Senin, 25 Februari 2019

Pernikahan dalam Islam

Tags

Pernikahan wajib hukumnya bagi orang-orang yang cukup matang secara usia dan mampu secara ekonominya. Pernikahan adalah prosesi sakral yang menyatukan dua orang asing menjadi sepasang suami istri yang sah dan juga sekaligus menyatukan dua keluarga beserta adat istiadatnya. Proses pernikahan dalam islam memiliki ketentuan-ketentuan tersendiri yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.

Tata Cara Pernikahan Secara Islami

Berikut ini adalah penjelasan mengenai tata cara pernikahan dalam islam yang penting untuk umat muslim ketahui :

Khitbah (Peminangan)

Khitbah atau peminangan adalah proses meminta atau bisa disebut melamar yang dilakukan oleh keluarga laki-laki terhadap keluarga perempuan yang akan ia nikahi nanti. Hal ini dimaksudkan sebagai penegasan bahwa sang perempuan telah resmi menjadi calon istri dari seorang laki-laki yang artinya jika pinangan lelaki tersebut diterima oleh pihak keluarga perempuan maka perempuan tersebut tidak boleh dipinang atau menerima pinangan dari laki-laki lain, kecuali pinangan dari laki-laki pertama dibatalkan secara baik-baik dan telah diterima oleh kedua belah pihak keluarga.

Sebuah hadis menjelaskan tentang hal ini dimana Umar radhiyallaahu ‘anhuma menceritakan bahwa:

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau mengizinkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam proses khitbah sendiri pihak sang peminang (calon suami) disunahkan untuk melihat wajah wanita yang akan dipinang bahkan ia boleh melihat atau bertanya apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu, dengan catatan apa yang dilihat masih dalam batasan-batasannya sesuai dengan syariat Islam.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang diceritakan oleh Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma bahwa:

“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)

Kemudian dalam hadis lain juga diceritakan tentang bagaimna Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu yang meminang seorang wanita, kala itu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.” (at-Tirmidzi, an-Nasa-i, ad-Darimi dan lainnya)

Dalam perkara meminang seseorang, laki-laki shalih sangat dianjurkan untuk mencari wanita muslimah yang baik agamanya. Demikian pula dengan orangtua atau wali dari kaum wanita, mereka berkewajiban untuk mencari laki-laki shalih untuk dinikahkan dengan anak wanitanya tersebut.

Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu menceritakan bahwa:

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR at-Tirmidzi)

Kemudian orangtua atau wal dari seorang wanita juga diperbolehkan untuk menawarkan putri atau saudara perempuannya kepada laki-laki shalih untuk dijadikan seorang istri dengan cara yang halal.

Hal ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata:

“Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Shahabat Nabi yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah saat ini.’’ ‘Umar melanjutkan, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku akan nikahkan Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun. Saat itu aku lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Maka berlalulah beberapa hari hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminangnya. Maka, aku nikahkan puteriku dengan Rasulullah. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata, ‘Apakah engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan Hafshah, akan tetapi aku tidak berkomentar apa pun?’ ‘Umar men-jawab, ‘Ya.’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebutnya (Hafshah). Aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Jika beliau meninggalkannya, niscaya aku akan menerima tawaranmu.’” (HR al-Bukhari  dan an-Nasa-i)

Shalat Istikharah

Setelah pihak laki-laki dan wanita telah saling melihat satu sama lain dalam proses khitbah atau peminangan, maka sebelum memberikan jawaban untuk menerima atau melanjutkan lamaran tersebut ke tahap selanjutnya sangat dianjurkan untuk melakukan shalat istikharah bagi keduanya memohon petunjuk kepada Allah subhana hua ta’ala.

Perihal anjuran dari shalat istikharah ini dikisahkan dalam hadis dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami shalat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana mengajari surat Al-Qur’an. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunnah (Istikharah) dua raka’at, kemudian membaca do’a: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Mahaagung, sungguh Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah yang Maha Mengetahui yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku (atau Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘..di dunia atau akhirat) takdirkan (tetapkan)lah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah atasnya. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini membawa keburukan bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya kepada diriku ‘…di dunia atau akhirat’) maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku darinya, dan takdirkan (tetapkan)lah kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridhaan-Mu kepadaku.” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, al-Baihaqi)

Kemudian Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu juga mengisahkan bahwa:

“Tatkala masa ‘iddah Zainab binti Jahsy sudah selesai, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Zaid, ‘Sampaikanlah kepadanya bahwa aku akan meminangnya.’ Zaid berkata, ‘Lalu aku pergi mendatangi Zainab lalu aku berkata, ‘Wahai Zainab, bergembiralah karena Rasulullah mengutusku bahwa beliau akan meminangmu. Zainab berkata, ‘Aku tidak akan melakukan sesuatu hingga aku meminta pilihan yang baik kepada Allah.’ Lalu Zainab pergi ke masjidnya. Lalu turunlah ayat Al-Qur’an Qs. Al-Ahzaab:37 dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan langsung masuk menemuinya.” (HR Muslim dan an-Nasa-i)

Aqad Nikah

Jika prosesi khitbah telah mendapatkan jawaban maka langkah selanjutnya adalah akad nikah yakni prosesi tersakral dan terinti yang membuat sepasang manusia yang tadinya asing menjadi satu, menjadi sah dalam ikatan pernikahan yang halal dimana mempelai pria akan mengucapkan ijab qabul terhadap wali dari mempelai wanita dan akan ditentukan dengan pengesahan dari seluruh saksi serta diakhiri dengan doa ataupun makan-makan bersama sebagai bentuk syukur atas keberhasilan aqad nikah. Sebelum prosesi akad tentunya perlu diadakan rapat atau musyawarah kedua belah pihak keluarga untuk mempersiapkan dan menyesuaikan adat dan teknis dari aqad nikah.

Walimah

Walimatul ‘urus adalah sebuah resepsi atau pesta pernikahan yang dilakukan sebagai bentuk syukur dan berbagi kebahagiaan dengan mengundang saudara dan teman lainnya. Meskipun begitu cara dan kemewahan dari resepsi ini disesuaikan dengan kemampuan keluarga dari kedua mempelai.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ahmad, ath-Thayalisi dan lainnya)

Malam Pertama / Bersenggama

Setelah sah menjadi sepasang suami istri maka diwajibkan bagi mereka untuk melakukan hubungan suami istri dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam agama Islam.


EmoticonEmoticon