Minggu, 02 Februari 2020

Wudhu



1. PENGERTIAN WUDHU

Wudhu merupakan salah satu di antara cara untuk menghilangkan hadats, yakni hadats kecil. Wudhu biasanya dilakukan sebelum ibadah yang mengharuskan adanya kebersihan dan kesucian dari hadats kecil bagi yang akan melakukan ibadah tersebut, seperti contoh shalat.

Perintah melaksanakan wudhu sebelum shalat terdapat dalam Surat Al-Maidah ayat 6:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.”

Dengan adanya ayat tersebut, Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib-nya mengatakan bahwa perintah shalat sangat berkaitan erat dengan wudhu. Salah satu pendapat yang dikutip Ar-Razy mengatakan bahwa wajib bersuci (dengan wudhu) saat akan melaksanakan shalat. Jika tidak ada air maka boleh dilaksanakan dengan tayamum, yakni dengan debu.

Jika Ar-Razy mengatakan bahwa inti dari ayat tersebut adalah thaharah qabla shalat (bersuci sebelum shalat) maka sah-sah saja. Karena bertemu, menghadap dan beribadah kepada Allah, Dzat Yang Suci dan mencintai kesucian dan kebersihan tidak bisa dilaksanakan tanpa bersuci. Tentu sangat tidak pantas sekali.

Hal ini senada dengan arti dari kata wudhu sendiri yang berasal dari kata wadha’ah yang berarti hasan (bagus) dan bahjah (indah atau elok). Sedangkan menurut syara’, sebagaimana diungkapkan dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhabis Syafi’i:

اسم لفعل الذي هو استعمال الماء في أعضاء معينة مع النية

Artinya, “Sebuah nama untuk menunjukan perkerjaan yang berupa menggunakan air pada anggota-anggota badan tertentu disertai dengan niat.”

Adapun jika wawu-nya difathah (wadhu’) maka artinya berbeda dengan wudhu. Wadhu adalah nama untuk menyebut alat yang digunakan untuk berwudhu, yakni air.

Wudhu juga tidak selamanya berarti sebuah ritual bersuci sebelum shalat atau beribadah yang lain.

Dalam hadits disebutkan:

تَوَضَّؤُوا مِمَّا غَيَّرَتِ النارُ

Wudhu dalam konteks di atas berarti membasuh tangan dan mulut setelah makan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Lisanul Arab;

أَراد بِهِ غَسْلَ الأَيدِي والأَفْواهِ مِنَ الزُّهُومة

Artinya, “Yang dimaksud kata ‘berwudhulah’ dalam hadits di atas adalah membasuh tangan dan mulut agar terbebas dari bau.”

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

Pengertian Wudhu menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. Sedangkan menurut istilah (syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.

Hukum berwudhu adalah wajib dilakukan dalam mengerjakan shalat seperti dalam sabda Nabi Muhammad: .

“Tidak diterima sholatmu tanpa Bersuci atau Wudhu (HR. Muslim). dan “Bersuci atau Berwudhu adalah sebagian dari iman (HR. Muslim).

Berwudhu memiliki banyak keutamaan dan manfaat dalam berwudhu yang telah banyak diterangkan dari Sabda Nabi Muhammad SAW:

“Barang siapa yang berwudhu secara sempurna, maka dosa-dosanya akan gugur atau hilang di jasad-nya hingga keluar juga dari bawah kuku-kuku’nya" (HR. Muslim). dan “Sesungguh Umatku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan muka dan kedua tangannya kemilau bercahaya karena bekas Berwudhu”.

2. Doa Sebelum dan Sesudah Wudhu

Seperti yang kita ketahui didalam setiap gerakan wudhu, mempunyai bacaan doa-doa tersendiri, dari doa ketika melihat air, doa ketika berkumur, doa ketika membersihkan lubang hidung, doa ketika membasuh wajah, doa ketika membasuh tangan kanan dan kiri, sampai doa pada saat membasuh kaki kanan dan kiri.

Didalam Hadist Muslim dan Bukhari juga di riwayatkan bahwa Rasulullah Saw, pada saat berwudhu beliau juga membaca doa di setiap gerakan wudhu, dengan membaguskan di setiap gerakan wudhu.

Berikut ini adalah bunyi hadist tersebut.

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسِنُ الوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجُ مِنْ تَحْتَ أَظْفَارَهَ

Artinya:

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berwudhu dengan membaguskan wudhu'nya, maka keluarlah dosa-dosanya dari kulitnya sampai  kuku jari-jemarinya". (HR. Muslim)


Didalam hadist diatas Rasullulah Saw, berwudhu dengan membaguskan wudhunya supaya dosa-dosa keluar dari kulit sampai kuku jari jemarinya.



Berikut ini adalah doa-doa yang dibaca saat membasuh anggota-anggota wudhu pada saat wudhu dalam bahasa Arab latin Dan terjemahnya.





1. Doa Ketika Melihat Air

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ اْلمَاءَ طَهُوْرًا


Al-hamdu lillahilladzi ja'alal-ma'a tahuran

Artinya :

"Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah menjadikan Air suci lagi mensucikan"



2. Doa Ketika Membasuh Telapak Tangan

اَللّٰهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ مِنْ مَعَاصِكَ كُلِّهَا

Allohummahfadz Yadayya Min Ma'asyika Kulliha

Artinya :

"Ya Allah peliharalah kedua tanganku dari semua perbuatan maksiat pada-Mu"




3. Doa Saat Berkumur

اَللّٰهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allohumma a'inni 'Ala Dzikrika wa Syukrika wahusni 'Ibadatika

Artinya:

"Ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir kepadamu dan selalu memperbaiki ibadah kepadamu"




4. Doa Ketika Menghirup Air Ke Hidung

اَللّٰهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَةَ الجَـنَّةِ وَاَنْتَ عَنِّي رَاضٍ

Allohumma Arihni Roihatal Jannati wa anta annii rodliin

Artinya:

"Ya Allah berikan aku penciuman wewangian syurga dan keadaan Engkau terhadap diriku yang selalu meridhoi"

Niat Berwudhu


نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitul whudu-a lirof'il hadatsii ashghori fardhon lillaahi ta'aalaa

Artinya :

"Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu (wajib) karena Allah ta'ala"

5. Doa Ketika Membasuh Muka

(Setelah membaca niat wudhu dalam hati)

اَللّٰهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ


Allohumma bayyid wajhiy yauma tabyadu wujuuh wa taswaddu wujuuh

Artinya:

"Ya Allah putihkan wajahku pada hari menjadi putih berseri wajah-wajah kaum muslimin dan menjadi hitam legam wajah-wajah orang kafir"





6. Doa Ketika Membasuh Tangan Kanan

اَللّٰهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيْرًا

Allohumma A'thini kitabi biyamini wa hasibni hisaban yasiro

Artinya:

"Ya Allah berikanlah kepadaku kitab amalku dari dari tangan kananku dan hisablah aku dengan penghisaban yang ringan"



7. Doa Ketika Membasuh Tangan Kiri

اَللّٰهُمَّ لاَ تُعْطِنِى كِتاَبِى بِشِمَالِى وَلاَمِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ

Allohumma Laa Ta'thini Kitabi bisyimali walaa min waro'i dzohri

Artinya:

"Ya Allah jangan Engkau berikan kepadaku kitab amal dari tangan kiriku atau pada belakang punggungku"





8. Doa Ketika Mengusap Rambut Kepala

اَللّٰهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ

Allohumma harrim sya'ri wabasyari 'Alannari

Artinya:

"Ya Allah haramkan rambutku dan kulitku atas api neraka"




9. Doa Ketika Membasuh Kedua Telinga


اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ اْلقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ

Allohummaj'Alni minalladzina yastami'unal Qoula fayattabi'una ahsanahu

Artinya:

"Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan mengikuti sesuatu yang terbaik"



10. Doa ketika Membasuh Kaki Kanan



اَللّٰهُمَّ ثَبِّتْ قدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تُثَبِّتُ فِيْهِ اَقْدَامَ عِبَادِكَ الصَالِحِينَ

Allohumma Tsabbit Qodamayya 'Alaas Syirothi yauma tutsabbitu fiihi Aqdama 'ibaadikas shoolihiin

Artinya:

"Ya Allah, mantapkan kedua kakiku di atas titian (shirothol mustaqim) pada hari dimana banyak kaki-kaki yang tergelincir"



11. Doa Ketika Membasuh Kaki Kiri

اَللّٰهُمَّ لَاتَزِلُّ قدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ فِي النَّارِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ اَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْمُشْرِكِينَ

Allohumma laa tazillu Qodamayya 'Alaa Syirothi fin naar yauma tazillu fiihi Aqdamul munaafiqiina wal musyrikiina

Artinya:

"Ya Allah jangan kau gelincirkan langkah (pendirianku) pada jalan neraka pada hari digelincirkannya langkah (pendirian) orang-orang munafik dan orang-orang musyrik"




12. Doa Setelah Berwudhu


اَشْهَدُ اَنْ لاَّاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ


Asyhadu allaa ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariika lahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuuwa rosuuluhuu, alloohummaj’alnii minat tawwaabiina waj’alnii minal mutathohhiriina

Artinya:
"Aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci"

Mandi Besar


Perkara Perkara yang Mewajibkan Mandi

Perkara yang mewajibkan mandi ada enam, yang tiga diperuntukkan baik laki - laki maupun perempuan sedangkan yang tiga dikhususkan untuk perempuan.

A. Yang diperuntukkan baik laki - laki maupun perempuan:

1. Senggama

2. Keluar sperma

3. Mati

B. Yang Khusus diperuntukkan bagi perempuan

1. Setelah berhentinya darah haid, Darah haid atau darah menstruasi ini merupakan mekanisme terkait kerja hormonal dalam tubuh, dan muncul dalam siklus rutin. Berdasarkan keterangan fikih, masa haid ini umumnya terjadi enam sampai tujuh hari. Lalu sedikitnya masa menstruasi ini adalah sehari semalam, dan paling lama lima belas hari. Keluarnya darah ini dikarenakan meluruhnya dinding rahim yang dipicu oleh kerja hormon dalam tubuh, terutama hormon estrogen dan progesteron, berkaitan dengan produksi sel telur.

Masa haid ini akan berakhir, sebagaimana dalam keterangan medis, ketika seorang perempuan telah mencapai masa menopause yang mana fase produksi sel telur (ovum) oleh organ ovarium telah berhenti.

2. Setelah berhentinya darah nifas, Darah nifas ini adalah darah yang keluar setelah proses melahirkan. Dalam keterangan medis, masa nifas ini disebut dengan masa puerpurium, dan darah yang dikeluarkan disebut lokia. Umumnya, sebagaimana disebut dalam Safinatun Najah maupun Fathul Qaribil Mujib, umumnya darah nifas keluar selama 40 hari. Paling sedikitnya adalah sekejap saja, dan paling banyak selama enam puluh hari. Dalam berbagai literatur medis, umumnya masa nifas terjadi selama empat sampai enam atau tujuh pekan.

3. Setelah melahirkan

Rukun / Fardhu Mandi Ada 3 Yakni:

1. Niat

Adapun niat mandi wajib atau hadats besar sebagai berikut :

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi Ta’aala

Artinya : “Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah ta’aala”

1. Hadats besar karena keluar sperma

Bagi laki-laki yang mengeluarkan sperma baik karena bersetubuh atau berhubungan suami istri dan sebagainya maka setelah itu harus mandi wajib atau mandi junub. Adapun niat doa mandi wajib setelah berhubungan suami istri sebagai berikut.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْجِنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minal Jinabati Fardhan Lillahi Ta’aala

Artinya : Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar junub karena Allah.

2. Niat mandi wajib haid

Bagi wanita mengalami haid tiap bulan merupakan sesuatu yang wajar. Namun setelah itu maka tentunya harus mandi wajib atau hadats besar dengan doa mandi setelah haid.

Niat mandi wajib setelah haid sebagai berikut.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minal Haidi Fardhan Lillahi Ta’aala

Artinya : Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar haid karena Allah Ta’ala.

3. Niat doa mandi wajib nifas

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النِّفَاسِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minannifasi Fardhan Lillahi Ta’aala

Artinya: Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar nifas karena Allah Ta’ala.

4. Niat mandi wajib setelah melahirkan (wiladah)

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْوِلَادَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Latinnya : Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Minal Wiladahti Fardhan Lillahi Ta’aala

Artinya: Saya niat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar melahirkan karena Allah Ta’ala.

2. Menghilangkan najis pada badan

3. Mengalirkan air ke seluruh rambut dan kulit badan

Sunnah Sunnah Mandi Ada 5 yakni:

1. Membaca Basmallah

2. Wudhu sebelum mandi besar

3. Mengusap / menggosok gosok pada anggota badan.

4. Bersegera

5. Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri

Keadaan yang disunnahkan mandi besar yakni:

1. Mandi untuk sholat Jum'at

2. Mandi untuk sholat dua hari raya

3. Mandi untuk sholat istisqo' (sholat memohon hujan)

4. Mandi untuk sholat gerhana bulan

5. Mandi untuk sholat gerhana matahari

6. Mandi setelah memandikan mayit

7. Mandinya orang kafir apabila masuk islam

8. Mandinya orang gila dan ayan (epilepsi) apabila sembuh dari sakitnya

9. Mandi saat akan ihram

10. Mandi akan masuk kota Makkah

11. Mandi untuk Wukuf di padang Arafah

12. Mabit (menginap) di Muzdalifah

13. Melempar Jumroh yang tiga

14. Sa'i

15. dan untuk thowaf

Sabtu, 01 Februari 2020

Istinja' dan Adabnya


A Pengertian
Istinja' adalah membersihkan diri dari segala kotoran yang keluar dari qubul dan dubur manusia yaitu air kecil dan air besar dengan menggunakan air atau batu .
- Di utamakan ketika beristinjak yaitu dengan menggunakan batu dan kemudian menggunakan air sebanyak tiga kali siraman.
- Dan diperbolehkan orang yang beristinja' meringkas denagn menggunakan air atau beberapa batu atau disunahkan menigakalikan ketika beristinja'.
- Orang yang beristinjak itu lebih utama menggunakan air dari pada menggunakan batu karena air bisa menghilangkan keadaan najis (warna, bau dan rasa) sehingga menjadi suci.

* Syarat beristinjak menggunakan batu
1. Barang atau najis yang keluar belum kering
2. Belum pindah dari tempatnya
3. Tidak bersifat baru


B. Adab Dalam Membuang Hajat

1. Tidak boleh menghadap kiblat dan membelakang kiblat ketika buang hajad di tanah lapang
2. Dan di perbolehkan ketika buang hajat di tempat yang sudah di sediakan (wc)
3. Hukumnya sunah ketika menjauhkan diri dari buang hajat di air yang diam atau tenang
4. Dan dimakruhkan buang hajat di tempat atau air yang sedikit
5. Di larang duang hajat di bawah pohon yang berbuah
6. Di larang buang hajat di jalan yang sering di lewati manusia
7. Di larang buang hajat di tempat istirahat manusia
8. Di larang buang hajat menghadap matahari dan di lubang dalam bumi (leng)
9. Tidak boleh berbicara ketika buang hajat kecuali dzorurot seperti melihat ular dan ular tersebut mendekati .

Imam nawawi (kitab roudzoh)

- Dimakruhkan ketika buang hajat menghadap matahari dan rembulan
- Dalam kitab washit tidak di makruhkan
- Di kitab tahqiq dimakruhkan

Rujukan Kitab Fathul Qorib

(فَصْلٌ)

فِي الْاِسْتِنْجَاءِ وِآدَابِ قَاضِي الْحَاجَةِ
(وَالْاِسْتِنْجَاءُ) وَهُوَ مِنْ نَجَوْتُ الشَّيِئَ أَيْ قَطَعْتُهُ فَكَأَنَّ الْمُسْتَنْجِيَ يَقْطَعُ بِهِ الْآذَى عَنْ نَفْسِهِ (وَاجِبٌ مِنْ) خُرُوْجِ (الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ) بِالْمَاءِ أَوِ الْحَجَرِ وَمَا فِيْ مَعْنَاهُ مِنْ كُلِّ جَامِدٍ طَاهِرٍ قَالِعٍ غَيْرِ مُحْتَرَمٍ
(وَ) لَكِنِ (الْأَفْضَلُ أَنْ يَسْتَنْجِيَ) أَوَّلًا (بِالْأَحْجَارِ ثُمَّ يُتْبِعُهَا) ثَانِيًا (بِالْمَاءِ)
وَالْوَاجِبُ ثَلَاثُ مَسَحَاتٍ وَلَوْ بِثَلَاثَةِ أَطْرَافِ حَجَرٍ وَاحِدٍ
(وَيَجُوْزُ أَنْ يَقْتَصِرَ) الْمُسْتَنْجِي (عَلَى الْمَاءِ أَوْ عَلَى ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ يُنْقَى بِهِنَّ الْمَحَلُّ) إِنْ حَصَلَ الْإِنْقَاءُ بِهَا
وَإِلَّا زَادَ عَلَيْهَا حَتَّى يُنْقَى
وَيُسَنُّ بَعْدَ ذَلِكَ التَّثْلِيْثُ
(فَإِذَا أَرَادَ الْاِقْتِصَارَ عَلَى أَحَدِهِمَا فَالْمَاءُ أَفْضَلُ) لِأَنَّهُ يُزِيْلُ عَيْنَ النَّجَاسَةِ وَأَثَرَهَا
وَشَرْطُ إِجْزَاءِ الْاِسْتِنْجَاءِ بِالْحَجَرِ أَنْ لَايَجِفَّ الْخَارِجُ النَّجَسُ وَلَا يَنْتَقِلَ عَنْ مَحَلِّ خُرُوْجِهِ وَلَايَطْرَأَ عَلَيْهِ نَجَسٌ آخَرُ أَجْنَبِىيٌّ عَنْهُ
فَإِنِ انْتَفَى شَرْطٌ مِنْ ذَلِكَ تَعَيَّنَ الْمَاءُ
(وَيَجْتَنِبُ) وُجُوْبًا قَاضِي الْحَاجَةِ (اسْتِقْبِالَ الْقِبْلَةِ) الْآنَ وَهِيَ الْكَعْبَةُ (وَاسْتِدْبَارَهَا فِي الصَّحْرَاءِ)
إِنْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ سَاتِرٌ أَوْ كَانَ وَلَمْ يَبْلُغْ ثُلُثَيْ ذِرَاعٍ أَوْ بَلَغَهُمَا وَبَعُدَ عَنْهُ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَةِ أَذْرُعٍ بِذِرِاعِ الْآدَمِيِّ كَمَا قَالَهُ بَعْضُهُمْ
وَالْبُنْيَانُ فِيْ هَذَا كَالصَّحْرَاءِ بِالشَّرْطِ الْمَذْكُوْرِ إِلَّا الْبِنَاءَ الْمُعَدَّ لِقَضَاءِ الْحَاجَةِ فَلَا حُرْمَةَ فِيْهِ مُطْلَقًا
وَخَرَجَ بِقَوْلِنَا الْآنَ مَا كَانَ قِبْلَةً أَوْلًّا كَبَيْتِ الْمَقْدِسِ فَاسْتِقْبَالُهُ وَاسْتِدْبَارُهُ مَكْرُوْهٌ
(وَيَجْتَنِبُ) نَدْبًا قَاضِي الْحَاجَةِ (الْبَوْلَ) وَالْغَائِطَ (فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ)
أَمَّا الْجَارِيْ فَيُكْرَهُ فِي الْقَلِيْلِ مِنْهُ دُوْنَ الْكَثِيْرِ لَكِنِ الْأَوْلَى اجْتِنَابُهُ
وَبَحَثَ النَّوَوِيُّ تَحْرِيْمَهُ فِي الْقَلِيْلِ جَارِيًا أَوْ رَاكِدًا
(وَ) يَجْتَنِبُ أَيْضًا الْبَوْلَ وَالْغَائِطَ (تَحْتَ الشَّجَرَةِ الْمُثْمِرَةِ) وَقْتَ الثَّمْرَةِ وَغَيْرِهِ
(وَ) يَجْتَنِبُ مَا ذُكِرَ (فِي الطَّرِيْقِ) الْمَسْلُوْكِ لِلنَّاسِ
(وَ) فِيْ مَوْضِعِ (الظِّلِّ) صَيْفًا وَفِيْ مَوْضِعِ الشَّمْسِ شِتَاءً
(وَ) فِي (الثَّقْبِ) فِي الْأَرْضِ وَهُوَ النَّازِلُ الْمُسْتَدِيْرُ وَلَفْظُ الثَّقْبِ سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ
(وَلَايَتَكَلَّمُ) أَدَبًا لِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ قَاضِي الْحَاجَةِ (عَلَى الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ)
فَإِنْ دَعَتْ ضَرُوْرَةٌ إِلَى الْكَلَامِ كَمَنْ رَأَى حَيَةً تَقْصِدُ إِنْسَانًا لَمْ يُكْرَهِ الْكَلَامُ حِيْنَئِذٍ
(وَلَا يَسْتَقْبِلُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَلَا يَسْتَدْبِرُهُمَا) أَيْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ حَالَ قَضَاءِ حَاجَتِهِ
لَكِنِ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ قَالَ أَنَّ اسْتِدْبَارَهُمَا لَيْسَ بِمَكْرُوْهٍ
وَقَالَ فِيْ شَرْحِ الْوَسِيْطِ أَنَّ تَرْكَ اسْتِقَبَالِهِمَا وَاسْتِدْبَارِهِمَا سَوَاءٌ أَيْ فَيَكُوْنُ مُبَاحًا
وَقَالَ فِي التَّحْقِيْقِ أَنَّ كَرَاهَةَ اسْتِقْبَالِهِمَا لَا أَصْلَ لَهَا
وَقَوْلُهُ وَلَا يَسْتَقْبِلُ إِلَخْ سَاقِطٌ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ

Jumat, 31 Januari 2020

Najis dan cara membersihkannya



1. Pengertian Najis

Di dalam kitab Fathul Qorib ada dijelaskan:

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani. Bangkai dan semua bagian dari bangkai itu seperti kulit, rambut, serta tulang kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang. Termasuk najis juga bagian dari hewan yang hidup yang terpisah atau terpotong kecuali yang asal dari manusia, ikan dan belalang.

Jadi dapat disimpulkan yang termasuk najis yaitu:

1.Bangkai, kecualimanusia,ikan dan belalang.
2.Darah.
3.Nanah.
4.Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur.
5.Anjing dan babi.
6.Minuman keras seperti arak dan sebagainya.
7.Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.

2. Macam-macam Najis

Najis dibedakan menjadi tiga menurut tingkatannya yaitu: najis mugolazoh, najis mutawasitah, dan najis mukhafafah. Kemudian ketiga macam najis ini pun di bagi-bagi lagi. Untuk lebih jelasnya lihat rinciannya berikut ini.

1. Najis Mugollazoh

Najis mugolazoh (najis berat), yaitu najis anjing, babi dan keturunannya.

Cara menyucikan najis ini harus diulang tujuh kali dengan air dan salah satunya harus dicampur dengan debu atau tanah. Tidak penting apakah air campuran tanah itu dibasuhan pertama atau terakhir sama saja.

7 x basuh = 6 x digosok dengan air + 1 x digosok dengan air yang dicampur debu atau tanah.

Kalau cara itu tidak dilakukan maka belum dianggap suci dari najis mugolazoh walaupun kelihatan sudah bersih/hilang kotornya.

Lagi pula najis dan kotor itu beda. Sesuatu yang najis pasti kotor adanya, tetapi sesuatu yang kotor belum tentu najis.

Contoh najis mugolazoh adalah jilatan anjing baik yang mengenai tempat, pakaian, badan atau benda-benda lain.

Sabda Rasulullah saw,

“Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kamu bila dijilat anjing, yaitu membasuhnya (dengan air) sebanyak tujuh kali, yang salah satu basuhannya dicampur dengan debu”. Hadis riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi.

Seandainya air yang digunakan membasuh itu air mengalir dan keruh, maka itu sudah mencukupi dan tidak perlu menggunakan debu lagi.

2. Najis Mutawassitah

Najis Mutawasitah yaitu najis yang kadar najisnya sedang, artinya tidak berat dan tidak ringan. Seperti air kencing, tinja, kotoran binatang, bangkai (selain bangkai anjing dan babi), darah, muntah, khamer (semua minuman yang memabukkan), wadi, dan mazi.

Najis Mutawassitah dibedakan menjadi 2, yakni:

a. Najis Ainiyah

Artinya najis yang zat, warna, bau, dan rasanya, atau salah satu dari keempat sifat tersebut terlihat nyata, maka cara menyucikannya dengan menghilangkan najisnya lebih dahulu, baru setelah itu disiram dengan air.

Dalil sabda Rasulullah waktu menjawab pertanyaan seorang wanita yang kainnya kena darah,

“Apabila kena darah haid pada kain seseorang kamu, maka hendaklah dikikisnya dengan kuku, kemudian dipercikkan dengan air, kemudian ia mengerjakan shalat dengan kain itu!” (Hadis terdapat dalam Al Umm Imam Syafi’i ra)

Tetapi seandainya warna atau baunya sulit dihilangkan, maka kesulitan tersebut termasuk perkara yang ma’fu (yang dimaafkan).

b. Najis Hukmiah

Artinya najis yang zat, warna, bau, dan rasanya tidak dapat dilihat, seperti air kencing yang sudah mengering, cara menyucikannya cukup mengalirkan air di atas benda yang terkena najis tersebut.

3. Najis Mukhaffafah

Najis mukhaffafah yaitu najis yang tingkat kenajisannya tergolong ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang belum makan kecuali air susu ibunya (ASI).

Cara menyucikan najis ini cukup dengan memercikkan atau mengusapnya dengan air pada tempat atau benda yang terkena air kencing.

Sedangkan untuk air kencing bayi perempuan tingkatan najisnya setingkat najis air kencing seorang dewasa, termasuk cara menyucikannya juga seperti air kencing orang dewasa.

Artinya mencucinya (kencing anak-anak perempuan) hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.

Sabda Rasulullah saw.:

“Kencing anak-anak perempuan dibasuh, dan kencing anak-anak laki-laki diperciki.” (Riwayat Tirmizi)

Tambahan:

Semua macam darah adalah najis kecuali darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan.

Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan.

Kulit bangkai binatang menjadi suci dengan disamak, kecuali kulit anjing dan kulit babi tetap najisnya walaupun disamak.

Arak akan menjadi suci jika arak itu berubah menjadi cuka dengan syarat perubahan itu terjadi dengan sendirinya tanpa diberi sesuatu dalam arak itu. Otomatis wadah dari arak itu ikut suci pula.

Hewan yang tidak mempunyai darah yang menalir di dalam tubuhnya seperti lalat yag mati tercebur ke dalam air maka air tersebut tidak najis ,akan tetapi apabila bangkai lalat itu banyak dan hingga dapat merubah warna air maka air tersebut akan menjadi najis,dan apabila air muncul hewan seperti uget-uget maka air tersebut tidak najis

Semua hewan itu pada dasarnya itu suci kecuali anjing dan babi dan segala sesuatu yang di keluarkan dari anjing dan babi itu hukumnya najis mughaladhah

Semua mayat itu najis kecuali mayat manusia, ikan, dan belalang, ketiga mayat itu suci .

Perkara yang najis bisa menjadi suci yaitu dengan cara mendiamkan sesuatu hingga berubah wujud nya (membusuk)seperti arak ketika menjadi cukak dengan sendirinya tanpa diberi sesuatu di dalam arak tersebut ,dan ketika arak tersebut sudah menjadi suci maka wadah arak tersebut ikut menjadi suci.

Sumber Rujukan Kitab Fathul Qorib

(فَصْلٌ)

فِيْ بَيَانِ النَّجَاسَاتِ وَإِزَالَتِهَا وَهَذَا الْفَصْلُ مَذْكُوْرٌ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ قُبَيْلَ كِتَابِ الصَّلَاةِ
وَالنَّجَاسَةُ لُغَةً الشَّيْئُ الْمُسْتَقْذَرُ وَشَرْعًا كُلُّ عَيْنٍ حَرُمَ تَنَاوُلُهَا عَلَى الْإِطْلَاقِ حَالَةَ الْإِخْتِيَارٍ مَعَ سُهُوْلَةِ التَّمْيِيِزِ لَا لِحُرْمَتِهَا وَلَا لِإسْتِقْذَارِهَا وَلَا لِضَرَرِهَا فِيْ بَدَنٍ أَوْ عَقْلٍ
وَدَخَلَ فِي الْإِطْلَاقِ قَلِيْلُ النَّجَاسَةِ وَكَثِيْرُهَا
وَخَرَجَ بِالْاِخْتِيَارِ الضَّرُوْرَةُ فَإِنَّهَا تُبِيْحُ تَنَاوُلَ النَّجَاسَةِ
وَبِسُهُوْلَةِ التَّمْيِيْزِ أَكْلُ الدُّوْدِ الْمَيِّتِ فِيْ جُبْنٍ وَ فَاكِهَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ
وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ لَا لِحُرْمَتِهَا مَيْتَةُ الْآدَمِيِّ
وَبِعَدَمِ الْإِسْتِقْذَارِ الْمَنِيُّ وَنَحْوُهُ
وَبِنَفْيِ الضَّرَرِ الْحَجَرُ وَالنَّبَاتُ الْمُضِرُّ بِبِدَنٍ أَوْ عَقْلٍ
ثُمَّ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ ضَابِطًا لِلنَّجَسِ الْخَارِجِ مِنَ الْقُبُلِ وَالدُّبُرِ بِقَوْلِهِ
(وَكُلُّ مَائِعٍ خَرَجَ مِنَ السَّبِيْلَيْنِ نَجَسٌ) هُوَ صَادِقٌ بِالْخَارِجِ الْمُعْتَادِ كَالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَبِالنَّادِرِ كَالدَّمِّ وَالْقَيْحِ
(إَلَّا الْمَنِيَّ) مِنْ آدَمِيٍّ أَوْ حَيَوَانٍ غَيْرِ كَلْبٍ وَخِنْزِيْرٍ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا مَعَ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ
وَخَرَجَ بِمَائِعٍ الدُّوْدُ وَكُلُّ مُتَصَلِّبٍ لَا تُحِيْلُهُ الْمَعِدَّةُ فَلَيْسَ بِنَجَسٍ بَلْ هُوَ مُتَنَجِسٌ يَطْهُرُ بِالْغَسْلِ
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَكُلُّ مَا يَخْرُجُ بِلَفْظِ الْمُضَارِعِ وَإِسْقَاطُ مَائِعٍ.
(وَغَسْلُ جَمِيْعِ الْأَبْوَالِ وَالْأَرْوَاثِ) وَلَوْ كَانَا مِنْ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ (وَاجِبٌ)
وَكَيْفِيَّةُ غَسْلِ النَّجَاسَةِ إِنْ كَانَتْ مُشَاهَدَةً بِالْعَيْنِ وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْعَيْنِيَّةِ تَكُوْنُ بِزَوَالِ عَيْنِهَا وَمُحَاوَلَةِ زَوَالِ أَوْصَافِهَا مِنْ طُعْمٍ أَوْ لَوْنٍ أَوْ رِيْحٍ
فَإِنْ بَقِيَ طُعْمُ النَّجَاسَةِ ضَرَّ أَوْ لَوْنٌ أَوْ رِيْحٌ عَسُرَ زَوَالُهُ لَمْ يَضُرَّ
وَإِنْ كَانَتِ النَّجَاسَةُ غَيْرَ مُشَاهَدَةٍ وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْحُكْمِيَّةِ فَيَكْفِيْ جَرْيُ الْمَاءِ عَلَى الْمُتَنَجِّسِ بِهَا وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً
ثُمَّ اسْتَثْنَى الْمُصَنِّفُ مِنَ الْأَبْوَالِ قَوْلَهُ (إِلَّا بَوْلَ الصَّبِيِّ الَّذِيْ لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ) أَيْ لَمْ يَتَنَاوَلْ مَأْكُوْلًا وَلَا مَشْرُوْبًا عَلَى جِهَّةِ التَّغَذِّيِ (فَإِنَّهُ) أَيْ بَوْلَ الصَّبِيِّ (يَطْهُرُ بِرَشِّ الْمَاءِ عَلَيْهِ)
وَلَا يُشْتَرَطُ فِي الرَّشِّ سَيَلَانُ الْمَاءِ
فَإِنْ أَكَلَ الصَّبِيُّ الطَّعَامَ عَلَى جِهَّةِ التَّغَذِّيِ غُسِلَ بَوْلُهُ قَطْعًا
وَخَرَجَ بِالْصَبِيِّ الصَّبِيَّةُ وَالْخُنْثَى فَتُغْسَلُ مِنْ بَوْلِهِمَا.
وَيُشْتَرَطُ فِيْ غَسْلِ الْمُتَنَجِّسِ وُرُوْدُ الْمَاءِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ قَلِيْلًا فَإِنْ عَكَسَ لَمْ يَطْهُرْ
أَمَّا الْمَاءُ الْكَثِيْرُ فَلَا فَرْقَ بَيْنَ كَوْنِ الْمُتَنَجِّسِ وَارِدًا أَوْ مَوْرُوْدًا
(وَلَا يُعْفَى عَنْ شَيْئٍ مِنَ النَّجَاسَاتِ إِلَّا الْيَسِيْرُ مِنَ الدَّمِّ وَالْقَيْحِ) فَيُعْفَى عَنْهُمَا فِيْ ثَوْبٍ أَوْ بَدَنٍ وَتَصِحُّ الصَّلَاةُ مَعَهُمَا
(وَ) إِلَّا (مَا) أَيْ شَيْئٌ (لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ) كَذُبَابٍ وَنَمْلٍ (إِذَا وَقَعَ فِيْ الْإِنَاءِ وَمَاتَ فِيْهِ فَإِنَّهُ لَا يُنَجِّسُهُ)
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ إِذَا مَاتَ فِي الْإِنَاءِ
وَأَفْهَمَ قَوْلُهُ وَقَعَ أَيْ بِنَفْسِهِ أَنَّهُ لَوْ طُرِحَ مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ فِيْ الْمَائِعِ ضَرَّ وَهُوَ مَاجَزَمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ وَلَمْ يَتَعَرَّضْ لِهَذِهِ الْمَسْأَلَةِ فِي الْكَبِيْرِ
وَإِذَا كَثُرَتْ مَيْتَةُ مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ وَغَيَّرَتْ مَا وَقَعَتْ فِيْهِ نَجَّسَتْهُ
وَإِذَا نَشَأَتْ هَذِهُ الْمَيْتَةُ مِنَ الْمَائِعِ كَدُوْدِ خَلٍّ وَفَاكِهَةٍ لَمْ تُنَجِّسْهُ قَطْعًا
وَيُسْتَثْنَى مَعَ مَا ذَكَرَهَا مَسَائِلُ مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمَبْسُوْطَاتِ سَبَقَ بَعْضُهَا فِيْ كِتَابِ الطَّهَارَةِ
(وَالْحَيَّوَانُ كُلُّهُ طَاهِرٌ إِلَّا الْكَلْبَ وَالْخِنْزِيْرَ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا) مَعَ حَيَّوَانٍ طَاهِرٍ
وَعِبَارَتُهُ تَصْدُقُ بِطَهَارَةِ الدُّوْدِ الْمُتَوَلِّدِ مِنَ النَّجَاسَةِ وَهُوَ كَذَلِكَ
(وَالْمَيْتَةُ كُلُّهَا نَجَسَةٌ إِلَّا السَّمَكَ وَالْجَرَادَ وَالْآدَمِيَّ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ ابْنُ آدَمَ أَيْ مَيْتَةَ كُلٍّ مِنْهَا فَإِنَّهَا طَاهِرَةٌ
(وَيَغْسِلُ الْإِنَاءَ مِنْ وُلُوْغِ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيْرِ سَبْعَ مَرَّاتٍ) بِمَاءٍ طَهُوْرٍ (إِحَدَاهُنَّ) مَصْحُوْبَةٌ (بِالتُّرَابِ) الطَّهُوْرِ يَعُمُّ الْمَحَلَّ الْمُتَنَجِّسَ
فَإِنْ كَانَ الْمُتَنَجِّسُ بِمَا ذُكِرَ فِيْ مَاءٍ جَارٍ كَدَرٍ كَفَى مُرُوْرُ سَبْعِ جَرَيَاتٍ عَلَيْهِ بِلَا تَعْفِيْرٍ
وَإِذَا لَمْ تَزُلْ عَيْنُ النَّجَاسَةِ الْكَلْبِيَّةِ إِلَّا بِسِتِّ غَسَلَاتٍ مَثَلًا حُسِبَتْ كُلُّهَا غَسْلَةً وَاحِدَةً
وَالْأَرْضُ التُّرَابِيَّةُ لَا يَجِبُ التُّرَابُ فِيْهَا عَلَى الْأَصَحِّ.
(وِيُغْسَلُ مِنْ سَائِرِ) أَيْ بَاقِي (النَّجَاسَاتِ مَرَّةً وَاحِدَةً) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ مَرَّةً (تَأْتِيْ عَلَيْهِ وَالثَّلَاثُ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالثَّلَاثَةُ بِالتَّاءِ (أَفْضَلُ)
وَاعْلَمْ أَنَّ غَسَالَةَ النَّجَاسَةِ بَعْدَ طَهَارَةِ الْمَحَلِّ الْمَغْسُوْلِ طَاهِرَةٌ إِنِ انْفَصَلَتْ غَيْرَ مُتَغَيِّرَةٍ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهَا بَعْدَ انْفِصَالِهَا عَمَّا كَانَ بَعْدَ اعْتِبَارِ مِقْدَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ الْمَغْسُوْلُ مِنَ الْمَاءِ
هَذَا إِنْ لَمْ تَبْلُغْ قُلَّتَيْنِ فَإِنَّ بَلَغَتْهُمَا فَالشَّرْطُ عَدَمُ التَّغَيُّرِ
وَلَمَّا فَرَغَ الْمُصَنِّفُ مِمَّا يَطْهُرُ بِالْغَسْلِ شَرَعَ فِيْمَا يَطْهُرُ بِالْاِسْتِحَالَةِ وَهِىَ انْقِلَابُ الشَّيْئِ مِنْ صِفَةٍ إِلَى صِفَةٍ أُخْرَى فَقَالَ.
(إِذَا تَخَلَّلَتِ الْخَمْرَةُ) وَهِيَ الْمُتَّخَذَةُ مِنْ مَاءِ الْعِنَبِ مُحْتَرَمَةً كَانَتِ الْخَمْرَةُ أَمْ لَا وَمَعْنَى تَخَلَّلَتْ صَارَتْ خَلًّا وَكَانَتْ صَيْرُوْرَتُهَا خَلًّا (بِنَفْسِهَا طَهُرَتْ)
وَكَذَا لَوْ تَخَلَّلَتْ بِنَقْلِهَا مِنْ شَمْسٍ إِلَى ظِلٍّ وَ عَكْسِهِ
(وَإِنْ) لَمْ تَتَخَلَّلِ الْخَمْرَةُ بِنَفْسِهَا بَلْ (تَخَلَّلَتْ بِطَرْحِ شَيْئٍ فِيْهَا لَمْ تَطْهُرْ)
وَإِذَا طَهُرَتِ الْخَمْرَةُ طَهُرَ دُنُّهَا تَبْعًا لَهَا.


Selasa, 28 Januari 2020

IKHTIAR KESEHATAN YANG TERLUPAKAN


Hampir tidak ada orang yang ingin menderita sakit. Semua berharap selalu sehat. Walaupun realitanya setiap manusia pasti mengalami dua kondisi tersebut; sehat dan sakit. Namun kita tetap berusaha untuk menggapai kesehatan. Segala upaya dikerahkan untuk hal itu. Rajin berolahraga, mengonsumsi buah dan sayur, juga rutin memeriksakan kesehatan.

Tidak ada yang keliru dengan berbagai ikhtiar tersebut di atas. Namun sayangnya ada ikhtiar lain yang sangat urgen, justru malah kerap dilupakan. Yakni berdzikir.

Kesehatan Sempurna

Islam memberikan sebuah pemahaman yang lebih holistik mengenai kesehatan. Sehat itu mencakup kesehatan tubuh, kesehatan otak dan kesehatan hati. Itulah konsep kesehatan yang sempurna.

Banyak orang gila sehat tubuhnya, tapi sakit otaknya.

Sebaliknya tidak sedikit orang sehat otaknya, namun sakit tubuhnya.

Yang lebih parah adalah orang yang sehat tubuh dan otaknya, tapi sakit hatinya. Alias tidak patuh beribadah kepada Allah ta’ala. Sejatinya kesehatan tubuh dan otak adalah sarana untuk mencapai tujuan mulia. Yaitu mengabdi sebaik mungkin kepada Allah ‘azza wa jalla.

Kekuatan Dzikir

Setiap pagi dan petang kita diajarkan untuk meminta kesehatan kepada Allah. Redaksi doa yang dicontohkan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sangat istimewa. Mari kita renungi susunan kalimatnya berikut kandungan maknanya.

"اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ"

Allohumma ‘âfinî fî badanî. Allôhumma ‘âfinî fî sam’î. Allôhumma ‘âfinî fî bashorî. Lâ ilâha illa Anta.

“Ya Allah afiatkanlah tubuhku. Ya Allah afiatkanlah pendengaranku. Ya Allah afiatkanlah penglihatanku. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Engkau”.

Doa ini dibaca tiga kali di pagi dan sore hari. (HR. Abu Dawud dan sanad_nya dinilai _hasan oleh al-Albaniy).

Dalam doa di atas kita diajari untuk minta afiat. Dalam bahasa Arab, afiat itu berarti kesehatan yang sempurna.  Bukan sehat ala kadarnya. Sehingga para ulama kita menjelaskan bahwa makna yang dikandung doa ini adalah permohonan agar tubuh kita dihindarkan dari segala jenis penyakit.  Bukan hanya penyakit fisik dan psikis, namun juga penyakit rohani. Sehingga tubuh bisa digunakan untuk beribadah dengan baik kepada Allah.

Setelah memohon afiat untuk tubuh, kita juga diperintahkan untuk memohon afiat bagi pendengaran telinga dan penglihatan mata. Mengapa kedua panca indra itu disebutkan secara khusus? Padahal sebenarnya telinga dan badan adalah bagian dari tubuh.

Sebab keduanya sangat spesial. Dengan telinga kita bisa mendengarkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an. Adapun mata, dengannya kita bisa melihat ayat-ayat Allah dalam makhluk ciptaan-Nya di alam semesta.

Lalu doa tersebut ditutup dengan mengucapkan tahlil. Kalimat thayyibah yang mengandung penegasan bahwa satu-satunya yang berhak disembah adalah Allah ta’ala. Seakan mengingatkan kembali pada kita bahwa kesehatan itu hanya sarana bukan tujuan. Sarana untuk mencapai tujuan mulia. Yaitu beribadah dengan baik hanya kepada Allah ‘azza wa jalla.

Ayo rutinkan doa dan dzikir di atas! InsyaAllah kita dikaruniai kesehatan jasmani dan rohani.

Wallohua'lam