Al-Wabil mengemukakan “bahwa yang termasuk dalam kitab kecil dan kematian.” Sebenarnya kematian tidaklah hanya dipahami dengan hilangnya roh manusia dari jasadnya, melainkan juga mencakup roh-roh kehidupan lainnya. Termasuk juga di dalamnya “roh kehidupan sosial”, “roh budaya”, “roh politik”, “roh ekonomi”, dan roh-roh lainnya yang menjadi bagian aspek penunjang kehidupan manusia.
Silogisme dari apa yang disebutkan, adalah bahwa kematian-kematian tersebut merupakan Kiamat Sughra (kecil) yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak seorang pun yang dapat memprediksikan akan datangnya ketetapan dan takdir tersebut.
Kapan manusia akan meninggal? Akankah sesuatu itu akan berlanjut atau terhenti? Hanya Dialah yang dapat mengetahuinya. Semua yang berjalan dan bergerak di muka bumi ini berada di bawah pengawasan Allah SWT. Berjalan dan berhentinya, serta hidup dan matinya jiwa, semuanya Allah jadikan di balik itu semua penuh dengan berbagai hikmah.
Kiamat-kiamat kecil yang terjadi sepanjang perjalanan kehidupan manusia itu semuanya sebagian ujian dan cobaan. Sebagaimana firman-Nya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa: 35).
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa prospek kehidupan seseorang di alam baru (kubur/akhirat) sangat bergantung pada perbuatannya di dunia. Jika baik, maka akan baik pula balasannya, begitulah sebaliknya. Untuk lebih dapat memahami permasalahan pokok tersebut, maka berikut ini akan dipaparkan dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan Sunah) dan aqli.
Dalil Naqli dan Aqli
Dalil Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an banyak sekali terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan fenomena kiamat kecil di antaranya adalah:
“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: ‘Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang direzekikan Allah kepadamu’. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan sebagaimana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raaf: 50-51).
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: ‘Telah diwahyukan kepada saya’, padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’aam: 93).
“Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara pendudukan Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa kepada azab yang besar.” (QS. At-Taubah: 101).
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya dan kamu tinggalkan di belakangmu (dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu anggap (sebagai sekutu Allah).” (QS. Al-An’aam: 94).
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27).
Dalil Hadist
“Jika seseorang hamba telah diletakkan di dalam kuburnya dan para sahabatnya telah meninggalkanya, serta ia mendengar suara pijakan sandal mereka. Kedua malaikat tersebut berkata. “Bagaimanakah pendapatmu mengenai Muhammad (Rasulullah SAW)?” Adapun orang mukmin, ia akan menjawab: “Aku bersaksi bahwa dia hamba Allah, dan Rasul-Nya”, kemudian dikatakan padanya: “Lihatlah kursimu di neraka, Allah telah menggantinya untukmu dengan kursi dari surga.” Orang mukmin bisa melihat kedua kursi tersebut, sedangkan kepada orang munafik atau kafir, malaikat bertanya pada keduanya, “Bagaimanakah pendapatmu mengenai Muhammad?” Orang kafir tersebut menjawab (dengan penuh rasa bingung), “Aku tidak tahu karena aku tidak mengikutinya.” Kemudian ia dipukul dengan sebilah martil dengan pukulan yang membuatnya berteriak histeris, sehingga sampai didengar oleh makhluk-makhluk lain yang berdekatan dengannya (selain manusia dan jin).”(Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, An-Nasai, Abu Daud dan Ahmad).
“Jika salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka kursinya diperlihatkan kepadanya pada saat pagi-sore hari. Jika ia termasuk ahli surga, maka ia akan melihat jelas gambaran dirinya sebagai ahli neraka. Dikatakan kepadanya, “Ini kursimu hingga Allah membangkitkanmu pada hari Kiamat.” (Al-Bukhari).
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari siksa neraka, dari fitnah kehidupan, dari fitnah kematian, dan fitnah Al-Masih Dajjal.” (HR. Bukhari).
“Sesungguhnya kedua orang yang berada di dalam kuburan tersebut sedang disiksa. Hal tersebut bukanlah karena disebabkan dosa besar, melainkan salah satu dari keduanya telah melakukan perbuatan provokator. Sedangkan yang lainnya tidak mengenakan tutup ketika melakukan buang air kecil.” (HR. Bukhari).
DALIL AKAL
Keimanan seorang hamba kepada Allah SWT, malaikat-malaikat –Nya, dan akhir mengharuskannya pula beriman kepada siksa alam kubur, kenikmatannya, dan apa saja yang terjadi di dalamnya. Sebab, itu semua termasuk bagian dari perkara-perkara gaib. Jika seseorang memercayai sebagian sesuatu, maka menurut akal ia harus mengimani sebagian lainnya.
Alam kubur, kenikmatannya dan pertanyaan dua malaikat Munkar-Nakir, bukanlah merupakan sesuatu yang mustahil menurut akal. Bahkan akal yang sehat mengakuinya dan memberi kesaksian terhadapnya.
Orang yang tidur terkadang bermimpi melihat sesuatu yang menyenangkan dan terkadang ia bermimpi melihat sesuatu yang dibencinya, kemudian ia murung karenanya. Dan ia senang sekali kalau ada orang yang membangunkannya. Kenikmatannya dan siksa di alam mimpi tersebut betul-betul terjadi pada rohani, dan rohani tersebut terpengaruh dengannya tanpa ia rasakan dan bisa dilihat oleh kita serta tidak ada seorang pun yang memungkirinya. Bagaimana terhadap siksa alam kubur, dan kenikmatannya yang pada dasarnya sama persisnya dengan mimpi tersebut?
Dikutip dari: Syahida.com