syari’at Islam.

Itulah beberapa contoh amalan yang tidak ada tuntunan dalam syari’at yang dijadikan acara dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, amaliah tersebut banyak tersebar di kalangan kaum muslimin.

Semestinya dalam menyambut Ramadhan Mubarak ini kita mempersiapkan iman dan niat ikhlash kita. Hendaknya kita berniat untuk benar-benar mengisi Ramadhan ini dengan meningkatkan ibadah dan amal shalih. Baik puasa itu sendiri, memperbaiki kualitas ibadah shalat kita, berjama’ah di masjid, qiyamul lail (shalat tarawih), tilawatul qur’an, memperbanyak dzikir, shadaqah, dan berbagai amal shalih lainnya.

Tentunya itu semua butuh iman dan niat yang ikhlash, disamping butuh ilmu tentang bagaimana tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam melaksanakan berbagai amal shalih tersebut. agar amal kita menjadi amal yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga perlu adanya kesiapan fisik, agar tubuh kita benar-benar sehat sehingga bisa menjalankan berbagai ibadah dan amal shalih pada bulan Ramadhan dengan lancar.

Puncak dari itu semua adalah semoga puasa dan semua amal ibadah kita pada bulan Ramadhan ini benar-benar bisa mengantarkan kita pada derajat taqwa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang gagal dalam Ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar saja. Dan berapa banyak orang menegakkan ibadah malam hari, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya begadang saja.” (HR. Ibu Majah)

Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam mendatangiku, dia berkata : ‘Barangsiap yang mendapati bulan Ramadhan namun tidak menyebakan dosanya diampuni dia akan masuk neraka dan Allah jauhkan dia. Katakan amin (wahai Muhammad). Maka aku pun berkata : Amin.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ahmad)

Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan dan fadhilah dalam bulan Ramadhan ini. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita di atas Islam dan Iman. Dan semoga Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai jembatan menuju keridhaan Allah ‘Azza wa Jallah dan meraih ketaqwaan kepada-Nya.

Wallähu a’lam..

(Sumber artikel //dakwahhikmah.wordpress.com/2009/08/20/menyambut-ramadhan-mubarak/ atau //www.assalafy.org/mahad/?p=340#more-340)

Berbagi :

Cetak

Terkait

Menyambut Kemenangan di Bulan Ramadhandalam "Aqidah"

Menyambut Bulan Ramadhan, Hati-hati Ritual Anehnyadalam "Aqidah"

Hukum Mengucapkan Selamat dengan Datangnya Bulan Ramadhandalam "Fiqih"

Baca Juga:

Hikmah Ilahi di Balik Musibah yang MelandaPerkataan Asy Syaukani Dalam Nailul Authar Tentang KesyirikanIringi Keburukan Dengan Kebaikan

Artikel sebelumyaRangkuman artikel menyambut bulan suci Ramadhan 1430

Artikel berikutnyaHukum Menunda Pembayaran Hutang Puasa

webadmin

ARTIKEL TERKAITLEBIH DARI PENULIS



JANGAN MENCELA SAHABAT NABI



HAKIKAT NIAT DALAM IBADAH



Contoh Pembandingan Nukilan dengan Sumber Riwayat



Artikel yang sering di baca



BACAAN KETIKA MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH

webadmin - 14 Januari 2015

0

Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Pertanyaan: Afwan ustadz, apa doa ketika kita menyembelih hewan aqiqah ? Jawab: Disunnahkan saat menyembelih binatang untuk ‘aqiqoh dengan membaca: بِسْمِ اللهِ...



Penjelasan Ayat – Ayat Tentang Puasa Dalam Al Quran ( Bag.1)

5 Juli 2013



Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu

20 April 2012



Perintah Taat kepada Allah, Rasul dan Pemerintah

13 Desember 2005



Siapakah Yazid bin Abdul Qadir Jawwas ?

3 April 2006

Baca Juga:

Hikmah Ilahi di Balik Musibah yang MelandaPerkataan Asy Syaukani Dalam Nailul Authar Tentang KesyirikanIringi Keburukan Dengan Kebaikan



Salaf secara bahasa maknanya adalah orang-orang yang mendahului kita. Sedangkan secara istilah adalah 3 generasi terbaik yang telah dijamin kebaikannya oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam, yaitu para Sahabat Nabi, Tabiin, dan atbaaut Tabiin

Seseorang yang mengikuti manhaj Salaf adalah orang yang berusaha memahami al-Quran dan Sunnah Nabi shollallahu alaihi wasallam dengan pemahaman para Ulama Salaf. Mereka mengikuti bimbingan para Ulama Salaf dalam menjalani ajaran Dien ini.
Bukan artinya mereka fanatik pada individu-individu Ulama Salaf tersebut, karena secara person tiap mereka (selain Nabi) tidaklah maksum (terjaga dari kesalahan). Namun, jika Ulama Salaf telah sepakat (ijma’) tentang suatu permasalahan Dien, maka ijma’ mereka itu tidak akan pernah salah. Karena umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak akan pernah bersepakat dalam sebuah kesalahan/ kesesatan. Para Ulama Salafus Sholih adalah ‘al-Jamaah’ yang harus diikuti.

Sitemap

Desain Website oleh DakwahStudio

Salafy.or.id tidak memilik

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

“Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa mereka yang kumpulkan (dari harta benda). (Yunus: 58)

Yang dimaksud dengan “karunia Allah” pada ayat di atas adalah Al-Qur’anul Karim (Lihat Tafsir As Sa’di).

Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an). Karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan rahmat dari Allah. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih berharga dari segala perhiasan dunia.

‘Ulama Ahli Tafsir terkemuka Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya: “Bahwasannya Allah memerintahkan untuk bergembira atas karunia Allah dan rahmat-Nya karena itu akan melapangkan jiwa, menumbuhkan semangat, mewujudkan rasa syukur kepada Allah, dan akan mengokohkan jiwa, serta menguatkan keinginan dalam berilmu dan beriman, yang mendorang semakin bertambahnya karunia dan rahmat (dari Allah). Ini adalah kegembiraan yang terpuji. Berbeda halnya dengan gembira karena syahwat duniawi dan kelezatannya atau gembira diatas kebatilan, maka itu adalah kegimbiraan yang tercela. Sebagaimana Allah berfirman tentang Qarun,

لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“Janganlah kamu terlalu bangga, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri.” (Al Qashash: 76)

Karunia dan rahmat Allah berupa bulan Ramadhan juga patut untuk kita sampaikan dan kita sebarkan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin. Agar mereka menyadarinya dan turut bergembira atas limpahan karunia dan rahmat dari Allah. Allah berfirman :

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat dari Rabb-Mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” Adh-Dhuha: 11)

Dengan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendorong untuk mensyukurinya dan menumbuhkan kecintaan kepada Dzat yang melimpahkan nikmat atasnya. Karena hati itu selalu condong untuk mencintai siapa yang telah berbuat baik kepadanya.

Para pembaca yang mulia, ….

Maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menyiapkan diri untuk menyambut bulan yang penuh barakah itu, yaitu menyiapkan iman, niat ikhlash, dan hati yang bersih, di samping persiapan fisik.

Ramadhan adalan bulan suci yang penuh rahmat dan barakah. Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu-pintu Al-Jannah (surga), menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu syaithan. Allah ‘Azza wa Jalla melipat gandakan amalan shalih yang tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Barangsiapa yang menyambutnya dengan sungguh-sungguh, bershaum degan penuh keimanan dan memperbanyak amalan shalih, serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa merusak ibadah shaumnya, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya dan akan melipatkan gandakan pahalanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berabda:

“Barang siapa yang bershaum dengan penuh keimanan dan harapan (pahala dari Allah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau.” (Muttafaqun ‘alahi)

“Setiap amalan bani Adam akan dilipat gandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah I berfirman: “kecuali ibadah shaum, shaum itu ibadah untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya.” (HR. Muslim)

Masih banyak lagi keutamaan dan keberkahan bulan Ramadhan yang belum disebutkan dan tidak cukup untuk disebutkan di sini.

Namun yang terpenting bagi saudara-saudaraku seiman, adalah mensyukuri atas limpahan karunia Allah dan rahmat-Nya. Janganlah nikmat yang besar ini kita nodai dan kita kotori dengan berbagai penyimpangan dan kemaksiatan. Nikmat itu akan semakin bertambah bila kita pandai mensyukurinya dan nikmat itu akan semakin berkurang bahkan bisa sirna bila kita mengkufurinya.

Termasuk sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, pada bulan yang penuh barakah ini kita ciptakan suasa yang penuh kondusif. Jangan kita nodai dengan perpecahan. Kewajiban kita seorang muslim mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada para ulama bukan berdasarkan pendapat pribadi atau golongan.

Permasalah yang sering terjadi adalah perbedaan dalam menentukan awal masuknya bulan Ramadhan. Wahai saudara-saudaraku, ingatlah sikap seorang muslim adalah mengembalikan kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan As Sunnah dengan bimbingan para ulama yang terpercaya.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah menetukan pelaksanaan shaum Ramadhan berdasarkan ru`yatul hilal. Beliau bersabda :

“Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’idul fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila (hilal) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” HR. Al-Bukhari dan Muslim

Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan secara kebersamaan. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka/beriedul Fitri adalah pada saat kalian berbuka/beriedul Fitri, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Imam At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits Abu Hurairah di atas

dengan perkataan (mereka), ‘sesungguhnya shaum dan ber’Idul Fitri itu (dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah (Pemerintah Muslimin) dan mayoritas umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Seseorang (hendaknya) bershaum bersama pemerintah dan jama’ah (mayoritas) umat Islam, baik ketika cuaca cerah ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah bersama Al-Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa 25/117)

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, Iedul Fithri dan Iedul Adha –pen) keputusannya bukanlah di tangan individu, dan tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat Islam, dan dalam hal ini setiap individu pun wajib untuk mengikuti pemerintah dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun pemerintah menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Ash-Shahihah 2/443)

Menaati pemerintah merupakan prinsip yang harus dijaga oleh umat Islam. Terlebih pemerintah kita telah berupaya menempatkan utusan-utusan pada pos-pos ru’yatul hilal di d berbagai daerah di segenap nusantara ini. Rasulullah e bersabda :

“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku, dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para pemerintah dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, 13/120).

Sebagai rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pula hendaklah kita hidupkan bulan yang penuh barakah itu dengan amalan-amalan shalih, amalan-amalan yang ikhlash dan mencocoki sunnah Rasulullah. Kita menjauhkan dari amalan-amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berwasiat :

“Barangsiapa yang membuat-buat amalan baru dalam agama kami yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh dari kami, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Para ‘ulama berkata : “Bahwa hadits merupakan kaidah agung di antara kaidah-kaidah Islam. Ini merupakan salah satu bentuk jawami’ kalim (kalimat singkat namun bermakna luas) yang dimikili oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Hadits ini sangat jelas dalam membatalkan semua bentuk bid’ah dan hal-hal baru yang dibuat dalam agama. Lafazh kedua lebih bersifat umum, karena mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah, walaupun pembuatnya orang lain.”

Termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah perbuatan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyambut bulan Ramadhan dengan amalan atau ritual tertentu, di antaranya :

1. Apa yang dikenal dengan acara Padusan. Yaitu mandi bersama-sama dengan masih mengenakan busana, terkadang ada yang memimpin di suatu sungai, atau sumber air, atau telaga. Dengan niat mandi besar, dalam rangka membersihkan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sampai-sampai ada di antara muslimin yang berkeyakinan Kalau sekali saja terlewat dari ritual ini, rasanya ada yang kurang meski sudah menjalankan puasa. Jelas perbuatan ini tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Demikian juga para shahabat, para salafus shalih, dan para ‘ulama yang mulia tidak ada yang mengamalkan atau menganjurkan amaliah tersebut. Sehingga kaum muslimin tidak boleh melakukan ritual ini.

Belum lagi, dalam ritual Padusan ini, banyak terjadi kemungkaran. Ya, jelas-jelas mandi bersama antara laki-laki dan perempuan. Jelas ini merupakan kemungkaran yang sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam.

2. Nyekar di kuburan leluhur.

Tak jarang dari kaum muslimin, menjelang Ramadhan tiba datang ke pemakaman. Dalam Islam ada tuntunan ziarah kubur, yang disyari’atkan agar kaum muslimin ingat bahwa dirinya juga akan mati menyusul saudara-saudaranya yang telah meninggal dunia lebih dahulu, sehingga dia pun harus mempersiapkan dirinya dengan iman dan amal shalih. Namun ziarah kubur, yang diistilahkan oleh orang jawa dengan nyekar, yang dikhususkan untuk menyambut Ramadhan tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam. Apalagi mengkhusukan nyekar di kuburan leluhur. Ini adalah perkara baru dalam agama. Tak jarang dalam ziarah kubur tercampur dengan kemungkaran. Yaitu sang peziarah malah berdoa kepada penghuni kubur, meminta-minta pada orang yang sudah mati, atau ngalap berkah dari tanah kuburan! Ini merupakan perbuatan syirik!

3. Minta ma’af kepada sesama menjelang datangnya Ramadhan.

Dengan alasan agar menghadapi bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, sudah terhapus beban dosa terhadap sesama. Bahkan di sebagian kalangan diyakini sebagai syarat agar puasanya sempurna.

Tidak diragukan, bahwa meminta ma’af kepada sesama adalah sesuatu yang dituntunkan dalam agama, meningat manusia adalah tempat salah dan lupa. Meminta ma’af di sini umum sifatnya, bahkan setiap saat harus kita lakukan jika kita berbuat salah kepada sesama, tidak terkait dengan waktu atau acara tertentu. Mengkaitkan permintaan ma’af dengan Ramadhan, atau dijadikan termasuk cara untuk menyambut Ramadhan, maka jelas ini membuat hal baru dalam agama. Amaliah ini bukan bagian dari tuntunan syari’at Islam.

Itulah beberapa contoh amalan yang tidak ada tuntunan dalam syari’at yang dijadikan acara dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, amaliah tersebut banyak tersebar di kalangan kaum muslimin.

Semestinya dalam menyambut Ramadhan Mubarak ini kita mempersiapkan iman dan niat ikhlash kita. Hendaknya kita berniat untuk benar-benar mengisi Ramadhan ini dengan meningkatkan ibadah dan amal shalih. Baik puasa itu sendiri, memperbaiki kualitas ibadah shalat kita, berjama’ah di masjid, qiyamul lail (shalat tarawih), tilawatul qur’an, memperbanyak dzikir, shadaqah, dan berbagai amal shalih lainnya.

Tentunya itu semua butuh iman dan niat yang ikhlash, disamping butuh ilmu tentang bagaimana tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam melaksanakan berbagai amal shalih tersebut. agar amal kita menjadi amal yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga perlu adanya kesiapan fisik, agar tubuh kita benar-benar sehat sehingga bisa menjalankan berbagai ibadah dan amal shalih pada bulan Ramadhan dengan lancar.

Puncak dari itu semua adalah semoga puasa dan semua amal ibadah kita pada bulan Ramadhan ini benar-benar bisa mengantarkan kita pada derajat taqwa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang gagal dalam Ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar saja. Dan berapa banyak orang menegakkan ibadah malam hari, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya begadang saja.” (HR. Ibu Majah)

Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam mendatangiku, dia berkata : ‘Barangsiap yang mendapati bulan Ramadhan namun tidak menyebakan dosanya diampuni dia akan masuk neraka dan Allah jauhkan dia. Katakan amin (wahai Muhammad). Maka aku pun berkata : Amin.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ahmad)

Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan dan fadhilah dalam bulan Ramadhan ini. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita di atas Islam dan Iman. Dan semoga Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai jembatan menuju keridhaan Allah ‘Azza wa Jallah dan meraih ketaqwaan kepada-Nya.

Wallähu a’lam..

Dikutip dari Salafy.or.id