Menggunjing merupakan dosa besar, namun entah kenapa, banyak manusia yang terjatuh kedalamnya, bahkan dilakukan juga oleh ahli ibadah dan orang yang berilmu –baik sengaja ataupun tidak-, kecuali yang memang diberikan taufiq oleh Allah ta’ala untuk selalu berada diatas ketaatan, dan ridha-Nya. Allah telah melarang dosa ini dalam firman-Nya yang popular, yaitu dalam QS Al-Hujurat ayat 12:
Artinya: ” dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?”.
Dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mendefinisikan ghibah/menggunjing ini yaitu:
Engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. (HR Muslim: 4690).
Imam Nawawi rahimahullah kemudian memperjelas lagi definisi ini dalam komentarnya: “Ghibah adalah menceritakan tentang seseorang dengan sesuatu yang dibencinya baik badannya, agamanya, perkara dunianya, dirinya, fisiknya, perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, istrinya, pembantunya, hamba sahayanya, serbannya (penutup kepalanya), pakaiannya, gerak langkahnya, gerak gerinya, raut mukanya yang berseri atau masam, atau hal lain yang berkaitan dengan penyebutan seseorang baik dengan lafad (verbal), tanda, ataupun isyarat dengan menggunakan mata, tangan ataupun kepala”. (Al-Adzkaar: 336).
Beberapa perkara yang mesti kita ketahui tentang dosa ghibah/menggunjing ini adalah:
Pertama:
Menggunjing orang lain merupakan perbuatan yang sangat menjijikkan jiwa dan hati manusia, sampai-sampai Allah ta’ala dalam ayat diatas menyerupakannya dengan memakan bangkai orang yang ia gunjingkan. Ironisnya, sangat sedikit yang bisa menghindarkan diri dari kezaliman yang satu ini. Bahkan orang yang ahli ilmu dan ahli ibadah bisa saja terjatuh didalamnya.
Kedua:
Allah ta’ala akan mengadzab orang-orang yang menggunjing semenjak ia pertama kali masuk kedalam kubur. Sebagaimana dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam suatu ketika melewati dua kuburan, beliau bersabda: “Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini diadzab, dan mereka tidaklah diazab karena perkara yang besar (dalam pandangan kalian)… Sesungguhnya salah satunya selalu menyebarkan namimah (adu domba dan ghibah), sedangkan yang kedua tidaklah mensucikan diri dari kotoran air kencingnya”.(HR Bukhari: 1378).
Ketiga:
Yang mendapatkan keuntungan dan maslahat dari perbuatan menggunjing ini adalah orang yang menjadi objek gunjingan, dan yang mendapatkan kerugian dan mudharat adalah orang yang menggunjing, bukan siapa-siapa.Sebab diakhirat kelak, pahala kebaikan dan amalan orang menggunjing ini akan diberikan kepada orang yang digunjinginya, bila dosa ghibah ini masih belum terbayarkan, sedangkan pahala-pahalanya sudah habis, maka dosa dan keburukan orang yang digunjing tersebut akan diserahkan pada orang yang menggunjing, lalu ia dilemparkan kedalam neraka, sebagaimana dalam hadis yang popular. (lihat: Shahih Imam Muslim: 4/1997 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Keempat:
Dosa ghibah yang paling besar adalah terhadap para ulama, para dai, dan orang-orang shalih, sebab hal ini dapat menyebabkan manusia berpaling dari ilmu atau dakwah. Bahkan ghibah merupakan penyebab utama untuk menghina para ulama/duat yang merupakan pewaris para nabi dan rasul. Sebab itu, mereka yang suka menggunjing dan memfitnah para ulama dan dai adalah orang-orang yang cepat sekali dimatikan hatinya oleh Allah ta’ala. Imam Ibnu ‘Asakir rahimahullah berkata: “Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNYa dengan sebenar-benarnya- dan Ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka”.(Tabyyin Kadzib Al-Muftara: 29).
Juga Ibnu Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:“Menggunjing para ulama, dosanya lebih besar dari pada menggunjing orang yang bukan ulama, sebab gunjingan untuk selain ulama adalah ghibah pribadi, yang apabila terdapat mudharat, maka mudharatnya hanya sebatas pada orang yang menggunjing dan yang digunjingi, akan tetapi menggunjing ulama bisa mendatangkan mudharat pada agama islam, karena para ulama merupakan pembawa bendera islam, bila keyakinan dan kepercayaan manusia terhadap ucapan dan pandangan mereka hilang (karena adanya aib/cela yang disebar lewat gunjingan) maka bendera islam (yang mereka perjuangkan) akan jatuh, sehingga ini sangat memberikan mudharat bagi umat islam. Apabila manusia yang digunjingi adalah laksana dimakan bangkainya, maka ulama yang digunjingi dagingnya berracun karena adanya mudharat yang sangat besar (dari menggunjing mereka)”. (Syarah Riyadh Al-Sholihin: 1/226).
Kelima:
Ghibah memunculkan sifat dengki, hasad dan permusuhan antara sesama manusia. Ia juga merupakan perbuatan yang menyebarkan keburukan, dusta, kezaliman, dan adu domba yang semuanya merupakan dosa yang sangat besar. Bahkan ia juga merupakan bentuk penghinaan, dan pelecehan kehormatan dan harga diri orang yang digunjingi. Sebab itu, tidak mengherankan bila sampai berakibat pada kerusakan, keretakan keluarga dan rumah tangga, pemutusan hubungan silaturrahim, perceraian, pertikaian, pembunuhan dan penganiayaan, karena harga diri merupakan harga mati bagi seorang manusia, bila dicoreng dihadapan orang lain, maka ia adalah sesuatu yang sangat memalukan dan merendahkan.
Keenam:
Orang yang menggunjing akan ditanya tentang kebenaran gunjingan tersebut diakhirat kelak. Sebagaimana dalam HR Thabarani (3/420) diriwayatkan dalam hadis: “Barangsiapa yang menggunjing orang lain dengan sesuatu yang orang tersebut tidak lakukan, dengan tujuan untuk mengolok-oloknya, maka Allah akan memenjarakannya dalam neraka jahannam sehingga ia mendatangkan kebenaran/bukti perkataannya tersebut”. Walaupun hadis ini dinilai dhoif oleh Hafidz Al-Haitsami dan Syaikh Al-Albani dari segi sanad, namun maknanya benar, dan ia pasti akan diazab sebagaimana dalam banyak hadis.
Ketujuh:
Azab orang yang menggunjing sangatlah besar diakhirat kelak, ini tambahan dari azabnya tatkala masih berada dalam alam kubur. Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tatkala saya diangkat kelangit, saya melewati kumpulan orang yang memiliki kuku terbuat dari tembaga, dengannya mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri, lantas sayapun bertanya pada Jibril ‘alaihissalam: Siapakah mereka itu wahai Jibril? Beliau menjawab: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia (menggunjing), dan suka menghina harga diri mereka”. (HR Ahmad 3/224, dan Abu Daud : 4878, shahih).
Kedelapan:
Bahwasanya dosa ghibah tidaklah diampuni kecuali harus ada sikap maaf dari orang yang digunjingi. Dari segi ini, para ulama menyandingkan ghibah dengan kesyirikan, karena kesyirikan tidak diampuni kecuali dengan taubat dan memohon ampun kepada Allah ta’ala, sedangkan ghibah tidak dimaafkan kecuali dengan memohon maaf kepada orang yang digunjingi.
Wallaahu a’lam.
Artinya: ” dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?”.
Dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mendefinisikan ghibah/menggunjing ini yaitu:
Engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. (HR Muslim: 4690).
Imam Nawawi rahimahullah kemudian memperjelas lagi definisi ini dalam komentarnya: “Ghibah adalah menceritakan tentang seseorang dengan sesuatu yang dibencinya baik badannya, agamanya, perkara dunianya, dirinya, fisiknya, perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, istrinya, pembantunya, hamba sahayanya, serbannya (penutup kepalanya), pakaiannya, gerak langkahnya, gerak gerinya, raut mukanya yang berseri atau masam, atau hal lain yang berkaitan dengan penyebutan seseorang baik dengan lafad (verbal), tanda, ataupun isyarat dengan menggunakan mata, tangan ataupun kepala”. (Al-Adzkaar: 336).
Beberapa perkara yang mesti kita ketahui tentang dosa ghibah/menggunjing ini adalah:
Pertama:
Menggunjing orang lain merupakan perbuatan yang sangat menjijikkan jiwa dan hati manusia, sampai-sampai Allah ta’ala dalam ayat diatas menyerupakannya dengan memakan bangkai orang yang ia gunjingkan. Ironisnya, sangat sedikit yang bisa menghindarkan diri dari kezaliman yang satu ini. Bahkan orang yang ahli ilmu dan ahli ibadah bisa saja terjatuh didalamnya.
Kedua:
Allah ta’ala akan mengadzab orang-orang yang menggunjing semenjak ia pertama kali masuk kedalam kubur. Sebagaimana dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam suatu ketika melewati dua kuburan, beliau bersabda: “Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini diadzab, dan mereka tidaklah diazab karena perkara yang besar (dalam pandangan kalian)… Sesungguhnya salah satunya selalu menyebarkan namimah (adu domba dan ghibah), sedangkan yang kedua tidaklah mensucikan diri dari kotoran air kencingnya”.(HR Bukhari: 1378).
Ketiga:
Yang mendapatkan keuntungan dan maslahat dari perbuatan menggunjing ini adalah orang yang menjadi objek gunjingan, dan yang mendapatkan kerugian dan mudharat adalah orang yang menggunjing, bukan siapa-siapa.Sebab diakhirat kelak, pahala kebaikan dan amalan orang menggunjing ini akan diberikan kepada orang yang digunjinginya, bila dosa ghibah ini masih belum terbayarkan, sedangkan pahala-pahalanya sudah habis, maka dosa dan keburukan orang yang digunjing tersebut akan diserahkan pada orang yang menggunjing, lalu ia dilemparkan kedalam neraka, sebagaimana dalam hadis yang popular. (lihat: Shahih Imam Muslim: 4/1997 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Keempat:
Dosa ghibah yang paling besar adalah terhadap para ulama, para dai, dan orang-orang shalih, sebab hal ini dapat menyebabkan manusia berpaling dari ilmu atau dakwah. Bahkan ghibah merupakan penyebab utama untuk menghina para ulama/duat yang merupakan pewaris para nabi dan rasul. Sebab itu, mereka yang suka menggunjing dan memfitnah para ulama dan dai adalah orang-orang yang cepat sekali dimatikan hatinya oleh Allah ta’ala. Imam Ibnu ‘Asakir rahimahullah berkata: “Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNYa dengan sebenar-benarnya- dan Ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka”.(Tabyyin Kadzib Al-Muftara: 29).
Juga Ibnu Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:“Menggunjing para ulama, dosanya lebih besar dari pada menggunjing orang yang bukan ulama, sebab gunjingan untuk selain ulama adalah ghibah pribadi, yang apabila terdapat mudharat, maka mudharatnya hanya sebatas pada orang yang menggunjing dan yang digunjingi, akan tetapi menggunjing ulama bisa mendatangkan mudharat pada agama islam, karena para ulama merupakan pembawa bendera islam, bila keyakinan dan kepercayaan manusia terhadap ucapan dan pandangan mereka hilang (karena adanya aib/cela yang disebar lewat gunjingan) maka bendera islam (yang mereka perjuangkan) akan jatuh, sehingga ini sangat memberikan mudharat bagi umat islam. Apabila manusia yang digunjingi adalah laksana dimakan bangkainya, maka ulama yang digunjingi dagingnya berracun karena adanya mudharat yang sangat besar (dari menggunjing mereka)”. (Syarah Riyadh Al-Sholihin: 1/226).
Kelima:
Ghibah memunculkan sifat dengki, hasad dan permusuhan antara sesama manusia. Ia juga merupakan perbuatan yang menyebarkan keburukan, dusta, kezaliman, dan adu domba yang semuanya merupakan dosa yang sangat besar. Bahkan ia juga merupakan bentuk penghinaan, dan pelecehan kehormatan dan harga diri orang yang digunjingi. Sebab itu, tidak mengherankan bila sampai berakibat pada kerusakan, keretakan keluarga dan rumah tangga, pemutusan hubungan silaturrahim, perceraian, pertikaian, pembunuhan dan penganiayaan, karena harga diri merupakan harga mati bagi seorang manusia, bila dicoreng dihadapan orang lain, maka ia adalah sesuatu yang sangat memalukan dan merendahkan.
Keenam:
Orang yang menggunjing akan ditanya tentang kebenaran gunjingan tersebut diakhirat kelak. Sebagaimana dalam HR Thabarani (3/420) diriwayatkan dalam hadis: “Barangsiapa yang menggunjing orang lain dengan sesuatu yang orang tersebut tidak lakukan, dengan tujuan untuk mengolok-oloknya, maka Allah akan memenjarakannya dalam neraka jahannam sehingga ia mendatangkan kebenaran/bukti perkataannya tersebut”. Walaupun hadis ini dinilai dhoif oleh Hafidz Al-Haitsami dan Syaikh Al-Albani dari segi sanad, namun maknanya benar, dan ia pasti akan diazab sebagaimana dalam banyak hadis.
Ketujuh:
Azab orang yang menggunjing sangatlah besar diakhirat kelak, ini tambahan dari azabnya tatkala masih berada dalam alam kubur. Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tatkala saya diangkat kelangit, saya melewati kumpulan orang yang memiliki kuku terbuat dari tembaga, dengannya mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri, lantas sayapun bertanya pada Jibril ‘alaihissalam: Siapakah mereka itu wahai Jibril? Beliau menjawab: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia (menggunjing), dan suka menghina harga diri mereka”. (HR Ahmad 3/224, dan Abu Daud : 4878, shahih).
Kedelapan:
Bahwasanya dosa ghibah tidaklah diampuni kecuali harus ada sikap maaf dari orang yang digunjingi. Dari segi ini, para ulama menyandingkan ghibah dengan kesyirikan, karena kesyirikan tidak diampuni kecuali dengan taubat dan memohon ampun kepada Allah ta’ala, sedangkan ghibah tidak dimaafkan kecuali dengan memohon maaf kepada orang yang digunjingi.
Wallaahu a’lam.